Pemahaman Alkitab
G. K. R. I. ‘GOLGOTA’
(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Rabu, tgl 9 September 2015, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
PRO KONTRA TENTANG
PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN (10d)
Mal 3:8-11
- “(8) Bolehkah
manusia menipu (merampok) Allah? Namun
kamu menipu (merampok) Aku. Tetapi kamu
berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah kami menipu
(merampok) Engkau?’ Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus!
(9) Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu (merampok) Aku, ya kamu seluruh
bangsa! (10)
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke
dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman
TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit
dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (11) Aku akan menghardik
bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya
jangan pohon anggur di padang
tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam.”.
Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan dulu
tentang text Maleakhi ini:
1. Kutuk.
Russell
Kelly secara bodoh menyerang R. C. Sproul, dengan mengatakan bagaimana mungkin
seorang Calvinist, yang percaya predestinasi, bisa percaya bahwa orang yang tak
memberi persembahan persepuluhan akan kembali menjadi orang terkutuk.
R.
C. Sproul:
“It also means that
ninety-six percent of us are for this reason exposing ourselves to a divine
curse upon our lives.” [= Itu juga berarti bahwa 96 % dari
kita untuk alasan ini membuka diri kita sendiri bagi suatu kutuk ilahi atas
hidup kita.] -
http://www.ligonier.org/learn/articles/will-man-rob-god/
Catatan:
kata-kata ini diucapkan oleh R. C. Sproul berdasarkan suatu penelitian yang ia
sendiri ragukan kebenarannya, yang mengatakan bahwa hanya 4 % dari orang
Kristen injili di Amerika Serikat yang memberi persembahan persepuluhan.
Russell
Kelly:
“This is goofy theology
coming from one who should know better. Sproul, who is supposed to be Calvinist
and a Predestinationist teaches that God is responsible for both justification
and sanctification. ... How can God allow a CURSED believer into heaven? Was
that believer never saved, or did that believer fall from grace contrary to
Calvinism? Sproul is inconsistent with the Bible and with his own theological
hermeneutic.” [= Ini adalah theologia yang tolol /
menggelikan dari orang yang seharusnya tahu dengan lebih baik. Sproul, yang
dianggap sebagai seorang Calvinist dan seorang yang mempercayai Predestinasi
mengajar bahwa Allah bertanggung-jawab baik untuk pembenaran dan pengudusan.
... Bagaimana Allah bisa mengijinkan seorang percaya yang TERKUTUK masuk ke
surga? Apakah orang percaya itu tidak pernah diselamatkan, atau apakah orang
percaya itu murtad / jatuh dari kasih karunia, bertentangan dengan Calvinisme?
Sproul tidak konsisten dengan Alkitab dan dengan hermeneutik theologianya
sendiri.] -
http://www.tithing-russkelly.com/id172.html
Jawaban
saya: Kutuk dalam Mal 3 ini, sama seperti kutuk
dalam Ul 28:15-dst, menunjuk pada hukuman / hajaran dari Tuhan karena dosa-dosa
seseorang. Dan karena hukumannya berupa pencabutan berkat-berkat Tuhan maka itu
disebut sebagai kutuk.
Kutuk
ini sama sekali tak diartikan bahwa orang percaya yang sudah dicabut kutuknya
oleh Kristus, kembali menjadi terkutuk, kalau / karena ia berdosa / tidak
memberi persembahan persepuluhan. Bahwa kita yang
adalah orang percaya bisa kembali menjadi terkutuk di hadapan Tuhan, kalau /
karena berbuat dosa / tidak memberi persembahan persepuluhan, tentu tidak saya
percayai, bukan hanya dalam jaman Perjanjian Baru, tetapi juga dalam jaman
Perjanjian Lama.
Kalau ini mau diartikan betul-betul sebagai kutuk, maka itu hanya menimpa
orang yang tidak sungguh-sungguh adalah orang percaya.
Ul 28:15-20 - “(15) ‘Tetapi jika engkau tidak
mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala
perintah dan ketetapanNya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala
kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai
engkau: (16) Terkutuklah engkau di kota dan terkutuklah engkau di ladang. (17) Terkutuklah bakulmu dan tempat adonanmu. (18) Terkutuklah buah kandunganmu, hasil bumimu, anak
lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. (19) Terkutuklah engkau pada waktu masuk dan terkutuklah engkau pada waktu keluar. (20) TUHAN
akan mendatangkan kutuk, huru-hara dan penghajaran ke antaramu
dalam segala usaha yang kaukerjakan, sampai engkau punah dan binasa dengan
segera karena jahat perbuatanmu, sebab engkau telah meninggalkan Aku. ”.
2. Point ini
lebih cocok untuk orang miskin dari pada untuk orang kaya.
Orang
kaya tidak memberi persembahan persepuluhan biasanya karena alasan pelit atau
tamak, tetapi orang miskin tidak memberi persembahan persepuluhan, sangat
memungkinkan karena alasan kurang iman.
Tetapi
justru dalam hal inilah imannya perlu diuji. Tidak sukar untuk memberi
persembahan persepuluhan pada waktu kita kelebihan uang, tetapi bagaimana pada
waktu kita pas-pasan atau bahkan pada waktu kita kekurangan uang (defisit)?
A. W. Pink: “Now
then in the fourth place, God has appointed tithing as a test of our faith, and
for the nourishing and developing of our faith - especially of the young
Christians. Here is a young man who has just started housekeeping. He professes
to trust God with the enormous matter of his eternal future. He professes to
have confidently left his immortal interests in the hands of God. Well now,
dare he trust God with one-tenth of his income for a year? My friends, tithing
develops in young Christians the spirit of trusting the Lord in their temporal
affairs.” [= Maka
sekarang di tempat keempat, Allah telah menetapkan
persembahan persepuluhan sebagai suatu ujian iman kita, dan untuk memelihara /
memberi makan dan mengembangkan iman kita - khususnya dari
orang-orang Kristen muda. Di sini ada seorang muda yang baru saja memulai
berumah-tangga. Ia mengaku mempercayai Allah dengan persoalan yang besar dari
masa depan kekalnya. Ia mengaku telah dengan yakin meninggalkan / menyerahkan
kepentingan-kepentingan kekalnya dalam tangan Allah. Maka sekarang, beranikah ia mempercayai Allah dengan sepersepuluh dari
penghasilannya untuk satu tahun? Sahabatku, persembahan persepuluhan
mengembangkan dalam orang-orang Kristen muda roh / kecondongan mempercayai
Tuhan dalam urusan-urusan sementara.] - ‘Tithing’, hal 15 (AGES).
Catatan: saya tidak mengerti mengapa ditekankan untuk orang Kristen muda. Bagi saya ini merupakan ujian
iman bagi semua orang Kristen, tua ataupun muda.
A. W. Pink:
“‘Bring ye all the
tithes into the storehouse, that there may be meat in Mine house, and prove Me
now herewith, saith the Lord of hosts’ (Malachi 3:10). My friends, that is a
startling
expression. It is a remarkable expression. God says, ‘Prove Me.’
Those words mean this: Place the Almighty on trial (and it would be sin, it
would be positively wicked, for any creature to do so unless he was definitely
commanded so to do). ‘Prove Me now herewith’ - with the tithe. In other words,
our text tells us to put God to the proof, to test Him out and see what He will
do. We are bidden to give Him one-tenth of our income and then to see whether
He will let us be the loser or not. ‘Prove Me now herewith.’ I tell you, my
friends, my soul is overwhelmed by the amazing condescension of the Most High
to place Himself in such a position. God allows Himself to be placed on trial
by us, and tithing is a process of proof. Tithing is a means whereby we can
demonstrate in the material realm the existence of God and the fact of His
governor-ship over all temporal affairs. If you have any shadow of doubt in
your mind and heart as to whether or not God exists, or as to whether or
not He controls all temporal affairs, you can have that doubt removed by an
absolute demonstration of the actuality of God’s existence and of His
control over temporal affairs. How? By regularly, faithfully, systematically
giving Him one-tenth of your gross income, and then seeing whether He will let
you be the loser or not: proving whether He does honor those who honor Him:
proving whether He will allow Himself to be any man’s debtor. He says, ‘Prove
Me, prove Me, put Me to the test.’ You trembling, fearful saints, never mind if
your income is only $1 a day, and you have to scheme and scratch and strain to
make both ends meet. Take one-tenth away and devote it to the Lord, and then
see if He will remain your debtor. ‘Prove Me now herewith,’ He says. Try Me out
and see whether I am worthy of your confidence; put Me to the test and see
whether I will disappoint your faith. As we said above, God has appointed
tithing as a test of faith, for the development of faith; and if the young
Christian would only start by proving God in the material realm, testing Him
out in His own appointed way, what a confirmation it would be! How it would
enable him to trust God in temporal things - which is one of the hardest things
that the average Christian finds to do.” [= ‘Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku,
firman TUHAN semesta alam’ (Mal 3:10). Sahabatku, itu adalah suatu pernyataan
yang mengejutkan. Itu adalah suatu pernyataan yang luar biasa. Allah berkata, ‘Ujilah Aku’.
Kata-kata itu berarti ini: Tempatkanlah Yang Maha Kuasa pada ujian (dan itu
adalah dosa, itu adalah jahat secara positif, bagi makhluk ciptaan manapun
untuk melakukan demikian kecuali ia dengan pasti diperintahkan untuk melakukan
demikian). ‘Ujilah aku dengan ini’ - dengan persembahan persepuluhan. Dengan
kata lain, text
kita memberitahu kita untuk membuktikan Allah, untuk menguji Dia dan melihat
apa yang akan Ia lakukan. Kita
diminta untuk memberi Dia sepersepuluh dari penghasilan kita dan lalu melihat
apakah Ia akan membiarkan kita menjadi pecundang atau tidak. ‘Ujilah Aku
dengan ini’. Saya memberitahumu sahabatku, jiwaku diliputi / dibanjiri oleh
perendahan yang mengherankan dari Yang Maha Tinggi untuk menempatkan diriNya
sendiri dalam posisi seperti itu. Allah mengijinkan diriNya sendiri ditempatkan
pada ujian oleh kita, dan persembahan persepuluhan adalah suatu proses
pembuktian. Pemberian persembahan persepuluhan adalah cara dengan mana kita
bisa mendemonstrasikan dalam alam / dunia materi keberadaan dari Allah dan
fakta dari pemerintahanNya atas semua urusan
sementara. Jika kamu
mempunyai keraguan sekecil apapun dalam pikiran dan hatimu berkenaan dengan
apakah Allah ada atau tidak, atau berkenaan dengan apakah Ia
mengontrol semua urusan-urusan sementara, kamu bisa membuat keraguan itu
disingkirkan dengan suatu demonstrasi yang mutlak dari kebenaran tentang keberadaan Allah
dan dari kontrolNya atas urusan-urusan sementara. Bagaimana?
Dengan secara teratur, secara setia, secara sistimatis, memberi Dia sepersepuluh dari penghasilan kotormu,
dan lalu melihat apakah Ia akan membiarkan kamu menjadi pecundang atau tidak:
membuktikan apakah Ia memang menghormati mereka yang menghormati Dia:
membuktikan apakah Ia akan mengijinkan diriNya sendiri untuk menjadi orang yang
berhutang kepada siapapun. Ia berkata, ‘Cobalah Aku,
cobalah Aku, ujilah Aku’. Kamu orang-orang kudus
yang gemetar dan takut, tak peduli penghasilanmu hanya 1 $ sehari, dan kamu
harus merencanakan dan mengumpulkan dengan susah payah dan bersusah payah untuk
membuat penghasilan dan pengeluaran sama / setara. Ambillah sepersepuluh
darinya dan persembahkanlah kepada Tuhan, dan lalu lihatlah jika Ia akan
tinggal sebagai orang yang berhutang kepadamu.
‘Cobalah / Ujilah Aku dengan ini’, Ia berkata. Cobalah Aku
dan lihatlah apakah aku layak mendapatkan keyakinanmu; ujilah Aku dan lihatlah
apakah Aku akan mengecewakan imanmu. Seperti kami katakan di atas, Allah telah
menetapkan persembahan persepuluhan sebagai suatu ujian iman, untuk
pengembangan iman; dan jika saja orang Kristen muda mau mulai dengan mencoba /
menguji Allah dalam dunia / alam materi, menguji Dia dengan cara yang Ia
tetapkan sendiri, alangkah meneguhkannya hal itu! Bagaimana itu akan memampukan
dia untuk mempercayai Allah dalam hal-hal sementara - yang merupakan salah satu
hal yang tersukar untuk dilakukan orang Kristen rata-rata.] - ‘Thiting’,
hal 16-17 (AGES).
Catatan: saya tak setuju dengan yang bagian yang saya beri garis bawah
ganda, karena tindakan menguji Tuhan ini hanya berlaku untuk orang percaya, dan
tentu tak dimaksudkan supaya seorang atheis bisa menguji Tuhan itu ada atau
tidak.
Juga ada
perkecualian dalam persoalan ini. Kalau orang memberi persembahan persepuluhan,
tetapi tetap hidup jahat, Tuhan tidak memberkatinya, bahkan tetap mengutuknya.
Amos 4:1-dst (khususnya ay 4-5).
Amos 4:1-8 - “(1) ‘Dengarlah firman ini, hai
lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang
menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari,
supaya kita minum-minum! (2) Tuhan ALLAH telah bersumpah demi kekudusanNya:
sesungguhnya, akan datang masanya bagimu, bahwa kamu diangkat dengan kait dan
yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan. (3) Kamu akan keluar melalui
belahan tembok, masing-masing lurus ke depan, dan kamu akan diseret ke arah
Hermon,’ demikianlah firman TUHAN. (4) ‘Datanglah ke Betel dan lakukanlah
perbuatan jahat, ke Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat! Bawalah korban
sembelihanmu pada waktu pagi, dan persembahan
persepuluhanmu pada hari yang ketiga! (5) Bakarlah korban syukur dari
roti yang beragi dan maklumkanlah persembahan-persembahan sukarela; siarkanlah
itu! Sebab bukankah yang demikian kamu sukai, hai orang Israel?’ demikianlah firman Tuhan
ALLAH. (6) ‘Sekalipun Aku ini telah memberi kepadamu gigi yang tidak disentuh
makanan di segala kotamu dan kekurangan roti di segala tempat kediamanmu, namun
kamu tidak berbalik kepadaKu,’ demikianlah firman TUHAN. (7) ‘Akupun telah
menahan hujan dari padamu, ketika tiga bulan lagi sebelum panen; Aku menurunkan
hujan ke atas kota yang satu dan tidak menurunkan hujan ke atas kota yang lain;
ladang yang satu kehujanan, dan ladang, yang tidak kena hujan, menjadi kering; (8)
penduduk dua tiga kota pergi terhuyung-huyung ke satu kota untuk minum air,
tetapi mereka tidak menjadi puas; namun kamu tidak berbalik kepadaKu,’
demikianlah firman TUHAN.”.
Jamieson,
Fausset & Brown (tentang Mal 3:8-12): “Prove me now herewith - with this, by doing so. Test me whether I
will keep my promise of blessing you, on condition of your doing your part.” [= Cobalah / Ujilah Aku dengan ini - dengan ini, dengan melakukan
demikian. Ujilah Aku apakah aku akan menepati janjiKu untuk memberkati kamu,
dengan syarat kamu melakukan bagianmu.].
John
Courson (tentang Mal 3:10b): “Throughout
the Word God says, ‘Trust Me.’ But in the area of giving, He says, ‘Prove Me.
Bring Me your tithes and offerings and see if I won’t bless you in such a way
that you can’t even contain it.’” [= Dalam seluruh Firman, Allah berkata, ‘Percayailah Aku’. Tetapi
dalam daerah memberi, Ia berkata, ‘Cobalah / Ujilah Aku. Bawalah kepadaKu
persembahan persepuluhanmu dan lihatlah jika Aku tidak akan memberkati engkau
dengan cara sedemikian rupa sehingga engkau bahkan tidak bisa menampungnya’.] - ‘John
Courson’s Application Commentary’ (Libronix).
Andrew E. Hill (tentang
Mal 3:10): “‘Put me to the test!’ The
prophetic challenge is not in violation of the prohibition against ‘testing God’
(Deut 6:16). The word for testing in that context (nasah) means to try or prove (or even tempt) from a posture of
arrogance and cynical unbelief. The term employed here (bakhan) signifies testing from a posture of honest doubt with
the intent to encourage and approve faith in God. The divine invitation to
‘test God’ offers the restoration community an opportunity to ‘prove’ the
faithfulness of Yahweh as it relates to his covenant promises with Israel.” [= ‘Ujilah Aku!’ Tantangan nubuatan ini bukanlah suatu pelanggaran terhadap larangan
‘mencobai Allah’ (Ul 6:16). Kata untuk ‘menguji’ dalam kontext itu (NASAH)
berarti mencoba atau membuktikan / menguji (atau bahkan mencobai) dari suatu
postur kesombongan dan ketidak-percayaan yang sinis. Istilah yang digunakan di sini
(BAKHAN) berarti menguji dari suatu postur keraguan yang jujur dengan maksud
untuk mendorong dan membuktikan iman kepada Allah. Undangan ilahi untuk ‘menguji Allah’ menawarkan masyarakat /
komunitas yang dipulihkan itu suatu kesempatan untuk ‘menguji’ kesetiaan Yahweh
berkenaan dengan janji-janji perjanjianNya dengan Israel.] - ‘Cornerstone
Biblical Commentary’, ‘Minor Prophets’, ‘Hosea - Malachi’ (Libronix).
Elizabeth
Achtemeier (tentang Mal 3:7-12): “We see
such selfish grasping still in existence in the time of Nehemiah (cf. Neh.
13:10–13), but in the light of Judah’s
economic circumstances, it is here not too surprising. She has suffered under
drought and crop failure and locust plague and blight (cf. Mal. 3:10–11), and
when one has little, one is tempted to guard jealously one’s meager stores. ...
And the reason for all of that is trust - trust in the God whom we are to know
and love with all our heart in the intimate fellowship of every day; trust that
we are precious in his sight and that he will not abandon his care of us; trust
that his love pours out with it more provision for all our needs than we could
ever imagine ... It is to that trust that Malachi here calls his penurious
people. ‘Prove me!’ exhorts the Lord of Hosts, ‘Put me to the test’ (v. 10)!
Though we are not to test the Lord our God (Deut. 6:16; Matt. 4:7), he here is
willing to allow that freedom to his unbelieving people. ‘Respond in love to my
love,’ is the exhortation, ‘and see if I do not open the windows of heaven for
you and pour down fructifying rain, and rid your crops of devouring locust and
protect your vines from blight (vv. 10–11)! See if you do not become a land so
delightful in every way that all the nations of the earth will call you
blessed’ (v. 12; cf. Isa. 60:3–14; 61:9; 62:1–4, 10–12)! ... But it is not a
tit-for-tat arrangement, not a vending machine concept of God, not a bargain by
which Judah
makes an investment and receives a reward in return. To find in this passage
any such legalistic or automatic or materialistic understanding is a complete
distortion of the covenant relation with our God. There is a true story of a
man in Dade County, Florida, who sued his church for the return
of the money which he had contributed to it. ‘I delivered $800 of my savings to
the … Church,’ said the man in his court suit, ‘in response to the pastor’s
promise that blessings, benefits and rewards would come to the person who did
tithe 10 per cent of his wealth. I did not and have not received these
benefits.’ That crude bargain is not what is involved here when Judah is
admonished to ‘bring the full tithe’ (v. 10). Motivating and accompanying all
true gifts to God is the pouring out of our life, our love, our all.” [= Kita melihat
genggaman egois seperti itu tetap ada dalam jaman Nehemia (bdk. Neh 13:10-13),
tetapi dalam terang dari keadaan ekonomi Yehuda, itu tidaklah terlalu
mengejutkan. Mereka telah menderita di bawah kekeringan dan kegagalan panen dan
wabah belalang dan kutuk (bdk. Mal 3:10-11), dan pada waktu seseorang mempunyai
sedikit, ia dicobai untuk menjaga dengan waspada simpanannya yang tipis /
sedikit. ... Dan alasan dari semua itu adalah kepercayaan - kepercayaan kepada
Allah yang harus kita kenal dan kasihi dengan segenap hati kita dalam
persekutuan yang intim setiap hari; kepercayaan bahwa kita berharga dalam
pandanganNya dan bahwa Ia tidak akan meninggalkan perhatianNya kepada kita;
kepercayaan bahwa kasihNya mencurahkan dengannya pemeliharaan yang lebih untuk
semua kebutuhan kita dari pada yang bisa kita bayangkan ... Pada kepercayaan
itulah Maleakhi di sini memanggil bangsanya yang pelit / kikir. ‘Ujilah Aku’ desak Tuhan
semesta alam, ‘Ujilah Aku’ (ay 10)! Sekalipun kita tidak
boleh mencobai Tuhan Allah kita (Ul 6:16; Mat 4:7), Ia di sini mau mengijinkan
kebebasan itu bagi umat / bangsaNya yang tidak percaya. ‘Tanggapilah dengan
kasih pada kasihKu’, adalah desakannya, ‘dan lihatlah jika Aku tidak membuka
jendela-jendela surga bagi kamu dan mencurahkan hujan yang menyebabkan hasil /
buah, dan membuang dari panenmu belalang pelahap dan melindungi pohon-pohon
anggurmu dari kutuk / penyakit (ay 10-11)! Lihatlah jika kamu tidak menjadi
suatu negeri yang begitu menyenangkan dalam setiap hal sehingga semua bangsa di
bumi akan menyebut engkau diberkati’ (ay 12; bdk. Yes 60:3-14; 61:9;
62:1-4,10-12)! ... Tetapi ini bukanlah suatu
pengaturan balasan, bukan suatu konsep tentang Allah sebagai suatu mesin
penjual, bukan suatu tawar-menawar dengan mana Yehuda membuat suatu investasi
dan menerima suatu pahala sebagai balasan. Menemukan dalam text ini pengertian legalistik atau otomatis atau
materialistik apapun merupakan suatu penyimpangan dari hubungan perjanjian
dengan Allah. Ada suatu cerita yang
sungguh-sungguh terjadi tentang seseorang di Kabupaten Dade, Florida,
yang menuntut gerejanya untuk mengembalikan uang yang telah ia sumbangkan
kepadanya. ‘Aku menyerahkan 800 $ dari tabunganku kepada Gereja ...’, kata
orang itu dalam gugatan pengadilannya, ‘sebagai tanggapan terhadap janji
pendeta bahwa berkat-berkat, keuntungan-keuntungan dan pahala-pahala akan
datang kepada orang yang memberikan persembahan persepuluhan 10 % dari
kekayaannya. Saya tidak dan belum menerima keuntungan-keuntungan ini’. Tawar-menawar / perdagangan
yang kasar / mentah itu bukanlah apa yang terlibat di sini pada waktu Yehuda
dinasehati untuk ‘membawa seluruh persembahan persepuluhan’ (ay 10). Memotivasi
dan menyertai semua pemberian yang sejati kepada Allah adalah pencurahan dari
kehidupan kita, kasih kita, seluruh diri kita.] - ‘Nahum - Malachi Interpretation, A Bible Commentary
for Preaching and Teaching’ (Libronix).
Matthew Henry
(tentang Mal 3:10-11): “When they had but little they should have done the more good with
that little, and that would have been the way to make it more; but it is ill
with the patient when that which should cure the disease serves only to
palliate it, and prevent its being searched into. 4. An
earnest exhortation to reform in this matter, with a promise that if they did
the judgments they were under should be quickly removed. (1.) Let them take
care to do their duty (v. 10): ‘Bring you all the tithes into the storehouse.’
They had brought some; but, like Ananias and Sapphira, had kept back
part of the price, pretending they could not spare so much as was required, and
necessity has no law; but even necessity must have this law, and it would
redress the grievance of their necessity: ‘Bring in the full tithes to the
utmost that the law requires, that there may be meat in God’s house for those
that serve at the altar, whether there be meat in your houses or no.’ Note, God
must be served in the first place, and our quota must be contributed for the support
of religion in the place where we live, that God’s name may be sanctified, and
his kingdom may come, and his will be done, even before we provide our daily
bread; for the interests of our souls ought to be preferred before those of our
bodies. (2.) Let them then trust God to provide for them and their comfort ‘Let
God be first served, and then prove me herewith, saith the Lord of hosts,
whether I will not open the windows of heaven.’ They said, ‘Let God give us our
plenty again, as formerly, and try us whether we will not then bring him his
tithes and offerings, as we did formerly.’ ‘No,’ says God, ‘do you first bring
in all your tithes as they become due, and all the arrears of what is past, and
try me, whether I will not then restore you your plenty.’ Note, Those that will
deal with God must deal upon trust; and we may all venture to do so, for,
though many have been losers for him, never any were losers by him in the end.
It is fit that we should venture first, for his reward is with him, but his work
is before him; we must first do the work which is our part, and then try him
and trust him for the reward. Elijah put the widow of Zarephath into this
method when he said (1 Kings 17:13), ‘Make me
a little cake first, and then prove me whether there shall not be enough
afterwards for thee and thy son.’ That which discourages people from the
expenses of charity is the weakness of their faith concerning the gains and
advantages of charity; they cannot think that they shall get by it.” [= Pada waktu mereka mempunyai
hanya sedikit mereka harus melakukan lebih banyak hal baik dengan yang sedikit
itu, dan itu adalah jalan untuk membuatnya lebih banyak; tetapi merupakan
sesuatu yang buruk dengan si pasien pada waktu hal yang seharusnya menyembuhkan
penyakitnya berfungsi hanya untuk menutupinya, dan mencegah penyelidikan
terhadapnya. 4. Suatu desakan yang sungguh-sungguh untuk mereformasi dalam
persoalan ini, dengan suatu janji bahwa jika mereka melakukannya penghakiman di
atas mereka akan dibuang dengan cepat. (1.) Hendaklah mereka berhati-hati untuk
melakukan kewajiban mereka (ay 10): ‘Bawalah SELURUH persembahan
persepuluhan ke dalam rumah perbendaharaan’. Mereka telah membawa sebagian;
tetapi, seperti Ananias dan Safira, telah menahan sebagian dari harga, berpura-pura
mereka tidak bisa memberikan sebanyak yang dituntut, dan kebutuhan tidak
mempunyai hukum; tetapi bahkan kebutuhan harus
mempunyai hukum ini, dan itu akan menyembuhkan kesedihan dari
kebutuhan mereka: ‘Bawalah seluruh persembahan persepuluhan sampai batas yang
hukum Taurat tuntut, supaya di sana
ada makanan dalam rumah Allah bagi mereka yang melayani mezbah, apakah disana ada makanan di rumahmu atau tidak’.
Perhatikan, Allah harus dilayani di tempat pertama,
dan bagian kita harus dikontribusikan untuk menyokong agama di tempat dimana
kita hidup, supaya nama Allah bisa dikuduskan, dan kerajaanNya bisa
datang, dan kehendakNya akan terjadi, bahkan sebelum kita menyediakan roti
harian kita; karena kepentingan dari jiwa kita harus didahulukan sebelumkepentingan
dari tubuh kita. (2.) Maka hendaklah mereka mempercayai Allah untuk menyediakan
bagi mereka dan sokongan mereka. ‘Hendaklah Allah dilayani pertama /
dahulu, dan lalu ujilah Aku dengan ini, kata Tuhan semesta alam, apakah Aku
tidak akan membuka jendela-jendela surga’. Mereka
berkata, ‘Hendaklah Allah memberi kita kelimpahan kita lagi, seperti
sebelumnya, dan mencoba / menguji kita apakah kita tidak akan membawa kepadaNya
persembahan persepuluhan dan persembahanNya, seperti yang kita lakukan
sebelumnya’. ‘Tidak’, kata Allah, ‘Kamu pertama-tama membawa seluruh
persembahan persepuluhanmu pada saatnya, dan semua hutang dari apa yang sudah
lalu, dan ujilah Aku, apakah pada saat itu Aku tidak akan memulihkan
kelimpahanmu’. Perhatikan, Mereka yang
mau berurusan dengan Allah harus berurusan berdasarkan
kepercayaan; dan kita semua bisa mengambil resiko untuk
melakukan demikian, karena sekalipun banyak orang menjadi pecundang untuk Dia,
tidak pernah ada siapapun adalah pecundang oleh Dia pada akhirnya. Adalah cocok bahwa kita
mengambil resiko dahulu, karena pahalaNya ada bersama Dia, tetapi pekerjaanNya
ada di depanNya; kita harus pertama-tama melakukan pekerjaan yang merupakan
bagian kita, dan lalu menguji Dia dan mempercayai Dia untuk pahalanya. Elia meletakkan janda Sarfat ke dalam metode ini pada waktu
ia berkata (1Raja 17:13), ‘Buatlah bagiku sebuah kue kecil dahulu, dan lalu
ujilah aku apakah di sana
tidak akan ada cukup setelahnya bagimu dan anakmu’. Hal yang mengecilkan hati dari pengeluaran kasih / sedekah
adalah kelemahan iman mereka
berkenaan dengan keuntungan dan manfaat dari kasih / sedekah; mereka tidak bisa
memikirkan bahwa mereka akan mendapatkan olehnya.].
Catatan: orang-orang yang anti persembahan persepuluhan mengatakan bahwa
merupakan suatu kekejaman untuk menyuruh orang yang sedang kekurangan untuk
tetap memberikan persembahan persepuluhan. Mereka
bisa berpikir seperti ini karena mereka hanya menggunakan logika manusia.
Mereka lupa, kalau Tuhan tak bisa dinilai dengan logika! Dia ada di atas logika.
Mereka juga lupa bahwa orang sering kekurangan karena itu merupakan hukuman
Tuhan gara-gara mereka tidak memberi persembahan persepuluhan. Makin mereka
tidak mau memberi persembahan persepuluhan, makin mereka kekurangan. Tetapi
kalau mereka berani melangkah dengan iman, dan memberikan persembahan
persepuluhan dengan kasih, maka Tuhan justru akan memberkati sehingga mereka
menjadi cukup!
R. C. Sproul:
“A
second argument that people give to avoid the tithe is that they ‘cannot afford
it.’ What that statement really means is that they cannot pay their tithe and
pay all the other expenses they have incurred. Again, in their minds the tithe
is the last resort in the budget. Their giving to God is something that is at
the bottom of their list of priorities. It’s a weak argument before God to say,
‘Lord, I didn’t tithe because I couldn’t afford it’ - especially when we
consider that the poorest among us has a higher standard of living than
ninety-nine percent of the people who have ever walked on the face of the earth.
... In the text in Malachi, we find something
exceedingly rare coming from the lips of God. Here God challenges His people to
put Him to a test: ‘Put me to the test, says the Lord of hosts, if I will
not open the windows of heaven for you and pour down for you a blessing until
there is no more need’ (3:10). Have you put God to that test? Have you tried
Him to see if He will not open heaven itself and empty His own treasuries upon
you? We need to stop robbing Him and thus receive from Him the blessing that
He promises.” [= Argumentasi kedua yang orang-orang berikan untuk
menghindari persembahan persepuluhan adalah bahwa mereka ‘tidak bisa
mengusahakannya’. Apa arti sesungguhnya dari pernyataan itu adalah bahwa mereka
tidak bisa memberi persembahan persepuluhan mereka dan membayar semua
pengeluaran lain yang telah mereka adakan. Lagi-lagi,
dalam pemikiran mereka persembahan persepuluhan adalah hal terakhir dalam
perencanaan pengeluaran. Pemberian mereka kepada Allah adalah sesuatu yang ada
di dasar dari daftar prioritas mereka.
Merupakan suatu argumentasi yang lemah di hadapan Allah untuk mengatakan,
‘Tuhan, aku tidak memberi persembahan persepuluhan karena aku tidak bisa
mengusahakannya’ - khususnya pada waktu kita mempertimbangkan bahwa yang paling
miskin di antara kita (penduduk Amerika Serikat)
mempunyai standard hidup yang lebih tinggi dari pada 99 % dari orang-orang yang
pernah berjalan di muka bumi. ... Dalam text Maleakhi,
kita mendapati sesuatu yang sangat jarang keluar dari bibir Allah. Di sini
Allah menantang bangsa / umatNya untuk menguji Dia: ‘Ujilah Aku, kata Tuhan
semesta alam, jika Aku tidak akan membuka jendela-jendela surga dan mencurahkan
untukmu suatu berkat sampai di sana
tidak ada lagi kebutuhan’ (3:10). Sudahkan kamu menguji Allah? Sudahkah kamu
mencoba / menguji Dia untuk melihat jika Ia tidak akan membuka surga sendiri
dan mengosongkan perbendaharaanNya bagi kamu? Kita perlu / harus berhenti
merampok Dia dan lalu menerima dari Dia berkat yang Ia janjikan.] -
http://www.ligonier.org/learn/articles/will-man-rob-god/
Peter C. Craigie (tentang Mal 3:6-12): “The consequence of the nation’s robbery was the experience of the
divine curse: if they knew not how to give, they would receive less and less.
... In keeping their tithes and offerings to themselves, they acted as if they
owned all that they had. Their attitude towards property was not one of
stewardship, according to which their possessions were held as a sacred trust
from God, but one of ownership. What they had belonged to them; it was up to
them to decide whether any portion of it should be given to God. And there is
an irony in the situation: they actually had much less than they might have
had, in part because their selfish and tight-fisted attitudes towards property
had reduced their capacity for growth. ... The person who is stingy with wealth, refusing to give to
God or to other persons, betrays a deep-seated lack of belief. Such persons do
not really believe that God, if there is a God, has had any hand in making and
giving them what they are and what they have. The proud and confident self-made
person has at bottom little faith. And having little faith, such a person sees
no need to give generously to the temple and to the support of God’s larger
work in the world. Small giving and small faith go hand in hand together, and
indeed the former may be a symptom of the latter. But the prophet makes
something else clear: small giving and small faith lay the foundation for small
receiving. Persons who do not give generously are ill-equipped to be the
recipients of generosity. The positive point which the prophet makes is a
delicate one, prone to misunderstanding. It is that the one who gives
generously to God may receive bountifully from God.
It cannot be reduced, as sometimes happens, to a formula for success in
business: if you give such and such, you can be sure that your profits will
rise phenomenally year after year! The principle is rooted more in the health
of the relationship a person has with God. It is in the nature of rich
relationships that the partners want to give to each other from what they have.
But when one partner is stingy, that meanness inevitably affects the quality of
the relationship and affects the capacity of the other partner to give. The
generous giving to God from a full heart naturally results in the rich blessing
of the One with whom we have a relationship. The blessing may be in physical or
spiritual form, but is none the less real in either kind. Malachi addressed a
community stingy at heart, and its failure to give to God and temple became a
blight on the nation’s personality as a whole. But sadly the prophet did not
address a rare or unique social situation. The Church, through many
generations, has recreated in its life the conditions of Malachi’s time, making
his message ever timely.” [= Konsekwensi
dari perampokan bangsa itu adalah pengalaman tentang kutuk ilahi: jika mereka tidak tahu bagaimana memberi, mereka akan menerima
makin lama makin sedikit. ... Dalam
menahan persembahan persepuluhan dan persembahan mereka bagi diri mereka
sendiri, mereka bertindak seakan-akan mereka memiliki semua yang mereka punyai.
Sikap mereka terhadap milik / harta bukanlah sikap dari pengurus, sesuai dengan
milik mereka sebagai suatu kepercayaan kudus dari Allah, tetapi sikap dari
pemilik. Apa yang mereka punyai adalah milik mereka; adalah hak
mereka untuk memutuskan apakah bagian manapun darinya harus diberikan kepada
Allah. Dan ada suatu ironi dalam situasi ini: mereka benar-benar mempunyai
makin lama makin sedikit dari pada yang bisa mereka miliki, sebagian karena
sikap egois dan pelit terhadap milik / harta telah menurunkan kapasitas mereka
untuk pertumbuhan. ... Orang yang kikir / pelit dengan
kekayaan, menolak untuk memberi kepada Allah atau kepada orang-orang lain,
menyingkapkan suatu ketidak-percayaan yang ada di dalam. Orang-orang seperti
itu tidak sungguh-sungguh percaya bahwa Allah, jika di sana ada Allah, menolong dan membuat dan memberi
mereka apa adanya mereka dan apa yang mereka miliki. Orang yang
membuat dirinya sendiri sombong dan yakin pada dasarnya mempunyai iman yang
kecil. Dan karena mempunyai iman yang kecil, orang seperti itu tidak melihat
suatu kebutuhan untuk memberi dengan murah hati bagi Bait Suci dan bagi
sokongan dari pekerjaan Allah yang lebih besar dalam dunia. Pemberian yang kecil dan iman yang kecil berjalan
bersama-sama, dan memang yang lebih dulu bisa merupakan suatu gejala dari yang
belakangan. Tetapi sang nabi membuat
jelas sesuatu yang lain: pemberian yang kecil dan iman yang kecil meletakkan
fondasi untuk penerimaan yang kecil. Orang-orang yang tidak memberi dengan
murah hati diperlengkapi secara buruk untuk menjadi penerima-penerima dari
kemurahan. Hal yang positif yang sang nabi buat adalah sesuatu yang
harus ditangani dengan hati-hati, cenderung pada kesalah-mengertian. Itu adalah
bahwa orang yang memberi dengan murah hati kepada Allah bisa menerima secara
berlimpah-limpah dari Allah. Itu tidak bisa diturunkan, seperti kadang-kadang
terjadi, menjadi suatu formula untuk kesuksesan dalam bisnis: jika engkau
memberi ini dan itu, kamu bisa yakin bahwa keuntunganmu akan meningkat secara
luar biasa tahun demi tahun! Prinsipnya berakar lebih dalam kesehatan dari hubungan
yang orang itu miliki dengan Allah. Adalah dalam hakekat / sifat dasar dari hubungan yang kaya
sehingga partner-partner ingin saling memberi dari apa yang mereka miliki.
Tetapi pada waktu satu partner pelit / kikir, kekikiran itu secara tak
terhindarkan mempengaruhi kwalitet dari hubungan itu dan mempengaruhi kapasitas
dari partner yang lain untuk memberi.
Pemberian yang murah hati kepada Allah dari suatu hati yang penuh secara
alamiah menghasilkan berkat yang kaya dari Dia dengan siapa kita mempunyai
suatu hubungan. Berkat bisa ada dalam bentuk fisik
atau rohani, tetapi bagaimanapun merupakan berkat yang sungguh-sungguh dalam
jenis yang manapun. Maleakhi berbicara kepada suatu masyarakat yang
pelit hatinya, dan kegagalan mereka untuk memberi kepada Allah dan Bait Suci
menjadi suatu kutuk pada kepribadian bangsa itu secara keseluruhan. Tetapi yang menyedihkan, sang nabi tidak berbicara pada
suatu keadaan sosial yang jarang atau unik. Gereja, melalui banyak generasi,
telah menciptakan kembali dalam kehidupannya keadaan dari jaman Maleakhi,
membuat pesan / beritanya selalu cocok.] - ‘THE DAILY STUDY BIBLE SERIES’, ‘TWELVE
PROPHETS’, Vol 2 (Libronix)
Andrew E. Hill (tentang Mal 3:6-12): “Malachi recognized that the ‘robbery’ of God in the
failure to pay the tithe and the tithe-tax was merely a symptom of a more
serious cancer. The stinginess of postexilic Judah was
rooted in unbelief. Only by returning to a posture of faith and reverence could
the people experience the wisdom of the sage: ‘Give freely and become more
wealthy; be stingy and lose everything’ (Prov 11:24). Malachi understood
that turning to God in spiritual renewal must begin somewhere, and God himself
decreed the practical act of obedience to the Mosaic laws regulating the tithe
as an important first step in reasserting the community’s fidelity in covenant
relationship with Yahweh.”
[= Maleakhi mengenali bahwa ‘perampokan’ terhadap Allah dalam kegagalan memberi
persembahan persepuluhan dan pajak persembahan persepuluhan adalah semata-mata
suatu gejala dari suatu kanker yang lebih serius. Kekikiran
dari Yehuda setelah pembuangan berakar pada ketidak-percayaan. Hanya
dengan kembali pada suatu postur dari iman dan
hormat bangsa itu bisa mengalami hikmat dari orang bijaksana:
‘Berilah dengan bebas / murah hati dan menjadi makin kaya; jadilah kikir dan
kehilangan segala sesuatu’ (Amsal 11:24). Maleakhi mengerti bahwa kembali
kepada Allah dalam pembaharuan rohani harus mulai di suatu tempat, dan Allah
sendiri menetapkan tindakan ketaatan yang praktis terhadap hukum Taurat Musa
yang mengatur persembahan persepuluhan sebagai suatu langkah pertama yang
penting dalam menegaskan kembali kesetiaan masyarakat dalam hubungan perjanjian
dengan Yahweh.] - ‘Cornerstone
Biblical Commentary’, ‘Minor Prophets’ (Libronix).
Amsal 11:24 - “Ada yang menyebar harta,
tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu
berkekurangan.”.
Catatan: penafsir ini menggunakan Amsal 11:24 dari versi NLT (New Living
Translation).
Semua alasan-alasan untuk memberikan
persembahan persepuluhan (point a-g) yang telah saya berikan diatas, tetap sama
dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Dan karena itu, kalau dalam
Perjanjian Lama persembahan persepuluhan diharuskan, adalah tak masuk akal
kalau dalam Perjanjian Baru persembahan persepuluhan dihapuskan!
Penutup.
Sebagai penutup ada 2 hal yang ingin saya berikan:
1) Kita harus memilih tindakan ‘yang aman’
dalam keadaan tidak yakin.
a) Sebagai
jemaat biasa.
Kalau saudara masih belum yakin tentang
keharusan memberikan persembahan persepuluhan dalam jaman Perjanjian Baru,
kalau dalam hati saudara masih ada pro kontra tentang apakah hukum tentang
persembahan persepuluhan masih berlaku atau tidak dalam jaman Perjanjian Baru,
maka apa yang harus saudara lakukan? Memberi atau tidak memberi persembahan
persepuluhan?
Kalau saudara tidak memberi persembahan
persepuluhan dan ternyata hukum tentang persembahan persepuluhan masih berlaku,
maka saudara berdosa dan merampok Allah. Tetapi sebaliknya, kalau saudara
memberi persembahan persepuluhan, dan ternyata hukum tentang persembahan
persepuluhan sebetulnya sudah tidak berlaku, maka saudara tidak bersalah
apa-apa.
Jadi, mana yang harus dipilih? Jelas bahwa
saudara harus memberi persembahan persepuluhan. Itu adalah tindakan ‘yang aman’
dalam keadaan tidak yakin.
b) Sebagai
pendeta / pengajar firman.
Hal yang sama harus dilakukan oleh seorang
pengajar firman yang tidak yakin apakah orang Kristen harus memberikan
persembahan persepuluhan. Bagaimana ia harus mengajar jemaat tentang hal ini?
Boleh saja ia mengatakan kepada jemaat bahwa ia tidak yakin dalam hal itu.
Tetapi apakah ia harus menganjurkan mereka untuk memberi persembahan
persepuluhan atau tidak?
Kalau ia menganjurkan jemaat memberi padahal
sebetulnya hukum tentang persembahan persepuluhan sudah tidak berlaku, maka ia
tetap tidak mengajarkan sesuatu yang salah. Tetapi kalau ia mengatakan jemaat
tak perlu memberi, padahal hukum tentang persembahan persepuluhan masih
berlaku, maka ia mengajar jemaat untuk merampok milik Allah!
Jadi, lagi-lagi menurut saya ia seharusnya
menganjurkan jemaat tetap memberi persembahan persepuluhan.
2) Apakah 10 % dari
penghasilan itu terlalu besar untuk diberikan kepada Tuhan?
Barnes’ Notes (tentang Mal 3:10): “He asketh of thee ‘first-fruits and
tithes.’ Niggard, what wouldest thou do, if He took nine parts to Himself, and
left thee the tenth? What if He said to thee; ‘Man, thou art Mine, Who made
thee; Mine is the land which thou tillest; Mine are the seeds, which thou
sowest; Mine are the animals, which thou weariest; Mine are the showers, Mine
the winds, Mine the sun’s heat; and since Mine are all the elements, whereby
thou livest, thou who givest only the labor of thine hands, deservest only the
tithes.’ But since Almighty God lovingly feeds us, He gives most ample reward
to us who labor little: claiming to Himself the tithes only, He has condoned us
all the rest.” [= Ia
meminta darimu ‘hasil / buah pertama dan persembahan persepuluhan’. Orang kikir
/ pelit, apa yang akan kamu lakukan, jika Ia mengambil 9 bagian bagi diriNya
sendiri, dan meninggalkan engkau sepersepuluh? Bagaimana seandainya Ia berkata
kepadamu: ‘Manusia, engkau adalah milikKu, Yang membuat engkau; PunyaKulah
tanah yang kaukerjakan; punyaKulah benihnya, yang kautaburkan; punyaKulah
binatang-binatang, yang kau lelahkan; PunyaKulah hujan, punyaKulah angin,
punyaKulah panas matahari; dan karena punyaKulah semua elemen-elemen itu,
dengan mana engkau hidup, engkau yang hanya memberi jerih payah dari tanganmu,
layak mendapat hanya sepersepuluh / persepuluhannya’. Tetapi karena Allah Yang
Maha Kuasa dengan penuh kasih memberi makan kita, Ia memberi pahala / upah yang
paling cukup kepada kita yang berjerih payah sedikit: menuntut bagi diriNya
sendiri hanya sepersepuluh / persepuluhannya, Ia telah menyerahkan / memberikan
kepada kita semua sisanya.].
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar