Pemahaman Alkitab
G. K. R. I. ‘GOLGOTA’
(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Rabu, tgl 20 Mei 2015, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
PRO KONTRA TENTANG
PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN (5c)
3. Ro 10:4 - “Sebab
Kristus adalah kegenapan
hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.”.
KJV: ‘Christ is the end of the Law’
[= Kristus adalah akhir /
tujuan dari hukum Taurat].
Kata bahasa Inggris ‘end’
bisa berarti ‘akhir’ atau ‘tujuan’. Kata Yunani yang digunakan adalah TELOS,
yang juga bisa berarti ‘akhir’ atau ‘tujuan’.
Kalau diambil arti ‘akhir’ maka
kelihatannya ayat ini mengatakan bahwa Hukum Taurat / Perjanjian Lama tidak
berlaku lagi sejak kedatangan Kristus.
Penjelasan:
Ayat ini ditafsirkan secara
sangat beraneka ragam, tetapi dari buku-buku tafsiran yang saya baca, baik dari
kalangan Reformed maupun non Reformed, bahkan dari kalangan orang-orang
Dispensationalist seperti Bible Knowledge Commentary / John Walvoord dan
Jamieson, Fausset & Brown, tidak ada satupun yang mengartikan bahwa hukum
Taurat tidak berlaku lagi sejak kedatangan Kristus.
a. Penafsiran Adam Clarke.
Adam Clarke
mengambil arti ‘akhir’ dan menafsirkan bahwa Kristus adalah akhir
dari hukum Taurat BERKENAAN DENGAN KORBAN-KORBAN.
Adam Clarke
(tentang Ro 10:4): “‘For
Christ is the end of the law.’ Where the law ends, Christ begins. The law ends
with representative sacrifices; Christ begins with the real offering. The law
is our schoolmaster to lead us to Christ; it cannot save, but it leaves us at
his door where alone salvation is to be found. Christ as an atoning sacrifice
for sin, was the grand object of the whole sacrificial code of Moses; his
passion and death were the fulfilment of its great object and design. Separate
this sacrificial death of Christ from the law, and the law has no meaning, for
it is impossible that the blood of bulls and goats should take away sins: ... God never designed that the sacrifices of the law
should be considered the atonement for sin, but a type or representative of
that atonement; and that THE atonement was the sacrifice offered by Christ.
Thus he was the END of the law, in respect to its sacrifices.” [= ‘Karena Kristus adalah akhir
dari hukum Taurat’. Dimana hukum Taurat berakhir,
Kristus mulai. Hukum Taurat berakhir dengan korban-korban yang mewakili;
Kristus mulai dengan persembahan yang sesungguhnya. Hukum Taurat
adalah guru kita untuk membimbing kita kepada Kristus; hukum Taurat itu tidak
bisa menyelamatkan, tetapi hukum Taurat itu meninggalkan kita di pintuNya
dimana di tempat itu saja keselamatan harus ditemukan. Kristus sebagai suatu korban penebusan untuk dosa, adalah
tujuan yang besar dari seluruh sistim korban dari Musa; penderitaan dan
kematianNya adalah penggenapan dari tujuan dan rancangannya yang besar.
Pisahkanlah kematian Kristus yang bersifat pengorbanan dari hukum Taurat, dan
hukum Taurat tidak mempunyai arti, karena adalah mustahil bahwa darah dari
lembu-lembu jantan dan kambing-kambing menghapuskan dosa: ... Allah tidak
pernah merancang bahwa korban-korban dari hukum Taurat dianggap sebagai
penebusan dosa, tetapi sebagai suatu TYPE atau wakil dari penebusan itu; dan
bahwa Penebusan yang sesungguhnya adalah korban yang dipersembahkan oleh Kristus.
Jadi Ia adalah AKHIR dari hukum Taurat, berkenaan dengan korban-korbannya.].
Menurut saya, tafsiran Adam Clarke ini tidak
cocok dengan kontextnya, karena baik kontext yang mendahului, maupun kontext
sesudahnya, bukan membicarakan Ceremonial Law tetapi Moral Law! Atau,
setidaknya kontext membicarakan keduanya!
Ro 9:30-10:3 - “(9:30)
Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain
yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena
iman. (9:31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan
mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (9:32) Mengapa tidak?
Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi
karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (9:33) seperti
ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan
sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan
dipermalukan.’ (10:1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan
ialah, supaya mereka diselamatkan. (10:2) Sebab aku dapat memberi kesaksian
tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa
pengertian yang benar. (10:3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal
kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha
untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk
kepada kebenaran Allah.”.
Ro 10:5 - “Sebab
Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat:
‘Orang yang melakukannya, akan hidup karenanya.’”.
Sekalipun bisa saja ‘hukum
Taurat’ di sini berbicara
tentang Ceremonial Law seperti sunat dsb, tetapi pasti juga berbicara tentang
Moral Law.
b. Penafsiran
William Hendriksen.
Hendriksen mengatakan (hal 342, footnote)
bahwa kata ‘end’ di sini tidak
boleh diartikan ‘akhir’ (karena akan bertentangan dengan Ro 3:31 Ro 5:20
Ro 7:7), tetapi harus diartikan ‘tujuan’.
Ro 3:31 - “Jika demikian, adakah kami
membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami
meneguhkannya.”.
Ro 5:20 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan,
supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak,
di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,”.
Ro 7:7 - “Jika demikian, apakah yang
hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak!
Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga
tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: ‘Jangan
mengingini!’”.
Catatan: ketiga ayat di atas ini jelas menunjukkan bahwa Paulus menganggap
bahwa hukum Taurat masih berlaku, sehingga tidak mungkin dalam Ro 10:4 kata
TELOS diartikan sebagai ‘akhir’.
William Hendriksen (tentang Ro 10:4): “4. ‘For Christ is the goal of the law, so
that there is righteousness for everyone who puts his trust (in him).’” [= 4.
‘Karena Kristus adalah TUJUAN dari hukum
Taurat, sehingga di sana ada kebenaran bagi setiap orang yang percaya
(kepadaNya)’.].
William Hendriksen (tentang Ro 10:4): “Does
one wish to understand the goal, the meaning and substance, of the Old
Testament law? Then study Christ. Is not the very purpose of the law the
establishment of love? See
Deut. 6:5; Lev. 19:18 (in that
order); cf. Matt. 22:37–39. Is not Christ the very embodiment of that love,
both in his life and in his death? And is it not true that because of this love
which caused him to suffer and die in his people’s stead, there now is right
standing with God for everyone who reposes his trust in the Savior? Is not this
the very theme of Romans?” [=
Apakah seseorang ingin mengerti tujuan, arti dan substansi, dari hukum Taurat
Perjanjian Lama? Maka pelajarilah Kristus. Bukankah tujuan dari hukum Taurat
adalah penegakan kasih? Lihat Ul 6:5; Im 19:18 (dalam urut-urutan itu); bdk.
Mat 22:37-39. Bukankah Kristus adalah perwujudan dari kasih itu, baik
dalam kehidupanNya maupun dalam kematianNya? Dan bukankah benar bahwa karena
kasih ini yang menyebabkan Dia menderita dan mati di tempat dari umatNya, maka
sekarang ada kedudukan yang benar dengan Allah bagi setiap orang yang
meletakkan kepercayaannya kepada sang Juruselamat? Bukankah ini adalah thema dari
surat Roma?].
Ul 6:5 - “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”.
Im 19:18 - “Janganlah
engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang
sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri;
Akulah TUHAN.”.
Mat 22:37-39 - “(37)
Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”.
Menurut saya tafsiran William Hendriksen ini
sama sekali tidak cocok dengan kontext dari Ro 10:4 ini.
c. Penafsiran Lenski.
Lenski
menerima arti ‘end’ sebagai ‘akhir’.
Lenski (tentang Ro 10:4): “The
emphasis is on the predicate which is placed forward, ‘an end of law,’ both
nouns are anarthrous: everything in the nature of law, including, of course,
the Mosaic law, but also all use made of law by moralists of any kind for
attaining righteousness before God, has been brought to an ‘end’ by Christ, and
it is folly for the Jews or for anyone else to pretend the contrary. Τέλος is not aim, object, or fulfillment; it
is ‘end,’ finish, windup. .... When Christ obtained the
righteousness of God for us, which is made ours by faith, all law was cast aside as being in any sense
able to win righteousness for us. ... But ‘Christ’ does not mark a
date in history as though from that date forward all law was ended while before
that date law was the means for righteousness, or before that men were
excusable for trying law. Heb. 13:8. Christ was ‘an end of law for
righteousness’ from the beginning, for Abraham as much as for us, by divine
promise as well as by fulfillment. Abraham was justified by faith without works
exactly as we are (4:2, etc.).” [= Penekanannya
ada pada predikatnya yang ditempatkan di depan, ‘suatu akhir dari hukum’, kedua
kata benda tidak mempunyai kata sandang tertentu: segala sesuatu dalam sifat
dasar / hakekat dari hukum, termasuk, tentu saja, hukum Taurat Musa, tetapi
juga semua penggunaan hukum oleh para moralist dari jenis apapun untuk mencapai
kebenaran di hadapan Allah, telah dibawa pada suatu ‘akhir’ oleh Kristus, dan
adalah tolol bagi orang-orang Yahudi atau bagi orang lain manapun untuk
menganggap sebaliknya. TELOS bukanlah tujuan, atau
penggenapan; itu adalah ‘akhir’. ...
Pada waktu Kristus mendapatkan kebenaran Allah bagi kita, yang menjadi milik
kita oleh iman, SEMUA HUKUM DISINGKIRKAN SEBAGAI
DALAM ARTI APAPUN BISA MEMENANGKAN KEBENARAN BAGI KITA. ... Tetapi
‘Kristus’ tidak menandai suatu tanggal dalam sejarah seakan-akan sejak tanggal
itu dan seterusnya semua hukum berakhir sedangkan sebelum tanggal itu hukum
adalah cara / jalan untuk kebenaran, atau sebelum itu manusia dimaafkan untuk
mencoba hukum. Ibr 13:8. Kristus adalah ‘suatu akhir dari hukum untuk
kebenaran’ dari semula, bagi Abraham sama seperti bagi kita, oleh janji ilahi
maupun oleh penggenapan. Abraham dibenarkan oleh iman tanpa perbuatan persis
seperti kita (4:2, dsb).].
Rasanya kata-kata Lenski saling bertabrakan
sendiri. Kalau Kristus adalah akhir dari hukum Taurat dalam arti ‘hukum Taurat
itu bisa memenangkan kebenaran bagi kita’, maka adalah aneh bahwa pada jaman
sebelum Kristuspun hukum Taurat itu tak bisa memenangkan kebenaran bagi kita.
John Murray dan Charles Hodge kelihatannya
mempunyai pandangan yang sama dengan Lenski, tetapi Hodge menambahkan bahwa hukum Taurat dihapuskan, bukan
sebagai suatu peraturan kehidupan, tetapi sebagai suatu jalan pada
kebenaran / kehidupan.
Menurut William G. T. Shedd, ini juga
merupakan pandangan dari Agustinus dan Martin Luther.
John Stott juga mempunyai pandangan yang sama
dengan Lenski, dan ia memberikan tambahan yang kurang lebih sama seperti yang
diberikan oleh Hodge, tetapi secara lebih mendetail.
John Stott (tentang Ro 10:4): “But the abrogation of the
law gives no legitimacy either to antinomians, who claim that they can sin as
they please because they are ‘not under law but under grace’ (6:1,15), or to
those who maintain that the very category of ‘law’ has been abolished by Christ
and that the only absolute left is the command to love. When Paul wrote that we
have ‘died’ to the law, and been ‘released’ from it (7:4,6), so that we are no
longer ‘under’ it (6:15), he was referring to the law as the way of getting
right with God.” [=
Tetapi penghapusan hukum Taurat tidak memberikan
legitimasi / keabsahan atau kepada orang-orang yang anti hukum, yang mengclaim
bahwa mereka bisa berbuat dosa seperti yang mereka senangi karena mereka ‘tidak
berada di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kasih karunia’ (6:1,15), atau
kepada mereka yang mempertahankan bahwa hukum Taurat telah dihapuskan oleh
Kristus dan bahwa satu-satunya hal mutlak yang tertinggal adalah perintah untuk
mengasihi. Pada waktu Paulus menulis bahwa kita telah ‘mati’
terhadap / bagi hukum Taurat, dan telah ‘dibebaskan’ darinya (7:4,6), sehingga
kita tidak lagi berada ‘di bawah’nya (6:15), ia
sedang menunjuk pada hukum Taurat sebagai
suatu jalan untuk berdamai dengan Allah.].
Ro 6:1,15 - “(1) Jika demikian, apakah yang
hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin
bertambah kasih karunia itu? ... (15) Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat
dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih
karunia? Sekali-kali tidak!”.
Ro 7:4,6 - “(4) Sebab itu,
saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus,
supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan
dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah. ... (6) Tetapi sekarang kita
telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang
mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh
dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.”.
d. Penafsiran Calvin.
Kata Yunani
TELOS yang diterjemahkan ‘the end’ [= akhir / tujuan] bisa berarti ‘sesuatu yang menyempurnakan’. Jadi, artinya:
ketaatan / kebenaran yang sempurna dicapai dengan iman dalam Kristus (baca
Ro 10:1-4). Calvin, sekalipun tidak menyalahkan terjemahan ini, tetap
lebih memilih terjemahan ‘tujuan’.
Calvin
(tentang Ro 10:4): “The word ‘completion,’ seems not to me unsuitable
in this place; and Erasmus has rendered it ‘perfection:’ but as the other reading is almost universally approved, and is
not inappropriate, readers, for my part, may retain it.” [= Kata ‘pelengkapan’ bagi saya
kelihatannya bukannya tidak cocok di tempat ini; dan Erasmus telah
menterjemahkannya ‘kesempurnaan’: tetapi pembacaan yang lain disetujui hampir
secara universal, dan bukanlah tidak tepat, pembaca, untuk saya, bisa
mempertahankannya.].
Calvin
(tentang Ro 10:4): “The
Apostle obviates here an objection which might have been made against him; for
the Jews might have appeared to have kept the right way by depending on the
righteousness of the law. It was necessary for him to disprove this false
opinion; and this is what he does here. He shows that he is a false interpreter
of the law, who seeks to be justified by his own works; because the law had been given for this end, - to lead us as by the
hand to another righteousness: nay, whatever the law teaches, whatever it commands,
whatever it promises, has always a reference to Christ as its main object; and
hence all its parts ought to be applied to him. But this cannot be done, except
we, being stripped of all righteousness, and confounded with the knowledge of
our sin, seek gratuitous righteousness from him alone. ... For though the law
promises reward to those who observe its righteousness, it yet substitutes,
after having proved all guilty, another righteousness in Christ, which is not
attained by works, but is received by faith as a free gift.” [= Sang Rasul mencegah / mengantisipasi suatu
keberatan yang bisa dibuat terhadap / menentang dia; karena orang-orang Yahudi
bisa kelihatan telah memelihara cara / jalan yang benar dengan bergantung pada
kebenaran dari hukum Taurat. Adalah perlu bagi dia untuk membuktikan salah
pandangan salah ini; dan ini adalah apa yang ia lakukan di sini. Ia menunjukkan
bahwa ia adalah seorang penafsir yang salah / sesat dari hukum Taurat, yang
mencari untuk dibenarkan oleh pekerjaan / perbuatan baiknya sendiri; karena hukum Taurat telah diberikan untuk tujuan ini, - membimbing kita seperti dengan tangan pada kebenaran
yang lain; tidak, apapun yang hukum Taurat ajarkan, apapun yang hukum Taurat
perintahkan, apapun yang hukum Taurat janjikan, selalu mempunyai referensi
dengan Kristus sebagai tujuan
utamanya; dan karena itu semua bagian-bagiannya harus diterapkan
kepada Dia. Tetapi ini tidak bisa dilakukan, kecuali
kita, ditelanjangi dari semua kebenaran, dan dibingungkan / dibuat jadi
frustrasi oleh pengetahuan tentang dosa kita, mencari kebenaran yang bersifat
kasih karunia dari Dia saja. ... Karena
sekalipun hukum Taurat menjanjikan upah / pahala kepada mereka yang mentaati /
menghormati kebenarannya, tetapi itu menggantikan, setelah membuktikan semua
orang bersalah, suatu kebenaran yang lain di dalam Kristus, yang tidak dicapai
oleh pekerjaan / perbuatan baik, tetapi diterima oleh / dengan iman sebagai
suatu karunia yang cuma-cuma.].
Bdk. Gal 3:24 - “Jadi
hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita
dibenarkan karena iman.”.
Pulpit Commentary, John Walvoord (Bible
Knowledge Commentary) dan Jamieson, Fausset & Brown juga mempunyai
pandangan seperti Calvin.
Pulpit Commentary (tentang Ro 10:4): “The
word ‘end’ (τέλος) might
in itself mean (1) termination, (2) fulfilment, (3) aim of purpose, which is
the evident meaning of the word in 1 Tim. 1:5 and 1 Pet. 1:9. This last seems
best to suit the line of thought in this place. The Jews evinced ignorance,
i.e. of the real meaning and purpose of Law, in resting on it for
justification. This is St. Paul’s constant position in speaking of the office
of Law - that it could not and was never meant to justify, but rather to
convince of sin; to establish the need of, and excite a craving for,
redemption; and so prepare men to appreciate and accept the righteousness of
God in Christ which was its τέλος” [=
Kata ‘end’ (TELOS) dalam dirinya sendiri bisa berarti (1) akhir, (2)
penggenapan, (3) tujuan dari rencana, yang
merupakan arti yang jelas dari kata itu dalam 1Tim 1:5 dan 1Pet 1:9.
Yang terakhir ini kelihatannya paling sesuai dengan garis pemikiran di tempat
ini. Orang-orang Yahudi secara jelas menunjukkan ketidak-tahuan, yaitu tentang
arti dan tujuan sebenarnya dari hukum Taurat, dengan bersandar padanya untuk
pembenaran. Ini adalah posisi yang tetap dari Santo
Paulus dalam berbicara tentang tugas dari hukum Taurat - bahwa hukum Taurat itu
tidak bisa dan tidak pernah dimaksudkan untuk membenarkan, tetapi sebaliknya
untuk menunjukkan / membuktikan tentang dosa; untuk meneguhkan kebutuhan
tentang, dan membangkitkan suatu keinginan untuk, penebusan; dan dengan
demikian mempersiapkan manusia untuk menghargai dan menerima kebenaran dari
Allah dalam Kristus yang adalah TELOS / tujuannya].
Kata Yunani TELOS memang diterjemahkan ‘tujuan’ dalam ayat-ayat ini:
1Tim 1:5 - “Tujuan
nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang
murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”.
1Pet 1:9 - “karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu
keselamatan jiwamu.”.
Saya sendiri memilih pandangan ke 4, tetapi
yang manapun pandangan yang dipilih, yang jelas adalah bahwa bagaimanapun juga,
ayat ini tidak berarti bahwa Perjanjian Lama / hukum Taurat dihapuskan sejak
Kristus datang.
4. Gal 3:23-25 - “(23) Sebelum iman itu datang kita berada di bawah
pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu
telah dinyatakan. (24) Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai
Kristus datang, supaya kita
dibenarkan karena iman. (25) Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun.”.
Ay 24a (LAI): “Jadi hukum Taurat
adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang”.
Ini salah terjemahan, dan persis sama salahnya dengan terjemahan dari RSV.
KJV: ‘Wherefore
the law was our schoolmaster to bring us unto Christ,’ [= Karena itu hukum Taurat
adalah guru / penuntun kita untuk membawa kita kepada Kristus,].
Catatan: dalam KJV kata-kata ‘to bring us’ [= untuk membawa kita] dicetak dengan huruf miring,
untuk menunjukkan bahwa kata-kata itu tidak ada dalam bahasa aslinya. NIV/NASB
menyuplai dengan kata-kata ‘to lead us’ [= untuk membimbing kita].
Jadi terjemahan hurufiahnya, adalah: “Jadi / karena itu hukum Taurat adalah guru / penuntun kita kepada
Kristus”.
Calvin
(tentang Gal 3:23): “We must again remind the reader that Paul does not treat
exclusively of ceremonies, or of the moral law, but embraces the whole economy
by which the Lord governed his people under the Old Testament. ... Paul
compares this law first to a ‘prison,’ and next to a ‘schoolmaster.’” [=
Kita harus mengingatkan para pembaca lagi bahwa Paulus tidak membicarakan
secara eksklusif tentang Ceremonial Law atau tentang Moral Law, tetapi
merangkul seluruh struktur dengan mana Tuhan memerintah umatNya di bawah
Perjanjian Lama. ... Paulus membandingkan hukum Taurat ini pertama-tama dengan
suatu ‘penjara’, dan selanjutnya dengan seorang
‘guru’.].
Catatan: tentang ‘penjara’
perhatikan kata ‘dikurung’ (Gal 3:23), dan tentang ‘guru’ perhatikan kata ‘penuntun’ (Gal
3:24,25).
Tentang arti dari kata ‘dikurung’ dalam ay 23, William Hendriksen mengatakan
sebagai berikut:
“Now before this
faith in the Christ of history arrived, hence during the old dispensation, ‘we,’ says Paul, ‘were kept in custody’ under law.
God’s moral law filled the hearts of the Jews with a sense of guilt and
inadequacy. They were obliged to fulfil it, yet
were unable to do so. Of course, even then there was a way of escape provided
by the Lord himself, namely, trust in God’s promise concerning the ‘seed,’ and
thus salvation ‘without money and without price’ (Gen. 3:15; 22:18; 49:10; II
Sam. 7:13; Job 19:23–27; Ps. 40:6, 7; Isa. 1:18; 9:1, 2, 6; 40:1–5, 11; 53;
55:1, 6, 7; Jer. 23:6; Mic. 5:2; Zech. 13:1), but most of the Jews had failed
to avail themselves of this glorious opportunity. They refused to grasp the
hand that was extended to them, and instead began to look upon strict obedience
to law as a means whereby they must try to obtain salvation for and by
themselves. Not only the moral law must be kept,
however, but also the ceremonial. The latter was interpreted and
re-interpreted. It was ‘embellished’ by the rabbis, augmented almost beyond
recognition, until its observance had become an oppressive burden, a galling
yoke, from which no mere man offered any way of escape. Because of their own stubbornness the law, in its most
comprehensive sense, thus held the Jews in strictest custody; ... The Jews, then, were locked up, shut
in from every side (as in verse 22). But God’s grand
design was to be openly revealed, so that the stubbornness of men, for which
they, they alone, were responsible, would lead to the open display of his mercy: ‘being locked up with a view to the faith that was to
be revealed’ in connection with the coming and work of the Redeemer and the
outpouring of his Spirit.” [=
Sebelum
iman kepada ‘Kristus dari sejarah’ ini tiba, jadi selama jaman Perjanjian Lama,
‘kami / kita’, kata Paulus, ‘dijaga / ditahan’ di
bawah hukum Taurat. Hukum moral Allah
mengisi / memenuhi hati dari orang-orang Yahudi dengan suatu perasaan bersalah
dan ketidak-cukupan. Mereka diwajibkan menggenapinya, tetapi tidak
mampu melakukannya. Tentu saja, bahkan pada saat
itu di sana ada suatu jalan lolos yang disediakan oleh Tuhan sendiri, yaitu
kepercayaan pada janji-janji Allah berkenaan dengan ‘benih / keturunan’, dan
dengan demikian keselamatan ‘adalah tanpa uang dan tanpa harga’ (Kej 3:15;
22:18; 49:10; 2Sam 7:13; Ayub 19:23–27; Maz 40:7,8; Yes 1:18; 9:1,2,6;
40:1–5,11; 53; 55:1,6,7; Yer 23:6; Mikha 5:2; Zakh 13:1), tetapi kebanyakan
orang Yahudi telah gagal untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang mulia ini.
Mereka menolak untuk memegang tangan yang diulurkan kepada mereka, dan
sebaliknya mulai memandang pada ketaatan yang ketat sebagai suatu cara / jalan
dengan mana mereka harus berusaha untuk mendapatkan keselamatan UNTUK dan OLEH
diri mereka sendiri. Tetapi, bukan hanya hukum
moral harus ditaati, melainkan juga hukum upacara. Yang belakangan
ini ditafsirkan dan ditafsirkan ulang. Itu ‘dihiasi / dibumbui’ oleh rabi-rabi,
diperbanyak / ditambah sampai hampir tak bisa dikenali, sehingga ketaatan
terhadapnya telah menjadi suatu beban yang sangat menekan, suatu kuk yang
menyakitkan, dari mana tak ada semata-mata manusia biasa ditawari jalan lolos
apapun. Karena kekeraskepalaan mereka hukum Taurat, dalam arti yang paling
luas / menyeluruh, menahan orang-orang Yahudi dalam penjagaan yang paling ketat; ... Jadi,
orang-orang Yahudi dikurung, dikurung dari setiap sisi (seperti dalam ay 22).
Tetapi rancangan yang agung / hebat dari Allah harus
dinyatakan secara terbuka, sehingga kekeraskepalaan manusia, untuk mana mereka,
mereka sendiri, bertanggung jawab, akan membimbing pada pertunjukan terbuka
dari belas kasihanNya: ‘dikurung dengan suatu pandangan pada iman yang akan
dinyatakan’ berkenaan dengan kedatangan dan pekerjaan dari sang Penebus dan
pencurahan RohNya.].
Gal 3:22 - “Tetapi Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan
dosa, supaya oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu
diberikan kepada mereka yang percaya.”.
Calvin
(tentang Gal 3:23): “Faith denotes the full revelation
of those things which, during the darkness of the shadows of the law, were
dimly seen; for he does not intend to say that the fathers, who lived under the
law, did not possess faith. ... The doctrine of faith, in short, is attested by
Moses and all the prophets: but, as faith was not then clearly manifested, so
the time of faith is an appellation here
given, not in an absolute, but in a comparative sense, to the time of the New
Testament. That this was his meaning is evident from what he immediately adds,
that they were ‘shut up under the faith which should afterwards be revealed;’ for this implies that those who were under the custody of the law
were partakers of the same faith.” [= Iman
menunjukkan penyataan / wahyu penuh dari hal-hal itu yang, selama kegelapan
dari bayangan dari hukum Taurat, dilihat secara kabur / tidak jelas; karena ia
tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa bapa-bapa, yang hidup di bawah hukum
Taurat, tidak memiliki iman. ... Singkatnya, doktrin tentang iman,
ditegaskan oleh Musa dan semua nabi-nabi: tetapi, karena iman pada saat itu
tidak dimanifestasikan dengan jelas, maka saat /
jaman dari iman adalah suatu penyebutan yang diberikan di sini, bukan dalam
arti yang mutlak tetapi dalam arti perbandingan, dengan saat / jaman Perjanjian
Baru. Bahwa ini adalah artinya adalah jelas dari apa yang langsung
ia tambahkan, bahwa mereka ‘dikurung di bawah iman yang harus dinyatakan
belakangan’; karena ini secara implicit menunjukkan bahwa mereka, yang ada di
bawah penjagaan / pengawasan dari hukum Taurat, adalah pengambil-pengambil
bagian dari iman yang sama.].
Calvin
(tentang Gal 3:23): “Faith was not yet revealed, not because the fathers wanted light, but because they had less
light than we have. The ceremonies might be said to shadow out an absent
Christ, but to us he is represented as actually present, and thus while they
had the mirror, we have the substance. Whatever might be the amount of darkness
under the law, the fathers were not ignorant of the road in which they ought to
walk. Though the dawn is not equal to the splendor of noon, yet, as it is
sufficient to direct a journey, travelers do not wait till the sun is fully
risen. Their portion of light resembled the dawn, which was enough to preserve
them from all error, and guide them to everlasting blessedness.” [= Iman belum
dinyatakan, bukan karena bapa-bapa tidak mempunyai terang, tetapi karena mereka
mempunyai lebih sedikit terang dari yang kita punyai.
Upacara-upacara bisa dikatakan membayangkan seorang Kristus yang absen, tetapi
bagi kita Ia digambarkan sebagai hadir secara sungguh-sungguh, dan karena itu
sementara mereka mempunyai cermin, kita mempunyai hakekatnya. Seberapapun jumlah kegelapan di bawah hukum Taurat,
bapa-bapa bukannya tidak tahu tentang jalan dalam mana mereka harus berjalan.
Sekalipun subuh tidak setara dengan terangnya tengah hari, tetapi karena itu
cukup untuk mengarahkan suatu perjalanan, para pelancong tidak menunggu sampai
matahari terbit sepenuhnya. Bagian terang mereka menyerupai subuh, yang cukup
untuk menjaga mereka dari kesalahan, dan membimbing mereka pada keadaan
diberkati yang kekal.].
Calvin (tentang Gal 3:24):
“A schoolmaster is not appointed for the whole life, but only for
childhood, as the etymology of the Greek word παιδαγωγός
implies. Besides, in training a child, the object is to prepare
him, by the instructions of childhood, for maturer years. ... he adds, that it
was our schoolmaster (εἰς Χριστὸν) ‘unto Christ.’ The grammarian, when he
has trained a boy, delivers him into the hands of another, who conducts him
through the higher branches of a finished education. In like manner, the law
was the grammar of theology, which, after carrying its scholars a short way,
handed them over to faith to be completed. Thus, Paul
compares the Jews to children, and us to advanced youth.” [= Seorang guru / penuntun tidak
ditetapkan untuk seluruh hidup, tetapi hanya untuk masa kanak-kanak, seperti
yang ditunjukkan secara implicit oleh etymology
/ asal usul dari kata Yunani PAIDAGOGOS. Disamping, dalam melatih seorang anak,
tujuannya adalah untuk mempersiapkan dia, oleh pengajaran dari masa
kanak-kanak, untuk tahun-tahun yang lebih matang / dewasa. ... ia menambahkan,
bahwa itu (hukum Taurat)
adalah guru / penuntun kita (EIS KHRISTON) ‘kepada Kristus’. Ahli gramatika,
pada waktu ia telah melatih seorang anak, menyerahkannya ke dalam tangan dari
orang lain, yang menuntun dia melalui bagian-bagian yang lebih tinggi dari
suatu pendidikan tertinggi. Dengan cara yang sama,
hukum Taurat adalah gramatika dari theologia, yang setelah membawa pelajar-pelajarnya
secara singkat, menyerahkan mereka kepada iman untuk disempurnakan /
dilengkapkan. Jadi, Paulus membandingkan orang-orang Yahudi dengan
anak-anak, dan kita dengan orang muda yang lebih maju / tinggi.].
Catatan: etymology = ilmu asal usul kata.
Calvin
(tentang Gal 3:24): “But a
question arises, what was the instruction or education of this schoolmaster?
First, the law, by displaying the justice of God, convinced them that in
themselves they were unrighteous; for in the commandments of God, as in a
mirror, they might see how far they were distant from true righteousness. They
were thus reminded that righteousness must be sought in some other quarter. The
promises of the law served the same purpose, and might lead to such reflections
as these: ‘If you cannot obtain life by works but by fulfilling the law, some
new and different method must be sought. Your weakness will never allow you to
ascend so high; nay, though you desire and strive ever so much, you will fall
far short of the object.’ The threatenings, on the other hand, pressed and
entreated them to seek refuge from the wrath and curse of God, and gave them no
rest till they were constrained to seek the grace of Christ.” [= Tetapi suatu pertanyaan muncul, apa
instruksi atau pendidikan dari guru / penuntun ini? Pertama, hukum Taurat,
dengan menunjukkan keadilan Allah, meyakinkan mereka bahwa dalam diri mereka
sendiri mereka tidak benar; karena dalam perintah-perintah Allah, seperti dalam
sebuah cermin, mereka bisa melihat betapa jauh mereka dari kebenaran yang
sejati. Dengan demikian mereka diingatkan bahwa kebenaran harus dicari di
tempat lain. Janji-janji dari hukum Taurat mempunyai tujuan / fungsi yang sama,
dan bisa membimbing pada pikiran-pikiran seperti ini: ‘Jika kamu tidak bisa
mendapatkan kehidupan oleh perbuatan-perbuatan baik kecuali dengan menggenapi
hukum Taurat, suatu metode yang baru dan berbeda harus dicari. Kelemahanmu
tidak pernah mengijinkan kamu untuk naik begitu tinggi; tidak, sekalipun kamu
ingin dan berjuang begitu banyak, kamu mencapai jauh dari tujuannya’. Di sisi
lain, ancaman-ancamannya menekan dan mendesak mereka untuk mencari perlindungan
dari murka dan kutuk dari Allah, dan tidak memberi mereka istirahat /
ketenangan sampai mereka dipaksa untuk mencari kasih karunia Kristus.].
Calvin
(tentang Gal 3:24): “Such
too, was the tendency of all the ceremonies; for what end did sacrifices and
washings serve but to keep the mind continually fixed on pollution and
condemnation? When a man’s uncleanness is placed before his eyes, when the
unoffending animal is held forth as the image of his own death, how can he
indulge in sleep? How can he but be roused to the earnest cry for deliverance?
Beyond all doubt, ceremonies accomplished their object, not merely by alarming
and humbling the conscience, but by exciting them to the faith of the coming
Redeemer. In the imposing services of the Mosaic ritual, every thing that was
presented to the eye bore an impress of Christ. The law, in short, was nothing
else than an immense variety of exercises, in which the worshippers were led by
the hand to Christ.” [=
Demikian juga, kecenderungan dari semua upacara-upacara; karena apa tujuan dari
korban-korban dan pembasuhan-pembasuhan kecuali menjaga supaya pikiran terus
menerus terpancang pada polusi dan penghukuman? Pada waktu kenajisan seseorang
ditempatkan di depan matanya, pada waktu binatang yang tidak melanggar hukum
dibicarakan sebagai gambaran dari kematiannya sendiri, bagaimana ia bisa
memuaskan diri dalam tidur? Bagaimana ia bisa tidak dibangkitkan pada teriakan
yang sungguh-sungguh untuk pembebasan? Tak ada keraguan, upacara-upacara
mencapai tujuan mereka, bukan semata-mata dengan memperingati dan merendahkan
hati nurani, tetapi dengan membangkitkan / merangsang mereka pada iman dari / tentang
Penebus yang mendatang. Dalam menegakkan pelayanan-pelayanan dari
upacara-upacara Musa, segala sesuatu yang ditunjukkan pada mata mengandung /
memuat kesan / tanda dari Kristus. Singkatnya, hukum Taurat bukan lain dari
suatu keaneka-ragaman yang besar dari gerakan / latihan, dalam mana para
penyembah dibimbing / dituntun dengan tangan kepada Kristus.].
Bdk. Ibr 10:1-4 - “(1) Di
dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan
datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan
korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat
tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya.
(2) Sebab jika hal itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi,
sebab mereka yang melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah
disucikan sekali untuk selama-lamanya. (3) Tetapi justru oleh korban-korban itu
setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa. (4) Sebab tidak mungkin
darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.”.
Calvin
(tentang Gal 3:25): “‘But after that faith is come.’ This phrase has been already considered. It denotes the
brighter revelation of grace after that ‘the vail of the temple was rent in
twain,’ (Matthew 27:51,) which, we know, was effected by the manifestation of
Christ. He affirms that, under the reign of Christ, there is no longer any
childhood which needs to be placed under a schoolmaster, and that,
consequently, the law has resigned its office, - which is another application
of the comparison. There were two things which he had undertaken to prove, -
that the law is a preparation for Christ, and that it is temporal. But here the question is again put, Is the law so abolished that we
have nothing to do with it? I answer, the law, so far as it is a rule of life,
a bridle to keep us in the fear of the Lord, a spur to correct the sluggishness
of our flesh, - so far, in short, as it is ‘profitable for doctrine, for
reproof, for correction, for instruction in righteousness, that believers may
be instructed in every good work,’ (2 Timothy 3:16, 17,) - is as much in force
as ever, and remains untouched.” [= ‘Tetapi setelah iman itu datang’.
Ungkapan ini telah dipertimbangkan / dipikirkan. Itu menunjuk pada penyataan /
wahyu yang lebih terang tentang kasih karunia setelah ‘tirai Bait Suci terbelah
dua’ (Mat 27:51), yang, kita tahu, dihasilkan / disebabkan oleh manifestasi
dari Kristus. Ia menegaskan bahwa, di bawah pemerintahan Kristus, di sana tidak
ada lagi masa kanak-kanak yang membutuhkan untuk ditempatkan di bawah seorang
guru / penuntun, dan bahwa, sebagai akibatnya, hukum Taurat telah meletakkan
jabatannya / mundur dari jabatannya, - yang merupakan penerapan yang lain dari
perbandingan itu. Di sana ada dua hal yang telah ia usahakan untuk buktikan, -
bahwa hukum Taurat adalah suatu persiapan untuk Kristus, dan bahwa hukum Taurat
bersifat sementara. Tetapi di sini pertanyaannya
diberikan lagi, ‘Apakah hukum Taurat
dihapuskan sedemikian rupa sehingga kita tak lagi mempunyai urusan apapun
dengannya? Saya menjawab, hukum Taurat, sejauh itu merupakan peraturan
kehidupan, suatu kekang untuk menjaga kita dalam rasa takut akan Tuhan,
suatu pendorong untuk membetulkan kelambanan daging kita, - singkatnya, sejauh
itu berguna untuk ajaran, untuk teguran, untuk perbaikan, untuk instruksi dalam
kebenaran, supaya orang-orang percaya bisa diajar dalam setiap pekerjaan /
perbuatan baik’, (2Tim 3:16-17), - tetap
berlaku seperti sebelumnya, dan tetap tak tersentuh.].
2Tim 3:16-17
- “(16)
Segala tulisan yang diilhamkan Allah
memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (17) Dengan demikian
tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”.
Bagian yang
saya garis-bawahi itu salah terjemahan!
NASB: ‘All Scripture is inspired by
God’ [= Seluruh Kitab Suci diilhamkan
oleh Allah].
Calvin
(tentang Gal 3:25): “In
what respect, then, is it abolished? Paul, we have said, looks at the law as
possessing certain qualities, and those qualities we shall enumerate. It
annexes to works a reward and a punishment; that is, it promises life to those
who keep it, and curses all transgressors. Meanwhile, it requires from man
the highest perfection and most exact obedience. It makes no abatement, gives
no pardon, but calls to a severe reckoning the smallest offenses. It does not
openly exhibit Christ and his grace, but points him out at a distance, and only
when hidden by the covering of ceremonies. All such qualities of the law, Paul
tells us, are abolished; so that the office of Moses
is now at an end, so far as it differs
in outward aspect from a covenant of grace.” [= Jadi, dalam hal apa itu (hukum Taurat)
dihapuskan? Paulus, seperti telah kami katakan, melihat hukum Taurat sebagai
memiliki kwalitet-kwalitet tertentu, dan kwalitet-kwalitet itu akan kami
sebutkan satu per satu. Hukum Taurat menggabungkan perbuatan dengan pahala dan
hukuman; yaitu, hukum Taurat menjanjikan kehidupan kepada mereka yang
mentaatinya, dan mengutuk semua pelanggar. Sementara itu, hukum Taurat menuntut
dari manusia kesempurnaan tertinggi dan ketaatan yang paling persis / seksama.
Hukum Taurat tidak membuat pengurangan, tidak memberikan pengampunan, tetapi
memperhitungkan dengan keras pelanggaran-pelanggaran yang terkecil. Hukum
Taurat tidak secara terbuka menunjukkan Kristus dan kasih karuniaNya, tetapi
menunjuk kepadaNya dari jauh, dan hanya pada waktu tersembunyi oleh penutup
dari upacara-upacara. Semua kwalitet-kwalitet hukum
Taurat seperti itu, Paulus memberitahu kita, dihapuskan; sehingga jabatan Musa
sekarang berakhir, sejauh itu berbeda
dalam aspek lahiriah dari suatu perjanjian kasih karunia.].
Jadi dari 2
kutipan terakhir di atas, Calvin telah menunjukkan dalam arti apa hukum Taurat
masih berlaku, dan dalam arti apa hukum Taurat sudah dihapuskan / tidak
berlaku.
Adam Clarke (tentang Gal 3:24): “‘The law was our schoolmaster’
... The law was our pedagogue unto Christ. The paidagoogos, ‘pedagogue,’ is
not the schoolmaster, but the servant who had the care of the children
to lead them to and bring them back from school, and had the care of them out
of school hours. Thus the law did not teach us the living, saving knowledge;
but, by its rites and ceremonies, and especially by its sacrifices, it directed
us to Christ, that we might be justified by faith.” [=
‘Hukum Taurat adalah guru / penuntun kita’ ... Hukum Taurat adalah ‘pedagogue’
kita kepada Kristus. PAIDAGOGOS, ‘pedagogue’ bukanlah sang guru, tetapi pelayan
yang mengasuh anak-anak untuk membimbing mereka ke sekolah dan membawa mereka
kembali dari sekolah, dan mengasuh / memperhatikan mereka di luar jam sekolah.
Jadi / maka hukum Taurat tidak mengajar kita pengetahuan yang hidup,
menyelamatkan; tetapi oleh upacara-upacaranya, dan khususnya oleh
korban-korbannya, itu mengarahkan kita kepada Kristus, supaya kita bisa
dibenarkan oleh iman.].
Catatan: ‘pedagogue’ bukanlah guru tetapi budak yang mengantar anak ke
sekolah. Hendriksen dan Barclay juga memberi arti yang sama seperti yang
diberikan oleh Adam Clarke tentang kata PAIDAGOGOS ini.
Lenski (tentang Gal 3:24): “Paul is
speaking of the ceremonial contents of the Mosaic law which were completely
abrogated when Christ came, which had fulfilled the purpose for which they had
been given when the faith was revealed (v. 23). Yes, all the ceremonial
regulations served just as a slave-guardian did for the boy in his charge.” [=
Paulus sedang berbicara tentang isi upacara / ceremonial dari hukum Taurat Musa
yang sama sekali dihapuskan pada waktu Kristus datang, yang telah menggenapi
tujuan untuk mana mereka telah diberikan pada waktu iman dinyatakan (ay 23).
Ya, semua peraturan-peraturan upacara / ceremonial hanya berfungsi hanya
seperti yang dilakukan oleh seorang budak penjaga untuk anak yang ada dalam
tanggung jawabnya.].
Jadi Lenski menganggap ini hanya bicara
tentang Ceremonial Law, yang memang dihapuskan karena sudah digenapi oleh
Kristus.
Jadi, lagi-lagi ada beberapa penafsiran
tentang Gal 3:23-25 ini, tetapi tak ada dari tafsiran manapun yang
menganggap bahwa text ini menunjukkan bahwa hukum moral dari hukum Taurat sudah
dihapuskan!
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar