Pemahaman Alkitab
G. K. R. I. ‘GOLGOTA’
(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Rabu, tgl 8 Juli 2015, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
PRO KONTRA TENTANG
PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN (8a)
8) Ibr 7:1-10.
Ibr 7:1-10 - “(1) Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia
pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja,
dan memberkati dia. (2) Kepadanyapun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja
kebenaran, dan juga raja Salem,
yaitu raja damai sejahtera. (3) Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak
bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena
ia dijadikan sama dengan Anak Allah,
ia tetap menjadi imam sampai
selama-lamanya. (4) Camkanlah betapa besarnya orang itu, yang kepadanya
Abraham, bapa leluhur kita, memberikan sepersepuluh dari segala rampasan
yang paling baik. (5) Dan mereka dari
anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam, mendapat tugas, menurut hukum
Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel, yaitu dari saudara-saudara mereka, sekalipun
mereka ini juga adalah keturunan Abraham. (6) Tetapi Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham dan
memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji. (7) Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah
diberkati oleh yang lebih tinggi. (8) Dan di sini manusia-manusia fana
menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa
Ia hidup. (9) Maka dapatlah dikatakan, bahwa
dengan perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang
berhak menerima persepuluhan, (10) sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika
Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu.”.
John Owen: “There
is great inquiry usually made on this place, whether
tithes be due by the light of nature, or at least by such a moral-positive command
of God as should be perpetually obligatory unto all worshippers unto the end of
the world. This many contend for, and the principal reasons which they plead
from the Scripture are these:” [= Di
sana ada penyelidikan yang besar yang biasanya dibuat tentang tempat ini,
apakah persembahan persepuluhan dituntut / diharuskan oleh terang dari alam,
atau setidaknya oleh suatu perintah yang bersifat moral dan positif dari Allah sehingga
harus secara kekal bersifat wajib bagi semua penyembah sampai akhir dunia ini.
Ini banyak orang perjuangkan, dan alasan-alasan utama yang mereka gunakan dalam
argumentasi dari Kitab Suci adalah ini:] - ‘Hebrews’, vol 7, hal 40 (AGES) / buku vol 5, hal 323.
Ini ayat-ayat yang dibahas oleh John Owen:
1. Pemberian persembahan persepuluhan sebelum hukum Taurat.
a. Pemberian persembahan persepuluhan dari Abraham kepada Melkisedek
(Kej 14:17-20 Ibr 7:1,2,4,6,9,10).
Bdk. Kej 14:17-20 - “(17)
Setelah Abram kembali dari mengalahkan Kedorlaomer dan para raja yang
bersama-sama dengan dia, maka keluarlah raja Sodom menyongsong dia ke lembah
Syawe, yakni Lembah Raja. (18) Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur;
ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. (19) Lalu ia memberkati Abram, katanya:
‘Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan
bumi, (20) dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu
ke tanganmu.’ Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh
dari semuanya.”.
Ibr 7:1,2,4,6,9,10 - “(1) Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang
Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari
mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. (2) Kepadanyapun Abraham
memberikan sepersepuluh dari semuanya.
Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga
raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. ... (4) Camkanlah betapa besarnya orang
itu, yang kepadanya Abraham, bapa leluhur kita, memberikan sepersepuluh dari segala
rampasan yang paling baik. ... (6) Tetapi
Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham
dan memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji. ... (9) Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan
perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan, (10) sebab
ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa
leluhurnya itu.”.
Menurut Owen, ini adalah argumentasi dari
orang-orang yang pro persembahan persepuluhan dengan menggunakan text di atas
ini.
John Owen: “1. That tithes were paid before the law as well as under the law; and what was so observed in the worship
of God, - namely, that being in usage before the law, and confirmed by the law,
- is originally of the law of nature, and could have no other fountain.” [= 1.
Bahwa persembahan persepuluhan dibayarkan / diberikan sebelum hukum Taurat,
maupun di bawah hukum Taurat; dan apa yang begitu ditaati dalam penyembahan /
ibadah kepada Allah, - yaitu bahwa itu digunakan sebelum hukum Taurat, dan
diteguhkan oleh hukum Taurat, - secara orisinil adalah hukum dari alam, dan
tidak bisa mempunyai sumber yang lain.] - ‘Hebrews’, vol 7, hal 40 (AGES) / buku vol 5, hal 323.
John Owen: “And it seems so to be, if there be the same reason of the law or
command in all these seasons; for otherwise it is not so. For instance, it is
supposed that the eating of blood was forbidden before the law, and assuredly
it was so under the law, and is so in the New Testament, Acts 15: which yet
proves it not to be morally evil and perpetually forbidden; for it is not so
upon the same grounds and reasons. For in that place of Genesis 9:4, ‘But flesh
with the life thereof, that is, the blood thereof, shall ye not eat,’ blood is
not absolutely forbidden, but in some cases, and with respect unto a certain
end. It was not to be eaten whilst it was yet hot and warm in the flesh; which
prohibition God gave to prevent that savage custom which yet afterwards got
ground among men, of eating flesh, like ravenous beasts, whilst the blood was
yet warm in it. Under the law it was forbidden, because God had taken it to be
the principal part of sacrifices, and far the most significant, Leviticus 17:5,6,11,14. And in the 15th of the Acts it is only occasionally
forbidden for a season, to avoid scandal and offense. So that if it should be
supposed that the matter of the prohibition before the law, under the law, and
in that synod at Jerusalem, were the same, yet the reasons of it being various,
it doth not prove a morality in the law, or such as should be everlastingly
obligatory. But where not only the subject-matter, but the formal reason of the
command is the same, there it is of natural equity, and unalterable; and so it
is said to be in the case of tithes.” [= ] - ‘Hebrews’, vol 7, hal 41 (AGES) /
buku vol 5, hal 323-324.
Saya tidak
menterjemahkan bagian ini, tetapi hanya memberikan intinya saja. Owen berkata
bahwa hukum tentang larangan makan darah juga sudah ada sebelum hukum Taurat,
yaitu dalam Kej 9:4 - “Hanya daging yang masih ada nyawanya,
yakni darahnya, janganlah kamu makan.”.
Lalu dalam
hukum Taurat itu dilarang dalam Im 17:5,6,11,14 - “(5)
Maksudnya supaya orang Israel membawa korban sembelihan mereka, yang biasa
dipersembahkan mereka di padang, kepada TUHAN ke pintu Kemah Pertemuan dengan
menyerahkannya kepada imam, untuk dipersembahkan kepada TUHAN sebagai korban
keselamatan. (6) Imam harus menyiramkan darahnya pada mezbah TUHAN di depan
pintu Kemah Pertemuan dan membakar lemaknya menjadi bau yang menyenangkan bagi
TUHAN. ... (11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah
memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi
nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa. ... (17) Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku
telah berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan,
karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah
dilenyapkan.”.
Dan lalu
dalam Perjanjian Baru, hal itu dilarang dalam Kis 15:19-21,28-29 - “(19)
Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi
mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, (20) tetapi kita
harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan
yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah.
(21) Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan
sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah
ibadat.’ ... (28) Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya
kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini:
(29) kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada
berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati
dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari
hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.’”.
Catatan: tentang text terakhir ini Owen mengatakan
bahwa itu hanya larangan untuk suatu waktu saja. Saya setuju dengan dia dalam
hal ini, dan saya tak akan membahas hal itu di sini, karena itu berada di luar
topik pembahasan kita.
Lalu Owen
berkata bahwa larangan makan darah itu, yang ada sebelum hukum Taurat, dilarang
di bawah hukum Taurat, dan ada dalam Perjanjian Baru, tetapi itu tak berarti
bahwa itu merupakan hukum moral. Demikian juga dengan persembahan persepuluhan,
yang diberikan oleh Abraham (sebelum hukum Taurat), diharuskan dalam hukum
Taurat, dan juga ada dalam Injil (ajaran Yesus, ini akan kita bahas nanti), itu
tak membuktikan bahwa hukum tentang persembahan persepuluhan merupakan hukum
moral.
John Owen: “2. If the strict legal course of tithing be intended, it
cannot be proved from this text, nor from any other instance before the law; for Abraham gave only the tenth of the spoils, which were not
tithable by law. For if the places taken or
destroyed in war were anathematized, as Jericho was, and also Amalek, no portion was to be reserved, under a pretense of sacrifice or
any other sacred use; as Saul found to his cost. And if they were not
anathematized, all the spoils were left entirely unto the people that went to
war, without any sacred decimation. So the Reubenites and the
Gadites, at their return over
Jordan into their own land, carried all their rich spoils and cattle with them,
no tithe being mentioned, Joshua 22:8; - although there is no question but many of them offered their
freewill offerings at the tabernacle. And when God would have a sacred portion
out of the spoils, as he would have in the wilderness, out of those that were
taken from the Midianites, to manifest that they fell not under the law of tithes, he took
not the tenth part, but one portion of five hundred from the soldiers, and one
of fifty from the people, Numbers 31:28-30. Wherefore the giving of the tenth of the spoils was not from the
obligation of any law, but was an act of free-will and choice in the offerer.
But yet there was so great an equity herein also, - namely, that God should
have an acknowledgment in the fruits of those successes which he gave in war, -
that out of the spoils of his and his people’s enemies David made his provision
for the building of the temple. And the captains of the host that went against
Midian, after a tribute was raised for the Lord out of the spoils according
unto the proportions mentioned, when they found the goodness of God in the
preservation of their soldiers, whereof there was not one lost, they made a new
voluntary oblation unto God out of their spoils, Numbers 31:48-50.” [= ] - ‘Hebrews’, vol 7, hal 42-43 (AGES)
/ buku vol 5, hal 325-326.
Saya juga tak
menterjemahkan bagian ini tetapi hanya memberikan intinya saja.
Tentang
persembahan persepuluhan dari Abraham Owen mengatakan bahwa itu adalah
persembahan persepuluhan dari rampasan perang, yang bukan merupakan sesuatu
untuk diberikan persembahan persepuluhannya dalam hukum Taurat. Dan ia memberi
contoh-contoh kasus dimana dari hasil rampasan perang tidak diambil persembahan
persepuluhan tetapi semua dimusnahkan.
(1) Dalam kasus Yerikho.
Yos
6:18-19,24 - “(18)
Tetapi kamu ini, jagalah dirimu terhadap barang-barang
yang dikhususkan untuk dimusnahkan, supaya jangan kamu mengambil sesuatu dari
barang-barang yang dikhususkan itu setelah mengkhususkannya dan
dengan demikian membawa kemusnahan atas perkemahan orang Israel dan
mencelakakannya. (19) Segala emas dan perak serta
barang-barang tembaga dan besi adalah kudus bagi TUHAN; semuanya itu akan
dimasukkan ke dalam perbendaharaan TUHAN.’ ...(24) Tetapi kota itu dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dibakar
mereka dengan api; hanya emas dan perak, barang-barang tembaga dan besi ditaruh
mereka di dalam perbendaharaan rumah TUHAN.”.
(2) Dalam kasus Amalek.
1Sam 15:1-23
- “(1)
Berkatalah Samuel kepada Saul: ‘Aku telah diutus oleh TUHAN untuk mengurapi
engkau menjadi raja atas Israel, umatNya; oleh sebab itu, dengarkanlah bunyi
firman TUHAN. (2) Beginilah firman TUHAN semesta alam: Aku akan membalas apa
yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi
mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir. (3) Jadi pergilah sekarang,
kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada
belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya,
laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu
maupun domba, unta maupun keledai.’... (7) Lalu Saul memukul kalah
orang Amalek mulai dari Hawila sampai ke Syur, yang di sebelah timur Mesir. (8)
Agag, raja orang Amalek, ditangkapnya hidup-hidup, tetapi segenap rakyatnya
ditumpasnya dengan mata pedang. (9) Tetapi Saul dan
rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik
dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas
semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah
yang ditumpas mereka. (10) Lalu datanglah firman TUHAN kepada
Samuel, demikian: (11) ‘Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja,
sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak
melaksanakan firmanKu.’ Maka sakit hatilah Samuel dan ia
berseru-seru kepada TUHAN semalam-malaman. (12) Lalu Samuel bangun pagi-pagi
untuk bertemu dengan Saul, tetapi diberitahukan kepada Samuel, demikian: ‘Saul
telah ke Karmel tadi dan telah didirikannya baginya suatu tanda peringatan; kemudian
ia balik dan mengambil jurusan ke Gilgal.’ (13) Ketika Samuel sampai kepada
Saul, berkatalah Saul kepadanya: ‘Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN; aku
telah melaksanakan firman TUHAN.’ (14) Tetapi kata Samuel: ‘Kalau begitu apakah
bunyi kambing domba, yang sampai ke telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang
kudengar itu?’ (15) Jawab Saul: ‘Semuanya itu
dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan
lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN,
Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas.’ (16) Lalu berkatalah
Samuel kepada Saul: ‘Sudahlah! Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang
difirmankan TUHAN kepadaku tadi malam.’ Kata Saul kepadanya: ‘Katakanlah.’ (17)
Sesudah itu berkatalah Samuel: ‘Bukankah engkau, walaupun engkau kecil pada
pemandanganmu sendiri, telah menjadi kepala atas suku-suku Israel? Dan bukankah
TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas Israel? (18) TUHAN telah
menyuruh engkau pergi, dengan pesan: Pergilah, tumpaslah orang-orang berdosa
itu, yakni orang Amalek, berperanglah melawan mereka sampai engkau membinasakan
mereka. (19) Mengapa engkau tidak mendengarkan
suara TUHAN? Mengapa engkau mengambil jarahan dan melakukan apa yang jahat di
mata TUHAN?’ (20) Lalu kata Saul kepada Samuel: ‘Aku memang
mendengarkan suara TUHAN dan mengikuti jalan yang telah disuruh TUHAN kepadaku
dan aku membawa Agag, raja orang Amalek, tetapi orang Amalek itu sendiri telah
kutumpas. (21) Tetapi rakyat mengambil dari jarahan
itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk
ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal.’
(22) Tetapi jawab Samuel: ‘Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan
korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya,
mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik
dari pada lemak domba-domba jantan. (23) Sebab pendurhakaan adalah sama seperti
dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim.
Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai
raja.’”.
(3) Dalam kasus suku Ruben dan
suku Gad tidak ada persembahan persepuluhan dari rampasan perang.
Yos 22:8 - “maka
ia berkata kepada mereka, demikian: ‘Pulanglah ke kemahmu dengan kekayaan yang
banyak dan dengan sangat banyak ternak, dengan perak, emas, tembaga, besi dan
dengan pakaian yang sangat banyak. Bagilah dengan
saudara-saudaramu jarahan yang dari musuhmu itu.’”.
(4) Dalam perang melawan Midian,
ada persembahan, tetapi bukan 1/10.
Bil 31:28-30
- “(28)
Dan engkau harus mengkhususkan upeti bagi TUHAN
dari para prajurit yang keluar bertempur itu, yakni satu
dari setiap lima ratus, baik dari manusia, baik dari lembu, dari
keledai dan dari kambing domba; (29) dari yang setengah yang telah didapat
mereka haruslah engkau mengambilnya, lalu menyerahkannya kepada imam Eleazar,
sebagai persembahan khusus bagi TUHAN. (30) Tetapi dari yang setengah lagi yang
untuk orang Israel lain haruslah engkau mengambil satu
ambilan dari setiap lima puluh, baik dari manusia, baik dari lembu,
dari keledai dan dari kambing domba, jadi dari segala hewan, lalu menyerahkan semuanya kepada orang Lewi yang memelihara Kemah
Suci TUHAN.’”.
Bil 31:48-50
- “(48)
Lalu mendekatlah para pemimpin tentara, yakni kepala-kepala pasukan seribu dan
kepala-kepala pasukan seratus, kepada Musa (49) serta berkata kepadanya:
‘Hamba-hambamu ini telah menghitung jumlah prajurit yang ada di bawah kuasa
kami dan dari mereka tidak ada seorangpun yang hilang. (50) Sebab itu kami mempersembahkan sebagai persembahan kepada
TUHAN apa yang didapat masing-masing, yakni barang-barang emas, gelang kaki,
gelang tangan, cincin meterai, anting-anting dan kerongsang untuk mengadakan
pendamaian bagi nyawa kami di hadapan TUHAN.’”.
Dari semua
contoh kasus ini Owen menyimpulkan bahwa persembahan dari rampasan perang
sifatnya adalah sukarela (tak ditentukan persentasenya). Dan ia lalu mengatakan
bahwa dalam kemenangan perang, kita harus selalu menyadari bahwa sukses dalam
perang itu datang dari Tuhan dan karena itu memang harus memberi persembahan,
tetapi lagi-lagi sifatnya sukarela.
b. Persembahan persepuluhan yang diberikan oleh
Yakub.
Kej 28:20-22
- “(20)
Lalu bernazarlah Yakub: ‘Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di
jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian
untuk dipakai, (21) sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN
akan menjadi Allahku. (22) Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan
menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang
Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepadaMu.’”.
John Owen: “And as for the instance of Jacob, who vowed unto God the tenth of
all, it is so far from proving that the tenth was due by virtue of any law,
that it proves the contrary. For had it been so, it could not have been the
matter of an extraordinary vow, whereby he could express his obedience unto
God.” [= Dan untuk contoh Yakub, yang
menazarkan kepada Allah sepersepuluh dari semua, itu begitu jauh dari
pembuktian bahwa sepersepuluhnya diharuskan berdasarkan hukum apapun, bahwa itu
membuktikan sebaliknya. Karena seandainya memang demikian, itu tidak bisa telah
menjadi persoalan dari suatu nazar yang luar biasa, dengan mana ia bisa menyatakan
ketaatannya kepada Allah.] -
‘Hebrews’, vol 7, hal 43 (AGES) / buku vol 5, hal 326.
Saya tidak
merasa perlu untuk membahas argumentasi Owen ini, baik dalam kasus Abraham
maupun dalam kasus Yakub, karena saya sendiri tidak menggunakan kedua kasus ini
sebagai dasar untuk mengharuskan persembahan persepuluhan dalam jaman
Perjanjian Baru.
2. Dari ajaran-ajaran Yesus sendiri.
a. Mat 23:23 - “Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang
terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan
dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”.
John Owen: “2. Our Lord Jesus Christ himself, speaking of tithing mint and cummin, approveth of it, affirming that those things ought not to be
omitted, though the most inferior instance that could be given of the duty.” [= 2. Tuhan kita Yesus Kristus sendiri,
berbicara tentang persembahan persepuluhan dari selasih dan jintan,
menyetujuinya, menegaskan bahwa hal-hal itu tidak boleh diabaikan / dihapuskan,
sekalipun merupakan contoh hal-hal yang paling kecil yang bisa diberikan dari
kewajiban.] - ‘Hebrews’,
vol 7, hal 40 (AGES) / buku vol 5, hal 323.
b. Mat 22:21 - “Jawab mereka: ‘Gambar dan tulisan Kaisar.’ Lalu kata Yesus kepada
mereka: ‘Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan
kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.’”.
John
Owen: “3. He seems in like manner to
have respect thereunto, when he commands to ‘give unto Caesar the things that
are Caesar’s, and unto God the things that are God’s,’ which were the tithes; the law concerning them being thereby
confirmed, which proves it not to be ceremonial. And this some men judge to be
a certain argument of that which is moral and unalterable, - namely, the
appointed usage of it before the law, under the law, and under the gospel after
the expiration of the law of ceremonies, or ‘the law of commandments contained
in ordinances.’” [= 3. Ia kelihatannya dengan cara yang sama mempunyai rasa hormat
kepadanya, pada waktu Ia memerintahkan untuk ‘memberi kepada Kaisar hal-hal
yang Kaisar punya, dan kepada Allah hal-hal yang Allah punya’, yang adalah
persembahan persepuluhan; hukum Taurat berkenaan dengannya diteguhkan dengan
ini, yang membuktikan itu sebagai bukan hukum upacara. Dan ini sebagian orang
nilai sebagai suatu argumentasi yang pasti tentang itu yang adalah moral dan
tak bisa berubah, - yaitu, penggunaan yang ditetapkan darinya sebelum hukum
Taurat, di bawah hukum Taurat, dan di bawah injil setelah berakhirnya hukum
upacara, atau ‘hukum tentang perintah-perintah yang terdapat dalam upacara’.] - ‘Hebrews’, vol 7, hal
40-41 (AGES) / buku vol 5, hal 323.
Jawaban Owen berkenaan dengan Mat 23:23 / Luk
11:42 dan Mat 22:21.
John Owen: “3. The precise law of tithing is not confirmed in the gospel. For
that saying of our Savior’s approving the tithing of mint and cummin, evidently
respects that legal institution which was then in force, and could not be
violated without sin. And by his approbation of that law, and of the duty in
observance of it, he did no more confirm it, or ascribe an obligatory power
unto it under the gospel, than he did so unto all those other ceremonial institutions
which both he himself observed as a man made under the law, and enjoined others
so to do. They all continued in full force ‘until the time of reformation,’
which gave them their bounds and limits, Hebrews 9:10, and ended with his
resurrection. His other saying of ‘giving unto Caesar the things that are
Caesar’s, and unto God the things that are God’s,’ respects our whole moral
obedience unto God, and not this or that particular institution. The meaning of
it is, that we are to pay or perform unto God all whatever he requireth of us
in a way of obedience; but what that is in particular, is not here determined.
And other mention of tithes in the gospel there is none.” [= 3. Hukum yang persis tentang persembahan persepuluhan tidak
diteguhkan dalam injil. Karena kata-kata
sang Juruselamat yang merestui / menyetujui persembahan persepuluhan dari
selasih dan jintan, jelas menghormati penegakan hukum yang pada waktu itu
berlaku, dan tidak bisa dilanggar tanpa berdosa. Dan oleh persetujuanNya
tentang hukum itu, dan tentang kewajiban mentaatinya, Ia tidak lebih
meneguhkannya, atau memperhitungkan suatu kuasa yang bersifat kewajiban padanya
di bawah injil, dari pada Ia berbuat demikian terhadap semua hukum-hukum
upacara yang lain itu, yang baik Ia sendiri taati sebagai seorang manusia yang
dibuat berada di bawah hukum Taurat, dan memerintahkan orang-orang lain juga
melakukan. Mereka semua terus berlaku ‘sampai waktu pembaharuan’, yang memberi
mereka batasan-batasan mereka, Ibr 9:10, dan berakhir dengan kebangkitanNya.
Kata-kataNya yang lain tentang ‘memberi kepada
Kaisar hal-hal yang adalah milik Kaisar, dan kepada Allah hal-hal yang adalah
milik Allah’, menghormati seluruh ketaatan moral kita kepada Allah, dan bukan
hukum khusus yang ini atau itu. Arti darinya adalah, bahwa kita harus memberi
atau melaksanakan kepada Allah apapun yang Ia tuntut dari kita dengan jalan
ketaatan; tetapi apa hal itu secara khsusus, tidak ditentukan di sini.
Dan di sana tidak ada penyebutan yang lain tentang
persembahan persepuluhan dalam injil.] - ‘Hebrews’, vol 7, hal 43 (AGES) /
buku vol 5, hal 326.
Jawaban saya:
(1) Tentang Mat 23:23 / Luk 11:42 sudah dibahas dalam
pelajaran-pelajaran yang lalu, dan saya setuju dengan John Owen bahwa ini tidak
bisa dijadikan dasar untuk mewajibkan persembahan persepuluhan dalam jaman
Perjanjian Baru.
Saya menganggap, Mat 23:23 / Luk 11:42 tidak
bisa digunakan untuk mewajibkan persembahan persepuluhan dalam jaman Perjanjian
Baru, karena ayat-ayat itu masih termasuk Perjanjian Lama. Batas theologia
antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah kematian Kristus.
Tetapi penggunaan ayat yang John Owen
gunakan, yaitu Ibr 9:10, saya tidak setuju, karena ayat itu berkenaan dengan
Ceremonial Law.
Ibr 9:10 - “karena
semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan,
hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang
hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan.”.
Bahwa ayat itu membicarakan Ceremonial Law,
terlihat dengan jelas kalau saudara membaca seluruh kontextnya.
Penggunaan ayat itu menunjukkan bahwa Owen
menganggap bahwa hukum tentang persembahan persepuluhan termasuk dalam
Ceremonial Law, dan itu saya tidak setuju.
(2) Bagaimana
dengan pembahasan John Owen tentang Mat 22:21?
Mat 22:21 - “Jawab mereka: ‘Gambar dan tulisan
Kaisar.’ Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Berikanlah kepada Kaisar apa yang
wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan
kepada Allah.’”.
Saya sendiri tidak pernah membaca ada
penafsir manapun menggunakan ayat ini sebagai dasar dari hukum tentang
persembahan persepuluhan, dan saya juga tidak menggunakan ayat ini sebagai
argumentasi untuk mendukung keharusan memberi persembahan persepuluhan. John
Owen sendiri mengatakan bahwa ayat ini berhubungan dengan semua hukum moral,
tetapi apa hukum itu, tidak ditentukan di sini. Jadi, kalau hukum tentang
persembahan persepuluhan bisa dibuktikan termasuk dalam hukum moral, maka itu
bisa dimasukkan di sini. Dan dalam pelajaran di depan saya sudah membuktikan
bahwa hukum tentang persembahan persepuluhan termasuk hukum moral, dan bukan
hukum upacara (Ceremonial Law).
(3) Argument
from silence [= Argumentasi dari ke-diam-an]!
John Owen menggunakan ketidak-adaan
penyebutan yang lain tentang persembahan persepuluhan dalam injil, dan itu menurutnya
itu berarti injil tidak meneguhkan hukum tentang persembahan persepuluhan. Ini
adalah Argument from silence [= Argumentasi dari ke-diam-an], dan dalam
perdebatan, argumentasi seperti ini tidak mempunyai kekuatan.
Ini sudah saya bahas dalam pelajaran-pelajaran
awal. Secara umum firman Tuhan itu berlaku
selama-lamanya, kecuali kalau ada ayat
lain yang menghapuskannya. Tidak ada keharusan Perjanjian
Baru memberi hukum tentang persembahan persepuluhan atau meneguhkan hukum
tentang persembahan persepuluhan dalam Perjanjian Lama. Bukan orang yang pro persembahan persepuluhan yang harus
memberi ayat Perjanjian Baru untuk mendukung kelangsungan persembahan
persepuluhan, tetapi sebaliknya orang-orang yang anti persembahan persepuluhan
yang harus memberikan ayat Perjanjian Baru untuk menghapuskan persembahan
persepuluhan!
Gary W. Demarest (tentang Im 27:30-33): “While
the New Testament does not specifically reiterate the tradition of tithing, it
certainly never suspends it. ... What God gave to Moses and the Hebrew
people long ago was meant for us as well. As Paul put it, ‘For whatever things
were written before were written for our learning, that we through the patience
and comfort of the Scriptures might have hope’ (Rom. 15:4).” [= Sementara Perjanjian Baru tidak secara khusus menyatakan lagi
/ ulang tradisi tentang memberikan persembahan persepuluhan, Perjanjian Baru
pasti tidak pernah menyingkirkannya. ... Apa
yang Allah berikan kepada Musa dan orang-orang Ibrani pada jaman dulu
dimaksudkan untuk kita juga. Sebagaimana Paulus mengatakannya,
‘Sebab segala sesuatu yang dituliskan sebelumnya / dahulu dituliskan untuk
pembelajaran kita, supaya kita melalui kesabaran dan penghiburan dari Kitab
Suci bisa mendapatkan / mempunyai pengharapan’ (Ro 15:4).] - ‘Leviticus’ (The Preacher’s
Commentary) - Libronix.
Ro 15:4 - “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran
bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh
ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.”.
3. Dari Perjanjian Baru:
1Kor 9:14.
John Owen: “5. On these suppositions it is that the apostle, treating of this
matter, makes no use of the right or law of tithing, though directly unto his
purpose if it had not been abrogated. For intending to prove that the ministers
of the gospel ought to be liberally supported in their work with the earthly
things of them unto whom they do administer the things of God, he argueth from
the light of nature, the general equity of other cases, the analogy of legal
institutions, the rules of justice, with the especial institution of Christ in
the gospel, but makes no mention of the natural or legal right of tithing, 1
Corinthians 9:7-14.” [= 5.
Tentang anggapan-anggapan ini sang rasul yang
sedang membahas persoalan ini, tidak menggunakan hak atau hukum tentang
persembahan persepuluhan, sekalipun (berhubungan) secara langsung dengan
tujuannya seandainya hukum itu tidak dihapuskan. Karena bermaksud
untuk membuktikan bahwa pelayan-pelayan injil harus disokong secara murah hati
dalam pekerjaan mereka dengan hal-hal duniawi dari mereka bagi siapa
pelayan-pelayan itu mengelola hal-hal dari Allah, ia berargumentasi dari terang
dari alam, kesamaan / kesetaraan yang umum dari kasus-kasus yang lain, analogi
dari penegakan hukum, peraturan-peraturan keadilan, dengan hukum khusus dari
Kristus dalam injil, tetapi tidak menyebut tentang
hak alamiah atau secara hukum dari persembahan persepuluhan, 1Kor
9:7-14.] - ‘Hebrews’,
vol 7, hal 44 (AGES) / buku vol 5, hal 327.
Jawaban
saya:
a. Dalam membicarakan 1Kor 9
ini John Owen lagi-lagi memberikan ‘argument from silence’ [=
argumentasi dari ke-diam-an]!
b. Di samping, sekalipun Paulus
tidak berbicara secara explicit tentang persembahan persepuluhan, tetapi saya
sudah membahas text 1Kor 9 di dalam pelajaran di depan, bahwa secara implicit,
tetapi sangat kuat, Paulus memaksudkan persembahan persepuluhan dalam 1Kor
9:13-14.
1Kor 9:13-14 - “(13)
Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat
penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah,
mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian
pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil,
harus hidup dari pemberitaan Injil itu.”.
John Owen menganggap bahwa dalam jaman
Perjanjian Baru keharusan memberikan persembahan persepuluhan sudah diganti
dengan persembahan sukarela. Ia tetap menekankan keharusan orang Kristen untuk
mencukupi kebutuhan hamba-hamba Tuhan yang full-timer, tetapi tidak memberikan
ketentuan berapa persen yang harus diberikan oleh orang-orang Kristen dalam hal
itu.
John
Owen: “As it is the duty of those
who are employed in sacred ministrations to receive what the Lord Christ hath
appointed for their supportment, and in the way of his appointment, so it is
likewise, without trouble, solicitousness, or complaint, to acquiesce therein.
- So was it with the priests of old, they were to receive their portion, and to
acquiesce in their portion; ... We
take it for granted that the way of maintenance
is changed as to the ministers of holy things under the new testament. That the law of maintenance
is taken away is the highest folly to imagine, it being so expressly asserted
by our Savior himself and his apostle, Luke 10:7; 1 Corinthians 9. But here it is thought lies
the disadvantage, that whereas the priests under the old testament had a
certain portion which was legally due unto them, and they might
demand it as their own, it is now referred unto the voluntary contribution of them that have the benefit and advantage of their labor. Now whereas they oftentimes, yea, for the most part, are
negligent in their duty, and, through love of the present world, very scanty
and backward in their contributions, ministers cannot be
supported in their work in any measure proportionable unto what the priests
were of old. Besides, it should seem
unworthy a minister of the gospel, who ought to be had in esteem, and is
declared by the apostle to be ‘worthy of double honor,’ to depend on the will,
and as it were charity of the people, many of them, it may be, poor and low
themselves. ... For, - (1.) The change made in the way of
maintenance, pretended so disadvantageous
unto ministers of the gospel, is no other but a part of that universal alteration, wherein carnal things are turned into those that are more spiritual, which was made by the bringing in of the kingdom of Christ. And
if ministers may complain that they have by the gospel lost the former
allotment of sacred officers in tithes, the people may as well complain that
they have no inheritances in the land of Canaan. But he is unworthy the name of a minister of the gospel, who is
not satisfied with what our Lord hath ordained in every
kind. And as for those who indeed think better of what was of use in Judaism or
heathenism than what is warranted by the gospel, I shall not debate the matter
with them. ... For, - (2.) This way is the most honorable way, and that which casts the greatest respect upon them. Even the
princes and rulers of the world have their revenue and supportment from the
substance of the people. Now I would only ask, whether
it would not be more honorable that the people should willingly and of their
own accord bring in their contribution, than merely pay it under the compulsion
of a law? ... Well, therefore, because our apostle tells us that ‘our Lord hath
ordained that those who preach the gospel shall live on the gospel,’ and all
obedience unto his ordinances and institutions must be voluntary, if ministers
are ashamed, and esteem it unworthy of them, to receive what is so contributed
in a way of voluntary obedience, let them try if they can prevail with
themselves to receive it so for Him, and in his name, who is not ashamed to
receive it, no, if it be only a cup of cold water, so it come from a free and
willing mind, when he despiseth the revenue of the whole world upon compulsion.
If they will not do so, their best way is to leave his service, and take up
with that which is more honorable. For my part, I do judge that the way of
maintenance of ministers by voluntary benevolence, in a way of duty and
obedience unto Christ, though it be not likely the most plentiful, is yet the
most honorable of all others.” [= Karena
merupakan kewajiban dari mereka yang dipekerjakan dalam pelayanan kudus /
keramat untuk menerima apa yang Tuhan Kristus telah tetapkan untuk penyokongan
mereka, dan dengan cara dari penetapanNya, demikian juga, tanpa kuatir,
keinginan, atau keluhan, untuk menerima / tunduk di dalamnya. - Demikianlah
dengan imam-imam pada jaman kuno / dulu, mereka harus menerima bagian mereka,
dan menerima / tunduk dalam bagian mereka; ... Kami
menganggapnya sebagai benar bahwa cara pemeliharaan diubah
berkenaan dengan pelayan-pelayan / pendeta-pendeta dari hal-hal kudus di bawab
Perjanjian Baru. Bahwa
hukum pemeliharaan diambil / disingkirkan merupakan ketololan tertinggi untuk
dibayangkan, karena itu ditegaskan dengan begitu explicit / jelas oleh sang
Juruselamat sendiri dan rasulNya, Luk 10:7; 1Kor 9.
Tetapi diajarkan bahwa di sini terletak keadaan yang merugikan, bahwa mengingat
imam-imam di bawah Perjanjian Lama mempunyai suatu bagian tertentu yang
merupakan hak mereka secara hukum / sah, dan mereka bisa menuntutnya sebagai
milik mereka, sekarang itu diserahkan pada kontribusi sukarela dari mereka yang
mendapatkan manfaat dan keuntungan dari jerih payah mereka.
Sekarang sekalipun mereka seringkali, bahkan pada umumnya, lalai dalam
kewajiban mereka, dan melalui cinta terhadap dunia sekarang ini, sangat sedikit
/ terbatas dan terbelakang dalam kontribusi mereka, pelayan-pelayan
/ pendeta-pendeta tidak bisa disokong dalam pekerjaan mereka dalam takaran
apapun yang bisa sebanding dengan sokongan-sokongan dari imam-imam pada jaman
kuno / dulu. Disamping, kelihatannya tidak layak
bagi seorang pelayan injil, yang seharusnya dihargai, dan dinyatakan oleh sang
rasul sebagai ‘layak untuk mendapat kehormatan ganda’, untuk bergantung pada
kehendak, dan seakan-akan, pada kemurahan hati dari umat, yang mungkin saja,
banyak di antara mereka sendiri adalah miskin dan rendah. Karena, - (1.) Perubahan
yang dibuat dalam cara pemeliharaan, yang dianggap begitu merugikan bagi
pelayan-pelayan injil, bukan lain dari suatu bagian dari perubahan universal
itu, dimana hal-hal yang bersifat daging diubah menjadi hal-hal yang lebih
rohani, yang dibuat oleh dibawa masuknya kerajaan Kristus. Dan jika
pelayan-pelayan / pendeta-pendeta boleh mengeluh bahwa oleh injil mereka telah
kehilangan pembagian terdahulu dari jabatan-jabatan kudus dalam persembahan
persepuluhan, umat juga bisa mengeluh bahwa mereka tidak mempunyai warisan di
tanah Kanaan. Tetapi ia tidak layak dengan nama dari seorang
pelayan / pendeta dari injil, yang tidak puas dengan apa yang Tuhan telah
tentukan dalam setiap jenis / hal. Dan untuk mereka yang memang berpikir lebih
baik tentang apa yang digunakan dalam Yudaisme atau ajaran / agama kafir dari
pada apa yang dibenarkan oleh injil, saya tidak akan memperdebatkan persoalan
itu dengan mereka. ... Karena, - (2.) Cara ini adalah
cara yang paling terhormat, dan itu yang memberikan hormat terbesar kepada mereka.
Bahkan pangeran-pangeran dan penguasa-penguasa dunia mendapat penghasilan dan
sokongan mereka dari kekayaan bangsa / orang-orang. Sekarang saya hanya mau bertanya, apakah itu tidak lebih
terhormat bahwa orang-orang secara sukarela dan dari persetujuan mereka sendiri
memberikan kontribusi mereka, dari pada semata-mata membayarnya di bawah
paksaan dari suatu hukum? ... Ya, karena itu, karena rasul kita memberitahu kita bahwa ‘Tuhan kita
telah menetapkan bahwa mereka yang memberitakan injil harus hidup dari injil’,
dan semua ketaatan pada peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang ditetapkan
harus sukarela, jika pelayan-pelayan / pendeta-pendeta malu, dan menilai tidak
layak untuk menerima apa yang dikontribusikan seperti itu dengan cara dari
ketaatan sukarela, biarlah mereka mencoba jika mereka bisa sukses membujuk diri
mereka sendiri untuk menerimanya seperti itu dari Dia, dan dalam namaNya, yang
tidak malu untuk menerimanya, bahkan jika itu hanyalah secangkir air dingin
tetapi itu datang dari suatu pikiran yang bebas dan sukarela / mau, pada waktu
Ia meremehkan penghasilan dari seluruh dunia pada paksaan. Jika mereka tidak
mau berbuat demikian, cara / jalan terbaik mereka adalah meninggalkan
pelayananNya, dan mengambil apa yang lebih terhormat. Bagi saya, saya menilai
bahwa jalan / cara pemeliharaan pelayan-pelayan / pendeta-pendeta oleh tindakan
kebaikan yang sukarela, dalam suatu jalan / cara dari kewajiban dan ketaatan
kepada Kristus, sekalipun itu kecil kemungkinannya merupakan sesuatu yang
sangat berlimpah-limpah, tetapi paling terhormat dari semua yang lain.] -
‘Hebrews’, vol 7, hal 75-78 (AGES) / buku vol 5, hal 353-356.
Jawaban
saya:
1. John Owen
mengatakan bahwa pelayan-pelayan Tuhan harus tunduk / menerima hukum tentang
pemeliharaan mereka yang Tuhan tetapkan. Tentu saja saya setuju dengan hal ini.
2. John Owen
menganggap bahwa 2 text di bawah ini menunjukkan bahwa hukum pemeliharaan
terhadap pelayan-pelayan Tuhan tetap berlaku.
Luk 10:7
- “Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan
orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut
mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah
rumah.”.
1Kor
9:13-14 - “(13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat
kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang
melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian pula
Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari
pemberitaan Injil itu.”.
Tetapi
ia juga menambahkan suatu kalimat yang sangat tidak saya senangi, yaitu: “We
take it for granted that the way of maintenance is changed as to the ministers of holy
things under the new testament.” [= Kami
menganggapnya sebagai benar bahwa cara pemeliharaan diubah
berkenaan dengan pelayan-pelayan / pendeta-pendeta dari hal-hal kudus di bawah
Perjanjian Baru.].
Saya
berpendapat bahwa tidak ada apapun yang bisa dengan seenaknya dianggap
sebagai benar
tanpa bukti / dasar Alkitab! Dengan dasar Alkitab apa ia menganggap
sebagai benar
bahwa hukum pemeliharaan terhadap pelayan-pelayan Tuhan diubah dalam jaman
Perjanjian Baru?
Ia
mengatakan bahwa hukum pemeliharaan terhadap pelayan-pelayan Tuhan pada jaman
Perjanjian Lama diubah pada jaman Perjanjian Baru. Kalau dalam jaman Perjanjian
Lama berapa bagian itu ditentukan oleh hukum Taurat (persembahan persepuluhan),
maka dalam Perjanjian Baru, itu bersifat sukarela. Dan kelihatannya John
Owen menggunakan 2 ayat / text Alkitab sebagai dasar:
a. 1Kor 9.
b. 1Tim 5:17 - “Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali
lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar.”.
Saya
tidak bisa melihat apapun dalam text-text yang ia berikan itu bahwa hukum
pemeliharaan terhadap pelayan-pelayan Tuhan dalam jaman Perjanjian Baru diubah
menjadi bersifat sukarela. Bahkan saya sudah membahas dalam pelajaran di depan bahwa
kata-kata ‘demikian pula’ pada awal dari 1Kor 9:14 menunjukkan persamaan cara
pemeliharaan pelayan-pelayan Tuhan pada jaman Perjanjian Lama dan pada jaman
Perjanjian Baru.
1Kor
9:13-14 - “(13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat
kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang
melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (14) Demikian pula Tuhan telah menetapkan,
bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.”.
3. John Owen juga berargumentasi bahwa kalau
persembahan persepuluhan dihapuskan dan pelayan-pelayan Perjanjian Baru
mengeluh karena hak mereka tidak seperti hak pelayan-pelayan Tuhan pada jaman
Perjanjian Lama, maka jemaat Perjanjian Baru juga bisa mengeluh bahwa mereka
tidak diberi tanah Kanaan.
Bagi saya ini
merupakan argumentasi yang konyol dan juga tidak mempunyai kekuatan.
Orang-orang Lewi / imam-imam dalam Perjanjian Lama diberi pemeliharaan dari
persembahan persepuluhan bukan hanya karena mereka tidak mendapat bagian dalam
tanah Kanaan (selain kota-kota untuk orang-orang Lewi), tetapi khususnya karena
mereka melakukan pelayanan full time dan tidak melakukan pekerjaan lain.
Bangsa Israel memang
diberi tanah Kanaan, tetapi menurut saya bukan itu alasannya maka mereka harus
memberi persembahan persepuluhan. Semua penghasilan mereka datang dari Tuhan,
dan orang-orang Lewi / imam-imam melayani mereka dan tak punya pekerjaan
sekuler, menyebabkan mereka harus mencukupi kebutuhan orang-orang Lewi /
imam-imam ini melalui persembahan persepuluhan.
Bahwa jemaat /
orang-orang Kristen dalam jaman Perjanjian Baru tidak mendapat tanah Kanaan,
tak ada hubungannya dengan hal ini, karena tetap saja semua penghasilan kita
adalah karena berkat Tuhan, dan semua pelayan-pelayan Tuhan melayani secara
full-timer, sehingga harus dicukupi kebutuhan hidupnya oleh jemaat.
Catatan: saya berpendapat
seorang hamba Tuhan yang punya pekerjaan sekuler memang tak berhak dicukupi
oleh persembahan persepuluhan.
Dalam hal-hal ini
tak ada perubahan / perbedaan antara jaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
lalu mengapa harus ada perbedaan sehingga kalau dalam Perjanjian Lama
persembahannya harus sepersepuluh lalu dalam Perjanjian Baru berubah menjadi
bersifat sukarela???
4. John Owen juga mengatakan bahwa bagi
pelayan-pelayan Tuhan pada jaman Perjanjian Baru, mereka harus menganggap
persembahan sukarela sebagai lebih terhormat,
dari pada persembahan persepuluhan. Secara implicit
ia menyatakan bahwa persembahan persepuluhan itu merupakan suatu paksaan /
diberikan dengan terpaksa!
Untuk ini ada
beberapa hal yang saya berikan sebagai jawaban:
a. Apakah sukarela lebih bagus dari paksaan? Kalau memang demikian,
mengapa pada jaman Perjanjian Lama hal itu diharuskan / dipaksakan kepada
mereka?
Dalam komentarnya tentang Im
27:30, yang merupakan ayat pertama dalam Perjanjian Lama yang mengharuskan
pemberian persembahan persepuluhan, Calvin memberi komentar sebagai berikut:
Calvin
(tentang Im 27:30):
“in this law a remedy was
applied to avarice and meanness, and not without good cause; for if the proverb
be true, that ‘good laws spring from evil habits,’ it was necessary that so
covetous and ill-disposed a people should be restrained in the path of duty by
the utmost severity. And although such careful provision was made for the
Levites, yet there was scarcely any period in which they did not suffer from
want, and sometimes they wandered about half-starved; nay, after the return
from the Babylonish captivity, the memory of so great a blessing did not
prevent a part of the tithes from being surreptitiously withheld from them; as
God complains in Malachi 3:8. Whence it appears that it was not without purpose
that the people were so imperiously enjoined to pay them.” [= dalam hukum ini suatu obat diterapkan / diberikan pada
ketamakan dan kekikiran, dan tidak dengan alasan yang baik; karena jika amsal /
pepatah ini adalah benar, bahwa ‘hukum-hukum yang baik muncul dari
kebiasaan-kebiasaan buruk’, adalah perlu bahwa suatu bangsa yang begitu tamak
dan condong pada apa yang buruk harus dikekang dalam jalan kewajiban oleh
kekerasan yang extrim / tertinggi. Dan sekalipun persediaan yang begitu
hati-hati / teliti dibuat untuk orang-orang Lewi, tetapi di sana hampir tak ada
masa dalam mana mereka tidak mengalami kekurangan, dan kadang-kadang mereka
mengembara dalam keadaan setengah kelaparan; bahkan, setelah kembali dari
pembuangan Babilonia, ingatan pada suatu berkat yang begitu besar tidak mencegah
suatu bagian dari persembahan persepuluhan untuk ditahan secara diam-diam dari
mereka; seperti yang Allah keluhkan dalam Mal 3:8. Dari sana kelihatan bahwa
bukan tanpa tujuan bahwa bangsa itu diperintahkan dengan paksaan untuk membayar
/ memberikan mereka.] - hal 281.
b. Mayoritas hukum-hukum Tuhan, dalam Perjanjian
Lama maupun Perjanjian Baru, adalah suatu keharusan!!
Sama seperti dalam menggunakan
hari-hari yang ada, yang seharusnya semuanya untuk Tuhan, tetapi Tuhan memberi keharusan untuk memberikan secara mutlak 1
dari 7 hari untuk Dia. Itupun tak bisa mencegah mayoritas orang Kristen untuk
tetap bekerja pada hari Minggu, dan tidak berbakti dsb, dan dengan demikian
melanggar hukum itu!!
c. Apakah suatu hukum yang mengharuskan sesuatu
atau melarang sesuatu, harus kita taati dengan terpaksa? Baik dalam Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru, jawabannya adalah ‘tidak!’.
Semua kita bisa berbakti, belajar
firman Tuhan, berdoa, melayani, memberitakan Injil, dan juga memberikan
persembahan persepuluhan, dengan sukarela, bahkan dengan sukacita!!
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar