Pemahaman Alkitab
G. K. R. I. ‘GOLGOTA’
(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Rabu, tgl 19 Agustus 2015, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
PRO KONTRA TENTANG
PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN (10a)
II) Argumentasi-argumentasi yang mendukung tetap berlakunya
persembahan persepuluhan.
Jelas bahwa dalam membantah
argumentasi-argumentasi tentang sudah tidak berlakunya persembahan persepuluhan
dalam jaman Perjanjian Baru, saya sudah memberikan argumentasi-argumentasi
bahwa persembahan persepuluhan tetap berlaku pada jaman Perjanjian Baru, tetapi
di sini saya masih ingin menambahkan beberapa argumentasi lagi.
1) Alasan-alasan untuk memberi persembahan persepuluhan dalam
Perjanjian Lama tidak berbeda dengan dalam Perjanjian Baru.
Alasan-alasan untuk memberikan
persembahan persepuluhan dalam Perjanjian Lama:
a) Memberi persembahan persepuluhan merupakan suatu pengakuan
bahwa:
1. Tuhan adalah pemilik segala sesuatu.
2. Semua milik kita merupakan pemberian / berkat dari Tuhan.
3. Pekerjaan kita bisa berhasil juga karena berkat Tuhan.
Gary North:
“Man’s visible token of subordination before God is more
than participation in a ritual meal on a holy day once a week. It also has to
do with his subordination on the other six days of the week. It has to do with
that most tempting of rival religions, the religion of mammon. ‘No man can
serve two masters: for either he will hate the one, and love the other; or else
he will hold to the one, and despise the other. Ye cannot serve God and mammon’
(Matthew 6:24). ... Then what is man’s judicial token of subordination on the
other six days a week? The tithe. ... It is a visible announcement of God’s
original ownership, final ownership, and ownership at all points in between.
The doctrine of the covenantal tithe begins with an assumption: God owns it
all. He has a legal claim on it all. History is the period
in which God visibly extends His comprehensive claim of ownership to His legal
heir: His son, Jesus Christ. ‘Then cometh the end, when he shall have delivered
up the kingdom to God, even the Father; when he shall have put down all rule
and all authority and power. For he must reign, till he hath put all enemies
under his feet.’ (1 Corinthians 15:24-25) ... Until that day, covenant-keepers have a way to acknowledge God’s comprehensive legal claim on all things: the
tithe. This is a legal claim by God, as surely as is His claim of universal
ownership. The tithe is a judicially representative payment to God that symbolically announces two things: (1) God’s legal
claim on all things; (2) man’s legal claim on everything besides the tithe as
God’s delegated agent in history. God gets ten percent of all of man’s net
increase as a token (i.e., representative) payment, while man keeps ninety
percent as his legal commission from God. This is a very high commission.” [= Tanda ketundukan yang kelihatan dari manusia di hadapan Allah adalah
lebih dari partisipasi dalam suatu makanan ritual pada suatu hari kudus sekali
seminggu. Itu juga harus berhubungan dengan ketundukannya pada enam hari yang
lain dari minggu itu. Itu harus berhubungan dengan agama-agama saingan yang
paling menggoda, agama Mammon. ‘Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan.
Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain,
atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu
tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon’ (Mat 6:24). ... Jadi apa tanda ketundukan yang sah dari manusia pada enam
hari yang lain dari satu minggu? Persembahan persepuluhan. ... Itu adalah suatu pengumuman yang terlihat tentang kepemilikan
asli / pertama, kepemilikan akhir, dan kepemilikan pada semua titik / hal di
antaranya dari Allah. Doktrin tentang persembahan persepuluhan yang bersifat
perjanjian mulai dengan suatu anggapan: Allah memiliki semuanya. Ia mempunyai
suatu claim / tuntutan yang sah pada semuanya. Sejarah adalah periode dalam mana Allah secara kelihatan memperluas
tuntutan kepemilikanNya yang luas / menyeluruh kepada ahli warisNya yang sah:
AnakNya, Yesus Kristus. ‘Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia
menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala
pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan. Karena
Ia harus memegang pemerintahan
sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuhNya di bawah kakiNya.’ (1Kor
15:24-25) ... Sampai hari itu,
pemelihara-pemelihara perjanjian mempunyai suatu cara untuk mengakui claim /
tuntutan sah yang luas / menyeluruh dari Allah pada segala sesuatu: persembahan
persepuluhan. Ini adalah suatu claim / tuntutan dari
Allah, sama pastinya seperti claim / tuntutanNya tentang kepemilikan universal.
Persembahan persepuluhan merupakan suatu pemberian
secara hukum yang bersifat mewakili kepada Allah yang secara simbolis
mengumumkan dua hal: (1) Claim / tuntutan yang sah dari Allah pada segala
sesuatu; (2) claim / tuntutan sah dari manusia pada segala sesuatu disamping
persembahan persepuluhan sebagai agen yang diutus / mewakili Allah dalam
sejarah. Allah mendapatkan sepuluh persen dari semua pertambahan /
penghasilan bersih manusia sebagai suatu tanda (yaitu, wakil) pemberian,
sedangkan manusia menahan sembilan puluh persen sebagai orang-orang yang
diserahi tugas secara sah dari Allah. Ini adalah suatu tugas yang sangat
tinggi.] - ‘The
Covenantal Tithe’, hal 19-20 (Libronix).
Gary North:
“Covenant-breaking men resent this legal claim by God over
all things. They believe that they, possibly in conjunction with gods invented
by them, possess a legal claim to all creation. ... In God’s covenant, the
tithe is a representative payment that acknowledges the existence of a
hierarchy in which the Creator God of the Bible is sovereign, man is His
delegated agent, and the creation is under man. The payment of the tithe is
covenant-keeping man’s acknowledgment before heaven and hell that he honors
this covenantal arrangement as God’s covenantal subordinate and also as His agent
of dominion. Covenant-breaking men refuse to pay the tithe because they
understand that such a payment is a covenantal act of subordination. ... They
refuse to pay, thereby announcing to God and man, ‘This wealth is mine.’ They
do not acknowledge the truth which Moses announced to Israel: ‘But thou shalt
remember the Lord thy God: for it
is he that giveth thee power to get wealth, that he may establish his covenant
which he sware unto thy fathers, as it is this day’ (Deuteronomy 8:18).
Astoundingly, they find that they have allies in this covenantal act of
rebellion: Christian theologians. These theologians assure them that in the New
Covenant era, no such requirement to pay the tithe exists. It used to exist for
Israelites under the Mosaic law, but it no longer is required by God. Men are
free to give as much or as little to God as they see fit. Covenant-breaking men
are pleased with this message and enthusiastically adopt it as their own. They
give God as little as they see fit. When men retain any portion of the tithe to
spend as their own, on their own authority, they representatively sit at the
forbidden tree and eat. The payment of the tithe is a covenantal act of
subordination. It is a
Christian’s duty. The vast majority of covenant-keepers do not acknowledge this
duty (?). Most of them are deceived, just as Eve
was deceived. ... A man may say, ‘I will freely give ninety percent to God and
keep only ten percent for myself, but only on these terms: I have the legal
right to keep all of it.’ This is an announcement of man’s autonomy.
Judicially, he is saying loud and clear that he has full legal control over the
tithe. He can lawfully do whatever he wants with all of his money. He has the
right to fund any causes he believes in, or none. He has the right to spend it
all on toys. The supreme issue, he insists, is not where he spends it but
rather his legal right to spend it. This is a legal issue, he says. It is,
indeed.” [= Para pelanggar perjanjian
benci akan claim yang sah dari Allah atas segala sesuatu ini. Mereka percaya
bahwa mereka, mungkin bersama-sama dengan allah-allah / dewa-dewa yang mereka
ciptakan / temukan, memiliki suatu claim yang sah terhadap semua ciptaan. ... Dalam perjanjian Allah, persembahan persepuluhan merupakan
suatu pemberian yang bersifat wakil yang mengakui keberadaan dari suatu
hirarkhi dalam mana Allah sang Pencipta dari Alkitab adalah berdaulat, manusia
adalah agen yang mewakiliNya, dan ciptaan ada di bawah manusia. Pemberian persembahan persepuluhan adalah pengakuan orang yang
mentaati perjanjian di depan surga dan neraka bahwa ia menghormati pengaturan
perjanjian ini sebagai bawahan dalam perjanjian Allah dan juga sebagai agen
kekuasaanNya. Para pelanggar
perjanjian menolak untuk memberikan persembahan persepuluhan karena mereka
mengerti bahwa pemberian seperti itu merupakan suatu tindakan perjanjian dari
ketundukan. ... Mereka menolak untuk memberi,
dengan itu mengumumkan kepada Allah dan manusia, ‘Kekayaan ini adalah milikku’.
Mereka tidak mengakui kebenaran yang Musa umumkan
kepada Israel:
‘Tetapi engkau harus mengingat TUHAN Allahmu: karena Ialah yang memberimu
kekuatan untuk mendapatkan kekayaan, supaya Ia bisa meneguhkan perjanjianNya
yang Ia ikrarkan dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini’ (Ul
8:18). Secara mengherankan, mereka mendapati bahwa mereka mempunyai
sekutu-sekutu dalam tindakan pemberontakan perjanjian ini: ahli-ahli theologia
Kristen. Ahli-ahli theologia ini meyakinkan mereka bahwa dalam jaman Perjanjian
Baru, tidak ada tuntutan untuk memberi persembahan persepuluhan seperti itu.
Dulu itu ada di bawah hukum Taurat Musa, tetapi itu tidak lagi dituntut oleh
Allah. Manusia bebas untuk memberi kepada Allah sebanyak atau sesedikit seperti
yang mereka anggap cocok. Orang-orang yang melanggar perjanjian senang dengan
berita ini dan dengan bersemangat menerimanya sebagai pandangan mereka. Mereka
memberi kepada Allah sesedikit seperti yang mereka anggap cocok. Pada waktu
orang-orang menahan bagian apapun dari persembahan persepuluhan untuk menghabiskannya
seperti milik mereka sendiri, berdasarkan otoritas mereka sendiri, mereka duduk
secara mewakili pada pohon terlarang dan makan. Pemberian
persembahan persepuluhan merupakan tindakan ketundukan yang bersifat perjanjian.
Itu merupakan suatu kewajiban Kristen. Mayoritas
yang besar dari pemelihara-pemelihara perjanjian tidak mengakui kewajiban ini
(?). Kebanyakan dari mereka ditipu, persis sama seperti Hawa
ditipu. ... Seseorang bisa berkata, ‘Aku akan dengan sukarela memberi 90 %
kepada Allah dan menahan hanya 10 % untuk diriku sendiri, tetapi hanya dengan
syarat ini: Aku mempunyai hak yang sah untuk menahan semuanya’. Ini merupakan suatu pengumuman tentang otonomi manusia.
Secara hukum, ia sedang berkata dengan keras dan jelas bahwa ia mempunyai
kendali sah yang penuh atas persembahan persepuluhan. Ia bisa secara sah
melakukan apapun yang ia inginkan dengan semua uang itu. Ia mempunyai hak untuk
mendanai perkara apapun yang ia percayai, atau tidak mendanai perkara apapun.
Ia mempunyai hak untuk menghabiskannya semua untuk mainan. Ia berkeras bahwa
persoalan yang tertinggi bukanlah dimana ia menghabiskannya tetapi haknya yang
sah untuk menghabiskannya. Ini adalah suatu persoalan hukum,
katanya. Itu memang adalah persoalan hukum.] - ‘The Covenantal Tithe’, hal 21-22 (Libronix).
Catatan:
a. Kalimat yang saya beri tanda tanya, kelihatannya salah cetak /
tulis. Rasanya yang dimaksudkan bukan ‘pemelihara-pemelihara
perjanjian’ tetapi ‘pelanggar-pelanggar
perjanjian’.
b. Tidak seluruh kutipan ini saya setujui. Banyak orang menolak untuk
memberikan persembahan persepuluhan tanpa memikirkan apapun tentang perjanjian
yang dibicarakan oleh penulis ini. Juga tak semua ahli theologia anti
persembahan persepuluhan. Orang juga tak akan mau memberi 90 % dengan syarat
yang ia katakan. Tetapi point yang ia maksudkan adalah sangat jelas: orang yang
tak mau memberi persembahan persepuluhan menganggap semua uang / penghasilannya
adalah haknya sendiri, dan karena itu ia tak perlu memberi kepada Allah.
Ul 8:1-18 - “(1) ‘Segenap
perintah, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, haruslah kamu lakukan dengan
setia, supaya kamu hidup dan bertambah banyak dan kamu memasuki serta menduduki
negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu. (2) Ingatlah
kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di
padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan
mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah
engkau berpegang pada perintahNya atau tidak. (3) Jadi Ia merendahkan hatimu,
membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan
yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti,
bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang
diucapkan TUHAN. (4) Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu
tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini. (5) Maka haruslah engkau
insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari
anaknya. (6) Oleh sebab itu haruslah engkau berpegang pada perintah TUHAN,
Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya dan dengan takut akan
Dia. (7) Sebab TUHAN, Allahmu, membawa engkau masuk ke dalam negeri yang baik,
suatu negeri dengan sungai, mata air dan danau, yang keluar dari lembah-lembah
dan gunung-gunung; (8) suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon
anggur, pohon ara dan pohon delimanya; suatu negeri dengan pohon zaitun dan
madunya; (9) suatu negeri, di mana engkau akan makan roti dengan tidak usah
berhemat, di mana engkau tidak akan kekurangan apapun; suatu negeri, yang
batunya mengandung besi dan dari gunungnya akan kaugali tembaga. (10) Dan
engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji TUHAN, Allahmu,
karena negeri yang baik yang diberikanNya kepadamu itu. (11) Hati-hatilah,
supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah,
peraturan dan ketetapanNya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; (12) dan
supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang,
mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya, (13) dan apabila lembu
sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah
banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, (14) jangan engkau tinggi
hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau
keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, (15) dan yang memimpin engkau
melalui padang gurun yang besar dan dahsyat itu, dengan ular-ular yang ganas
serta kalajengkingnya dan tanahnya yang gersang, yang tidak ada air. Dia yang
membuat air keluar bagimu dari gunung batu yang keras, (16) dan yang di padang gurun memberi
engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkanNya
hatimu dan dicobaiNya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya. (17) Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan
kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. (18) Tetapi
haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan
kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud
meneguhkan perjanjian yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu,
seperti sekarang ini.”.
Tentang Ul 8:17, Calvin berkata bahwa dasar
terutama dari kesombongan adalah bahwa orang-orang menganggap kalau mereka
mendapatkan kekayaan karena diri mereka sendiri (kerajinan, kepandaian mereka
dsb). Allah memang menghendaki kita bekerja, tetapi hukum dalam persoalan
rohani berlaku juga dalam persoalan jasmani.
1Kor 3:5-7 - “(5) Jadi,
apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi
percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. (6) Aku
menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi
pertumbuhan. (7) Karena itu yang penting bukanlah
yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah
yang memberi pertumbuhan.”.
Calvin (tentang Ul
8:17): “17. ‘And thou say in, thy heart.’ He describes that kind of pride of which we have lately spoken,
viz., when men attribute to their own industry, or labor, or foresight, what
they ought to refer to the blessing of God. It has indeed been said, that our
hearts are uplifted in other ways also; but this is the principal ground of pride, to assume and assign to
ourselves what belongs to God. For nothing so
greatly confines us within the boundaries of humility and modesty as the
acknowledgment of God’s grace; for it is madness and temerity to raise our
crests against Him on whom we depend, and to whom we owe ourselves and all we
possess. Rightly, then, does Moses reprove the pride of the human heart which
arises from forgetfulness of God, if they think that they have gained by their
own exertions (marte suo) what God has given
them of His own pleasure, in order to lay them under obligation to Himself. ‘To
say in the heart,’ is a Hebraism for thinking in one’s self, or reflecting in
one’s self. He does not, therefore, only require the outward expression of the
lips, whereby men profess that they are grateful to God’s bounty, (for in this
there is often nothing more than hypocrisy and vanity;) but he would have them
seriously persuaded that whatever they possess is derived from His sheer
beneficence. He has already said, that although when they entered the land they
would be fed with bread and other foods, still the manna wherewith God had supported
them in the wilderness would be a perpetual proof that man is not sustained by
bread only, but by the secret virtue of God, which inspires the principle of
life. Another lesson is now added, viz., that because God formerly fed and
clothed them gratuitously, and without any act of their own, they thence are
taught that, even whilst they strenuously labor and strive, whatever they
acquire is not so much the reward of their own industry as the fruit of God’s
blessing. For he not only affirms that at their first entrance into the land
they were enriched, because God dealt with them liberally, but He extends this
to the whole course of human life, that men obtain nothing by their own
vigilance and diligence, except in so far as God blesses them from above. And
this he more fully explains immediately afterwards, where he commands them to
remember therefore that ‘it is God who giveth them power,’ etc. For although God would not have us slumber in inactivity, yet what
Paul says of the preaching of the Gospel, holds good also in the most trifling
matters, viz., that ‘neither is he that planteth anything, neither he that
watereth,’ but all things are in the power of God, by whose only influence it
is that the earth brings forth fruit. (1 Corinthians 3:7.) We must then recollect that although God reproves man’s
slothfulness, and punishes it with want and hunger, still they who are active
in labor do not get wealth by their own diligence, but by the blessing of God
alone. On this doctrine the prayer which Christ dictated to us is founded, in
which we ask to have our daily bread given us. But although this relates alike
to all mankind, yet Moses appropriates it especially to God’s chosen people, in
whom God’s blessing shines forth most brightly, and at the same time admonishes
them that the fact of His supplying them with food depends on the covenant
whereby He adopted the race of Abraham to Himself.”.
A. W. Pink: “In
the next place we wish to suggest a few reasons why God has appointed tithing. In the first place, as a constant recognition of the
Creator’s rights. As our Maker He desires that we should honor Him with
one-tenth of our income. In other words, the tenth is the recognition of His
temporal mercies and the owning that He is the Giver of them. It is the
acknowledgment that temporal blessings come from Him and are held in trust for
Him.” [= Selanjutnya
kami ingin mengusulkan beberapa alasan mengapa Allah telah menetapkan
persembahan persepuluhan. Di tempat pertama, sebagai
suatu pengakuan konstan tentang hak-hak sang Pencipta. Sebagai
Pencipta kita Ia ingin bahwa kita menghormati Dia dengan sepersepuluh dari
penghasilan kita. Dengan kata lain, sepersepuluh
(persembahan persepuluhan) merupakan pengakuan tentang berkat-berkatNya yang bersifat
sementara dan pengakuan bahwa Ia adalah Pemberi dari berkat-berkat itu.
Itu merupakan pengakuan bahwa berkat-berkat
sementara datang dari Dia dan merupakan milikNya yang kita pegang /
dipercayakan kepada kita.] - ‘Tithing’, hal 13-14 (AGES).
Ada beberapa text yang ingin
saya bahas sehubungan dengan hal ini:
1. Im 27:30-33 - “(30) Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah,
baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan
kudus bagi TUHAN. (31) Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari
persembahan persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima. (32)
Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba,
maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap
yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN. (33) Janganlah
dipilih-pilih mana yang baik dan mana yang buruk, dan janganlah ditukar;
jikalau orang menukarnya juga, maka baik hewan itu maupun tukarnya haruslah
kudus dan tidak boleh ditebus.’”.
Matthew Henry (tentang Im 27:30,32): “It is here appointed,
1. That they should pay tithe of all their increase, their corn, trees, and
cattle, v. 30,32. Whatsoever productions they had the benefit of God must be
honoured with the tithe of, if it were titheable. Thus they acknowledged God to
be the owner of their land, the giver of its fruits, and themselves to be his
tenants, and dependents upon him. Thus they gave him thanks for the plenty they
enjoyed, and supplicated his favour in the continuance of it. And we are taught
in general to honour the Lord with our substance (Prov 3:9), ... And how this
may be done in a fitter and more equal proportion than that of the tenth, which
God himself appointed of old, I cannot see.” [= Di sini ditetapkan, 1. Bahwa mereka
harus memberikan persembahan persepuluhan dari semua pertambahan / keuntungan
mereka, jagung / gandum, pohon-pohon, dan ternak mereka, ay 30,32. Produksi /
hasil apapun yang mereka dapatkan keuntungan dari Allah harus dihormati dengan
persembahan persepuluhan darinya, jika itu bisa diberi persembahan
persepuluhannya. Demikianlah mereka mengakui Allah sebagai
pemilik tanah mereka, pemberi dari buah-buahnya, dan mereka sendiri sebagai
penyewaNya, dan tergantung kepadaNya. Demikianlah
mereka bersyukur kepadaNya untuk kelimpahan yang mereka nikmati, dan memohon
kebaikanNya dalam kelanjutan darinya. Dan kita diajar secara umum untuk
menghormati Tuhan dengan harta kita (Amsal 3:9), ... Dan bagaimana ini bisa
dilakukan dengan proporsi yang lebih cocok dan lebih adil / sesuai dari pada
sepersepuluhnya, yang Allah sendiri tetapkan dari jaman dulu, saya tidak bisa
melihat.].
Amsal 3:9 - “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil
pertama dari segala penghasilanmu,”.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘Honor’ [= Hormatilah].
Calvin
(tentang Im 27:30): “30. ‘And all the tithe of the
land.’ In these words God shews that in
assigning the tithes to the Levites, He ceded His own rights, inasmuch as they were a kind of royal revenue; and thus He bars
all complaint, since otherwise the other tribes might have murmured on being
unduly burdened. He therefore appoints the priests as His receivers, to collect
in His name what could not be refused without impious and sacrilegious
fraudulency.”
[= 30. ‘Dan semua persembahan persepuluhan dari tanah’. Dalam kata-kata ini
Allah menunjukkan bahwa dalam memberikan persembahan persepuluhan kepada
orang-orang Lewi, Ia
menyerahkan hakNya sendiri, karena mereka adalah sejenis pajak
kerajaan; dan demikianlah Ia mencegah semua keluhan, karena kalau tidak
suku-suku yang lain bisa telah bersungut-sungut karena dibebani secara
berlebihan / dengan cara yang tidak pantas. Karena itu Ia menetapkan imam-imam
sebagai penerima-penerimaNya, mengumpulkan dalam
namaNya apa yang tidak bisa ditolak tanpa penipuan yang jahat / tidak hormat
dan bersifat melanggar hal-hal yang keramat.] - hal 281.
Gary W. Demarest (tentang Im 27:30-33): “Too often, I’m afraid, the tithe
is presented as though only the first 10 percent belonged to God. Not so. Giving the first 10 percent is our way of expressing our
conviction that everything belongs to God. Anything less must still
be seen as robbing God.” [= Terlalu sering, saya takut / kuatir,
persembahan persepuluhan diberikan seakan-akan hanya 10 persen pertama adalah milik
Allah. Tidak demikian. Memberikan 10 persen pertama
adalah cara kita menyatakan keyakinan kita bahwa segala sesuatu adalah milik
Allah. Apapun yang kurang dari itu harus tetap dipandang sebagai
merampok Allah.] - ‘Leviticus’
(The Preacher’s Commentary) - Libronix.
R. K. Harrison (tentang Im 27:30-31): “The tithe, comprising one-tenth of all the produce, is
regarded as the offering due from the people to the true owner of the land
(Lev. 25:23).” [= Persembahan
persepuluhan, terdiri dari sepersepuluh dari semua hasil / produksi, dianggap
sebagai persembahan yang seharusnya dari bangsa itu kepada
pemilik sebenarnya dari tanah / negeri itu (Im 25:23).] - ‘Leviticus’ (Tyndale Old Testament
Commentary) - Libronix.
Im 25:23 - “‘Tanah jangan dijual mutlak, karena
Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu
adalah orang asing dan pendatang bagiKu.”.
Apakah hanya tanah Kanaan
yang adalah milik Tuhan, dan apakah hanya Israel yang diberi tanah oleh
Tuhan? Sebagai jawaban, baca ayat di bawah ini.
Maz 24:1 - “[Mazmur Daud.] Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya,
dan dunia serta yang diam di dalamnya.”.
Bdk. 1Kor 10:26 - “Karena: ‘bumi serta
segala isinya adalah milik Tuhan.’”.
Menurut saya ayat ini penting dalam persoalan
ini. Banyak orang yang anti persembahan persepuluhan mengatakan bahwa
persembahan persepuluhan hanya diwajibkan untuk bangsa Israel saja, karena tanah Kanaan diberikan kepada mereka oleh Tuhan. Tetapi ayat
ini mengatakan Tuhan adalah pemilik seluruh bumi / dunia!!! Jadi, siapapun kita
(Israel
atau bukan), dan dimanapun kita berada, dan tanah dan rumah apapun yang kita
diami, itu adalah milik Tuhan, yang dipinjamkan kepada kita!! Jadi, apa
alasannya untuk mengatakan bahwa persembahan persepuluhan hanya diwajibkan
untuk Israel
yang diberi tanah Kanaan???
Dan ingat satu hal lagi, ayat ini tidak hanya mengatakan bahwa bumi adalah milik
Tuhan, tetapi juga segala isinya!!! Jadi, apapun yang kita dapatkan
pada waktu kita bekerja, juga merupakan pemberian Tuhan!! Semua keberhasilan
dalam pekerjaan, dan dalam hal apapun, diberikan oleh Tuhan! Ini berlaku bagi
bangsa Israel
dalam Perjanjian Lama, dan ini berlaku juga bagi siapapun dalam jaman manapun.
2. Kej 14:20 - “dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke
tanganmu.’ Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari
semuanya.”.
John Owen: “And the
tenth which he gave was only of the spoils
that he took from the enemies, as a token and pledge in particular that the
victory and success which he had against the kings was from God.” [= Dan
persembahan persepuluhan yang ia berikan hanyalah dari barang-barang rampasan
yang ia ambil dari musuh-musuh, sebagai suatu tanda
secara khusus bahwa kemenangan dan sukses yang ia dapatkan terhadap raja-raja
itu adalah dari Allah.] - ‘Hebrews’, vol 7, hal 38 (AGES) / buku, vol 5, hal 321.
Matthew Henry
(tentang Kej 14:20): “IV. What was done to him: ‘Abram gave him tithes of all,’ that is,
of the spoils, Heb 7:4. This may be looked upon, 1. As a gratuity presented to
Melchizedek, by way of return for his tokens of respect. Note, Those that
receive kindness should show kindness. Gratitude is one of nature’s laws. 2. As
an offering vowed and dedicated to the most high God, and therefore put into
the hands of Melchizedek his priest. Note, (1.) When we have received some
signal mercy from God, it is very fit that we should express our thankfulness
by some special act of pious charity. God must always have his dues out of our
substance, especially when, by any particular providence, he has either preserved
or increased it to us. (2.) That the tenth of our increase is a very fit
proportion to be set apart for the honour of God and the service of his
sanctuary. (3.) That Jesus Christ, our great Melchizedek, is to have homage
done him, and to be humbly acknowledged by every one of us as our king and
priest; and not only the tithe of all, but all we have, must be surrendered and
given up to him.” [= IV. Apa yang telah
dilakukan kepadanya: ‘Abram memberinya persembahan persepuluhan dari semuanya’,
yaitu, dari rampasan perang, Ibr 7:4. Ini bisa dipandang sebagai, 1. Sebagai
suatu pemberian sukarela kepada Melkisedek, dengan membalas tanda-tanda
penghormatannya. Perhatikan, Mereka yang menerima kebaikan harus menunjukkan
kebaikan. Rasa terima kasih adalah salah satu dari hukum-hukum alamiah. 2.
Sebagai suatu persembahan yang dinazarkan dan didedikasikan kepada Allah yang
maha tinggi, dan karena itu diberikan ke dalam tangan dari Melkisedek, imamNya.
Perhatikan, (1.) Pada waktu kita telah
menerima beberapa tanda belas kasihan dari Allah, adalah sangat cocok bahwa
kita harus menyatakan rasa terima kasih kita oleh beberapa tindakan khusus dari
kasih / pemberian yang saleh. Allah harus selalu mendapatkan hakNya dari harta
kita, khususnya pada waktu, oleh providensia khusus apapun, Ia telah memelihara
/ menjaga atau meningkatkannya bagi kita. (2.) Bahwa
sepersepuluh dari pertambahan / penghasilan kita adalah suatu proporsi / bagian
yang sangat cocok untuk dipisahkan bagi kehormatan dari Allah dan pelayanan
dari tempat kudusNya. (3.) Bahwa Yesus
Kristus, Melkisedek kita yang Agung, harus mendapatkan penghormatan yang
dilakukan kepadaNya, dan diakui dengan rendah hati oleh setiap orang dari kita
sebagai Raja dan Imam kita; dan bukan hanya persembahan persepuluhan dari semua,
tetapi semua milik kita, harus diserahkan dan diberikan kepadaNya.].
Catatan: kalimat yang
terakhir dari kutipan di atas ini tentu tidak berarti semua milik kita harus
diberikan kepada Tuhan melalui gereja, tetapi bagaimanapun, semua harta kita
memang harus dipergunakan untuk kemuliaan Tuhan.
The Bible Exposition Commentary (tentang Kej
14:20): “Gen 14:20 is the first mention of tithing in the Bible. To
tithe is to give God 10 percent, whether of money, farm produce, or animals.
(The Hebrew word means ‘ten.’) When we tithe, we acknowledge that God owns
everything and that we are grateful stewards of His wealth. The Jews paid an
annual tithe to the Lord (Lev 27:30-33) as well as a tithe every third year
especially for the poor (Deut 26:12-15). They could also tithe the remaining 90
percent for a special ‘festive offering’ to be enjoyed in Jerusalem (Deut 12:5-19). The practice of
tithing antedated the Law of Moses; for not only did Abraham tithe, but so did
Jacob (Gen 28:22). For this reason, many Christians believe that God’s people
today should begin their giving with the tithe. A godly deacon said to me once,
‘If the Old Testament Jew under Law could tithe, how much more ought New
Testament Christians under grace!’ The New Testament plan for giving is outlined
in 2 Cor 8-9, but tithing is a good place to start. We must be careful to give
out of the devotion of our hearts, and not as a ‘bribe’ for God’s blessings.
The late R. G. LeTourneau, well-known Christian manufacturer and
philanthropist, used to say, ‘If you tithe because it pays - it won’t pay!’ But
Abraham provides us with a good example of giving. He brought his gifts to
Jesus Christ in the person of Melchizedek. (See Heb 7:1-10.) We do not give our
tithes and offerings to the church, the pastor, or the members of the finance
committee. If our giving is a true act of worship, we will give to the Lord;
and, for that reason, we want to give our very best (Mal 1:6-8).” [= Kej 14:20 adalah penyebutan pertama tentang
persembahan persepuluhan dalam Alkitab. Memberi persembahan persepuluhan adalah
memberi Allah 10 persen, apakah dari uang, hasil pertanian, atau binatang.
(kata Ibraninya berarti ‘sepuluh’.) Pada
waktu kita memberi persembahan persepuluhan, kita mengakui bahwa Allah memiliki
segala sesuatu dan bahwa kita adalah pengurus yang berterima kasih tentang
kekayaanNya. Orang-orang Yahudi memberi
persembahan persepuluhan tahunan kepada Tuhan (Im 27:30-33) maupun suatu
persembahan persepuluhan setiap tiga tahun khususnya untuk orang-orang miskin
(Ul 26:12-15). Mereka juga bisa memberi persembahan persepuluhan dari sisa yang
90 persen untuk ‘persembahan pesta / hari raya’ khusus untuk dinikmati di
Yerusalem (Ul 12:5-19). Praktek memberi persembahan persepuluhan terjadi lebih
dulu dari hukum Taurat Musa; karena bukan hanya Abraham memberi persembahan
persepuluhan, tetapi demikian juga dengan Yakub (Kej 28:22). Untuk alasan
ini, banyak orang Kristen percaya bahwa umat Allah pada jaman sekarang harus
memulai pemberian mereka dengan persembahan persepuluhan. Seorang diaken yang
saleh pernah berkata kepada saya, ‘Jika orang-orang Yahudi Perjanjian Lama di
bawah hukum Taurat bisa memberi persembahan persepuluhan, betapa lebih
seharusnya orang-orang Kristen Perjanjian Baru di bawah kasih karunia!’ Metode
/ pengaturan Perjanjian Baru untuk memberi diuraikan dalam 2Kor 8-9,
tetapi memberi persembahan persepuluhan merupakan suatu tempat yang baik untuk
mulai. Kita harus hati-hati untuk memberi
dari pembaktian hati kita, dan bukan sebagai suatu ‘suap / sogokan’ untuk berkat
Allah. Almarhum R. G. LeTourneau,
pengusaha pabrik dan dermawan Kristen yang terkenal, pernah mengatakan, ‘Jika
engkau memberikan persembahan persepuluhan karena itu berguna / memberi hasil -
itu tidak akan berguna / memberi hasil!’ Tetapi Abraham menyediakan
bagi kita suatu teladan yang baik tentang memberi. Ia membawa pemberiannya
kepada Yesus Kristus dalam diri Melkisedek. (Lihat Ibr 7:1-10). Kita tidak memberi persembahan persepuluhan dan
persembahan kita kepada gereja, pendeta, atau anggota-anggota dari komisi
keuangan. Jika pemberian kita adalah tindakan yang benar dari penyembahan, kita
akan memberi kepada Tuhan; dan, untuk alasan itu, kita ingin memberikan milik
kita yang terbaik (Mal 1:6-8).].
Catatan: saya tak setuju kalau 2Kor 8-9 memberi penguraian tentang
persembahan dalam Perjanjian Baru, karena 2Kor 8-9 merupakan pemberian
orang Kristen kepada orang Kristen lain yang miskin, bukan pemberian kepada
gereja / Tuhan. Ini sudah saya jelaskan di depan, dan tak perlu saya ulangi.
Ul 12:5-19 - “(5)
Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai
kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana,
tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah
harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban
nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing
dombamu. (7) Di sanalah kamu makan di hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersukaria,
kamu dan seisi rumahmu, karena
dalam segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu. (8)
Jangan kamu melakukan apapun yang kita lakukan di sini sekarang, yakni
masing-masing berbuat segala sesuatu yang dipandangnya benar. (9) Sebab hingga
sekarang kamu belum sampai ke tempat perhentian dan ke milik pusaka yang
diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. (10) Tetapi apabila nanti sudah kamu
seberangi sungai Yordan dan kamu diam di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu untuk dimiliki, dan apabila
Ia mengaruniakan kepadamu keamanan dari segala musuhmu di sekelilingmu, dan
kamu diam dengan tenteram, (11) maka ke tempat yang dipilih TUHAN,
Allahmu, untuk membuat namaNya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang
kuperintahkan kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu
dan segala korban nazarmu yang terpilih, yang kamu
nazarkan kepada TUHAN. (12) Kamu harus bersukaria di hadapan TUHAN,
Allahmu, kamu ini, anakmu laki-laki dan anakmu perempuan, hambamu laki-laki dan
hambamu perempuan, dan orang Lewi yang di dalam tempatmu, sebab orang Lewi
tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama kamu. (13) Hati-hatilah, supaya
jangan engkau mempersembahkan korban-korban bakaranmu di sembarang tempat yang
kaulihat; (14) tetapi di tempat yang akan dipilih TUHAN di daerah salah satu
sukumu, di sanalah harus kaupersembahkan korban bakaranmu, dan di sanalah harus
kaulakukan segala yang kuperintahkan kepadamu. (15) Tetapi engkau boleh
menyembelih dan memakan daging sesuka hatimu, sesuai dengan berkat TUHAN, Allahmu, yang
diberikanNya kepadamu di segala tempatmu. Orang najis ataupun orang
tahir boleh memakannya, seperti juga daging kijang atau daging rusa; (16) hanya
darahnya janganlah kaumakan, tetapi harus kaucurahkan ke bumi seperti air. (17)
Di dalam tempatmu tidak boleh kaumakan persembahan
persepuluhan dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari
anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu, ataupun sesuatu dari korban
yang akan kaunazarkan, ataupun dari korban sukarelamu, ataupun persembahan
khususmu. (18) Tetapi di hadapan TUHAN, Allahmu, haruslah engkau memakannya, di
tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, engkau ini, anakmu laki-laki dan
anakmu perempuan, hambamu laki-laki dan hambamu perempuan, dan orang Lewi yang
di dalam tempatmu, dan haruslah engkau bersukaria di hadapan TUHAN, Allahmu,
karena segala usahamu. (19) Hati-hatilah, supaya jangan engkau melalaikan orang
Lewi, selama engkau ada di tanahmu.”.
Ul 14:22-26 - “(22) ‘Haruslah engkau
benar-benar mempersembahkan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladangmu, tahun demi
tahun. (23) Di hadapan TUHAN, Allahmu, di tempat yang akan dipilihNya untuk
membuat namaNya diam di sana, haruslah engkau memakan persembahan persepuluhan
dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari anak-anak sulung lembu
sapimu dan kambing dombamu, supaya engkau belajar untuk selalu takut akan
TUHAN, Allahmu. (24) Apabila, dalam hal engkau diberkati TUHAN, Allahmu, jalan itu terlalu jauh
bagimu, sehingga engkau tidak dapat mengangkutnya, karena tempat yang akan
dipilih TUHAN untuk menegakkan namaNya di sana terlalu jauh dari tempatmu, (25)
maka haruslah engkau menguangkannya dan membawa uang itu dalam bungkusan dan
pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, (26) dan haruslah engkau
membelanjakan uang itu untuk segala yang disukai hatimu, untuk lembu sapi atau
kambing domba, untuk anggur atau minuman yang memabukkan, atau apapun yang
diingini hatimu, dan haruslah engkau makan di sana di hadapan TUHAN, Allahmu
dan bersukaria, engkau dan seisi rumahmu.”.
3. Kej 28:20-22 - “(20) Lalu bernazarlah
Yakub: ‘Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang
kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, (21) sehingga aku selamat
kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. (22) Dan batu yang
kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepadaMu.’”.
Catatan:
a. Ada
beberapa penafsir yang mengatakan bahwa kata ‘jika’ itu lebih tepat diterjemahkan ‘karena’. Tetapi KJV/RSV/NIV/NASB/NKJV/ASV semua menterjemahkan ‘if’
[= jika].
b. Kata ‘selalu’ yang saya coret itu sebetulnya
tidak ada.
Bible Knowledge Commentary (tentang Kej
28:22): “To
give a tithe was an act whereby a person acknowledged that everything he had
belonged to God. Faith outwardly recognizes this fact in token form.” [= Memberi persembahan persepuluhan merupakan suatu tindakan
dengan mana seseorang mengakui bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah milik
Allah. Iman secara lahiriah mengakui fakta ini dalam bentuk tanda
lahiriah.].
A. W. Pink:
“THE TITHE IN GENESIS 28:19-22.
We will begin at verse 19 to get the context: ‘And he called the name of that
place Bethel.’
You remember the circumstances. This was the night when Jacob was fleeing from
Esau, a fugitive from home, starting out to Laban’s; and that night while he
was asleep he had the vision. ‘And Jacob vowed a vow, saying, If God will be
with me, and will keep me in the way that I go, and will give me bread to eat,
and raiment to put on, so that I come again to my father’s house in peace; then
shall the Lord be my God: and this stone, which I have set for a pillar, shall
be God’s house: and of all that Thou shalt give me I will surely give the tenth
unto Thee.’ Here again we have the tithe. Jacob vowed that in return for the
Lord’s temporal blessings upon him, he would render a tenth in return unto the
Lord. We are not told why he selected that
percentage; we are not told why he should give a tenth; but the fact that he
did determine so to do, intimates there had previously been a revelation of
God’s mind to His creatures, and particularly to His people, that one-tenth of
their income should be devoted to the Giver of all.”
[= Persembahan persepuluhan dalam Kej
28:19-22. Kita akan mulai pada ay 19 untuk mendapatkan kontextnya: ‘Dan
ia menamai tempat itu Betel’. Kamu mengingat sikonnya. Ini adalah malam pada
waktu Yakub sedang lari dari Esau, seorang buronan / pelarian dari rumah. ‘Lalu
bernazarlah Yakub: Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan
yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk
dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi
Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah.
Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan kupersembahkan
sepersepuluh kepadaMu’. Di sini kita mendapati persembahan persepuluhan lagi.
Yakub bernazar
bahwa untuk membalas berkat-berkat sementara dari Tuhan kepadanya, ia akan
memberikan sepersepuluh sebagai balasan kepada Tuhan. Kita tidak diberitahu mengapa ia memilih persentase itu; kita
tidak diberitahu mengapa ia harus memberi sepersepuluh; tetapi fakta bahwa ia
memang menentukan begitu untuk dilakukan, menunjukkan di sana telah ada
sebelumnya suatu wahyu / penyataan tentang pikiran Allah bagi makhluk-makhluk
ciptaanNya, dan secara khusus bagi umatNya, bahwa sepersepuluh dari penghasilan
mereka harus diberikan / didedikasikan kepada sang Pemberi dari semua.]
- ‘Thiting’, hal 4 (AGES).
Matthew Henry (tentang Kej 28:22): “Probably it was according to some
general instructions received from heaven that Abraham and Jacob offered the
tenth of their acquisitions to God.” [= Mungkin
itu sesuai dengan beberapa instruksi umum yang diterima dari surga sehingga
Abraham dan Yakub memberikan sepersepuluh dari apa yang mereka dapatkan kepada
Allah.].
Dulu saya menganggap bahwa Abraham dan Yakub
memberi persembahan persepuluhan secara sukarela. Tetapi setelah mempelajari
dari banyak penafsir, saya sangat condong bahwa mereka memberi persembahan
persepuluhan karena ada perintah dari Tuhan. Alasan saya:
a. Mengapa bilangan 10 % bisa sama dalam kedua kasus itu? Saya tidak
percaya pada ‘kebetulan’.
b. Abraham memberi persembahan persepuluhan kepada Melkisedek, yang
menjadi TYPE dari Kristus, sehingga sekarang kita memberi persembahan
persepuluhan kepada anti TYPEnya, yaitu kepada Kristus sendiri. Ini lagi-lagi
tidak mungkin sekedar merupakan suatu kebetulan.
Jadi, dalam jaman Perjanjian Lama memberi persembahan
persepuluhan merupakan suatu pengakuan bahwa:
1. Tuhan adalah
pemilik segala sesuatu.
2. Semua milik
kita merupakan pemberian / berkat dari Tuhan.
3. Pekerjaan
kita bisa berhasil juga karena berkat Tuhan.
Sekarang, apakah dalam jaman Perjanjian Baru, 3 hal di atas
ini berubah? Pasti tidak! Kalau demikian, ini juga harus menjadi alasan untuk
memberikan persembahan persepuluhan dalam jaman Perjanjian Baru.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar