About us

Golgotha Ministry adalah pelayanan dari Pdt. Budi Asali,M.Div dibawah naungan GKRI Golgota Surabaya untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia dan mengajarkan kebenaran firman Tuhan melalui khotbah-khotbah, pendalaman Alkitab, perkuliahan theologia dalam bentuk tulisan maupun multimedia (DVD video, MP3, dll). Pelayanan kami ini adalah bertujuan agar banyak orang mengenal kebenaran; dan bagi mereka yang belum percaya, menjadi percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, dan bagi mereka yang sudah percaya, dikuatkan dan didewasakan didalam iman kepada Kristus.
Semua yang kami lakukan ini adalah semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.

Kami mengundang dengan hangat setiap orang yang merasa diberkati dan terbeban didalam pelayanan untuk bergabung bersama kami di GKRI Golgota yang beralamat di : Jl. Raya Kalirungkut, Pertokoan Rungkut Megah Raya D-16, Surabaya.

Tuhan Yesus memberkati.

Kamis, 06 Desember 2018

PEMBAHASAN AJARAN ERASTUS SABDONO : CORPUS DELICTI (7)


Seminar

Pembahasan ajaran

Pdt. Erastus Sabdono

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’


(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

Rabu, tanggal 5 Desember 2018, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

Session VIi


Corpus Delicti (7)

3. Sekarang mari kita memperhatikan Ro 5:14 - Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang..

Apakah ES menafsirkan Ro 5:13 tanpa memperhatikan Ro 5:14nya??? Kalau memang seperti ES katakan, bahwa tanpa hukum Taurat manusia tak bisa dihukum, bagaimana bisa ada kematian sejak jaman Adam sampai Musa, dimana belum ada hukum Taurat?

Jadi, jelas bahwa Ro 4:15 dan Ro 5:13 tidak bisa diartikan sebagaimana ES mengartikannya. Lalu bagaimana kita harus menafsirkan kedua ayat itu dengan benar?

(a)Ro 4:15 - Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran..
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘law’ [= hukum / hukum Taurat].

Calvin (tentang Ro 4:15): “he who is not instructed by the written law, when he sins, is not guilty of so great a transgression, as he is who knowingly breaks and transgresses the law of God.” [= ia yang tidak diajar oleh hukum / hukum Taurat tertulis, pada waktu ia berbuat dosa, tidak bersalah dalam pelanggaran yang begitu besar, seperti ia yang dengan tahu / sadar melanggar hukum Taurat Allah.].

Jadi, Calvin menafsirkan kata-kata ‘tidak ada juga pelanggaran’ hanya dalam arti perbandingan. Kalau ada hukum Taurat, dan orang melanggar, maka dosanya lebih berat. Kalau tidak ada hukum Taurat, maka dosanya lebih ringan. Tafsiran ini menjadi sejalan dengan ayat di bawah ini!

Ro 5:20 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,”.

Charles Hodge (tentang Ro 4:15): For where there is no law, there is no transgression.’ ... Where there is no law, there can be no sin, because the very idea of sin is the want of conformity to a rule, to which conformity is due; so that where there is no rule or standard, there can be no want of conformity. Such being the meaning of this clause, it is plain that by law, the apostle does not intend the Mosaic law, but law as the standard to which rational creatures are bound to be conformed. [= ‘Karena dimana tidak ada hukum, di sana tidak ada pelanggaran’. ... Dimana tidak ada hukum, di sana tidak bisa ada dosa, karena gagasan dari dosa adalah kurangnya kesesuaian dengan suatu peraturan, terhadap mana kesesuaian diharapkan; sehingga dimana tidak ada peraturan atau standard, di sana tidak bisa ada kekurangan kesesuaian. Kalau arti dari anak kalimat ini adalah seperti itu, adalah jelas bahwa dengan ‘hukum’, sang rasul tidak memaksudkan hukum Musa (hukum Taurat), tetapi hukum sebagai standard pada mana makhluk-makhluk rasionil diharuskan untuk menyesuaikan.] - Libronix.

Adam Clarke (tentang Ro 4:15): ‘Because the law worketh wrath.’ For law, ‎nomos‎, any law, or rule of duty. No law makes provision for the exercise of mercy, for it worketh wrath, ‎orgeen‎, punishment, for the disobedient. Law necessarily subjects the transgressor to punishment; for where no law is - where no rule of duty is enacted and acknowledged, there is no transgression; and where there is no transgression there can be no punishment, for there is no law to enforce it. [= ‘Karena hukum mengerjakan murka’. Untuk ‘hukum’, NOMOS, hukum apapun, atau peraturan tentang kewajiban. Tak ada hukum yang membuat persediaan untuk pelaksanaan belas kasihan, karena hukum mengerjakan murka, ORGEEN, hukuman, untuk orang-orang yang tidak taat. Hukum secara tak terhindarkan menundukkan si pelanggar pada hukuman; karena dimana tidak ada hukum - dimana tidak ada peraturan tentang kewajiban ditegakkan dan diakui, di sana tidak ada pelanggaran; dan dimana tidak ada pelanggaran di sana tidak bisa ada hukuman, karena di sana tidak ada hukum untuk menjalankan / memaksakannya.].

(b)Ro 5:13 - Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat..

Calvin (tentang Ro 5:13): “‘But sin is not imputed,’ etc. Without the law reproving us, we in a manner sleep in our sins; and though we are not ignorant that we do evil, we yet suppress as much as we can the knowledge of evil offered to us, at least we obliterate it by quickly forgetting it. While the law reproves and chides us, it awakens us as it were by its stimulating power, that we may return to the consideration of God’s judgment. The Apostle then intimates that men continue in their perverseness when not roused by the law, and that when the difference between good and evil is laid aside, they securely and joyfully indulge themselves, as if there was no judgment to come. But that before the law iniquities were by God imputed to men is evident from the punishment of Cain, from the deluge by which the whole world was destroyed, from the fate of Sodom, and from the plagues inflicted on Pharaoh and Abimelech on account of Abraham, and also from the plagues brought on the Egyptians. That men also imputed sin to one another, is clear from the many complaints and expostulations by which they charged one another with iniquity, and also from the defenses by which they labored to clear themselves from accusations of doing wrong. There are indeed many examples which prove that every man was of himself conscious of what was evil and of what was good: but that for the most part they connived at their own evil deeds, so that they imputed nothing as a sin to themselves unless they were constrained. When therefore he denies that sin without the law is imputed, he speaks comparatively; for when men are not pricked by the goads of the law, they become sunk in carelessness.” [= ‘Tetapi dosa tidak diperhitungkan’, dst. Tanpa hukum Taurat menegur kita, kita dengan cara tertentu tidur dalam dosa-dosa kita; dan sekalipun kita bukannya tidak tahu bahwa kita melakukan kejahatan, tetapi kita menekan, sebanyak yang kita bisa, pengetahuan tentang kejahatan yang diajukan kepada kita, setidaknya kita menghapuskannya dengan melupakannya dengan cepat. Sementara hukum Taurat menegur dan memarahi kita, itu seakan-akan membangunkan kita oleh kuasa / kekuatan membangunkannya, sehingga kita bisa kembali pada pertimbangan tentang penghakiman Allah. Sang Rasul lalu menyatakan secara implicit bahwa manusia terus dalam kejahatan / kebejatan mereka pada waktu tidak dibangunkan oleh hukum Taurat, dan bahwa pada waktu perbedaan antara baik dan jahat dikesampingkan, mereka dengan aman dan dengan sukacita memuaskan nafsu mereka, seakan-akan disana tidak ada penghakiman yang akan datang. Tetapi bahwa sebelum hukum Taurat, kejahatan-kejahatan diperhitungkan oleh Allah kepada manusia adalah jelas dari hukuman dari Kain, dari air bah dengan mana seluruh dunia dihancurkan, dari nasib Sodom, dan dari tulah-tulah / wabah-wabah yang diberikan kepada Firaun dan Abimelekh karena Abraham, dan juga dari tulah-tulah yang diberikan kepada orang-orang Mesir. Bahwa manusia juga memperhitungkan dosa satu kepada yang lain, adalah jelas dari banyak keluhan / tuntutan dan protes dengan mana mereka saling menuduh / menyalahkan satu sama lain dengan kejahatan, dan juga dari pembelaan dengan mana mereka berjerih payah untuk membersihkan diri mereka sendiri dari tuduhan-tuduhan tentang melakukan kesalahan. Di sana memang ada banyak contoh-contoh yang membuktikan bahwa setiap orang dari dirinya sendiri sadar tentang apa yang jahat dan tentang apa yang baik: tetapi bahwa pada umumnya mereka berpura-pura tidak tahu akan tindakan-tindakan jahat mereka, sehingga mereka tidak memperhitungkan apapun sebagai suatu dosa kepada diri mereka sendiri kecuali mereka dipaksa. Karena itu pada waktu ia menyangkal bahwa dosa diperhitungkan tanpa hukum Taurat, ia berbicara secara membandingkan; karena pada waktu orang-orang tidak ditusuk oleh tusukan-tusukan hukum Taurat, mereka jadi tenggelam dalam ketidak-pedulian / pengabaian.].

William Hendriksen (tentang Ro 5:13-14): Sin was indeed in the world even before Sinai’s law was given, as is shown by the fact that death, sin’s punishment, ruled supreme during the period Adam to Moses. ... Yes, death reigned even over those who did not sin by transgressing an expressed command, as did Adam. See Gen. 2:16, 17. So, it is clear that even during the period Adam to Moses sin was indeed taken into account. Though Sinai’s law, with its expressed commands, did not as yet exist, there was law. Here the apostle was undoubtedly thinking about what he had written earlier in this very epistle (2:14, 15). ... That there was law follows from the fact that there was sin. If there had been no law there would have been no sin. [= Dosa memang sudah ada dalam dunia, bahkan sebelum hukum Taurat Sinai diberikan, seperti ditunjukkan oleh fakta bahwa kematian, hukuman dosa, memerintah dengan kuasa terbesar selama masa dari Adam sampai Musa. ... Ya, kematian memerintah bahkan atas mereka yang tidak berbuat dosa dengan pelanggaran dari suatu perintah yang dinyatakan, seperti yang dilakukan oleh Adam. Lihat Kej 2:16,17. Jadi, adalah jelas bahwa bahkan selama masa dari Adam sampai Musa dosa memang diperhitungkan. Sekalipun hukum Taurat Sinai, dengan perintah-perintah yang dinyatakan, belum ada pada saat itu, DISANA ADA HUKUM. Di sini tak diragukan bahwa sang rasul berpikir tentang apa yang telah ia tulis sebelumnya dalam surat ini (2:14,15). ... Bahwa di sana ada hukum merupakan bukti dari fakta bahwa di sana ada dosa. Seandainya di sana tidak ada hukum, di sana juga tidak akan ada dosa.].

Charles Hodge (tentang Ro 5:13): “‘When there is no law,’ ... Sin is correlative of law. If there is no law, there can be no sin, as Paul had already taught, 4:15. But if there is no sin without law, there can be no imputation of sin. As, however, sin was imputed, as sin was in the world, as men were sinners, and were so regarded and treated before the law of Moses, it follows that there must be some more comprehensive law in relation to which men were sinners, and in virtue of which they were so regarded and treated. The principle here advanced, and on which the apostle’s argument rests is, that the infliction of penal evil implies the violation of law. If men were sinners, and were treated as such before the law of Moses, it is certain that there is some other law, for the violation of which sin was imputed to them. [= ‘Pada waktu di sana tidak ada hukum Taurat’, ... Dosa berhubungan dengan hukum. Jika di sana tidak ada hukum, di sana tidak bisa ada dosa, seperti Paulus telah ajarkan, 4:15. Tetapi jika di sana tidak ada dosa tanpa hukum, di sana tidak bisa ada pemerhitungan dosa. Tetapi, karena dosa diperhitungkan, karena dosa ada dalam dunia, karena manusia adalah orang-orang berdosa, dan dianggap dan diperlakukan seperti itu sebelum hukum Taurat Musa, maka di sana pasti ada hukum yang lebih luas berhubungan dengan mana manusia adalah orang-orang berdosa, dan karenanya mereka dianggap dan diperlakukan seperti itu. Kebenaran dasar yang diajukan di sini, dan pada mana argumentasi sang rasul didasarkan adalah bahwa pemberian hukuman kejahatan menunjukkan secara tak langsung pelanggaran hukum. Jika manusia adalah orang-orang berdosa, dan diperlakukan seperti itu sebelum hukum Taurat Musa, adalah pasti bahwa di sana ada hukum yang lain, untuk pelanggaran mana dosa diperhitungkan kepada mereka.] - Libronix.

b) Sekarang kata-kata ES yang ada di bagian akhir dari kutipan di atas:

“Kaitannya dengan Lucifer, ia harus dinyatakan bersalah juga melalui pembuktian. Kalau seseorang mencuri mobil, perlu dibuktikan bahwa ada mobil yang hilang. Kalau seseorang membunuh, perlu dibuktikan dengan mayat korban pembunuhan tersebut. Tetapi kesalahan Lucifer adanya di dalam pikirannya, yaitu hendak menyamai Allah. Bagaimana ini dibuktikan? Tentu dengan menunjukkan adanya makhluk ciptaan Allah yang memiliki penghormatan yang benar kepada-Nya.”.

Ini bantahan saya terhadap kata-kata ES ini:

1. Kalau orang membunuh, dan ada saksi-saksinya, apalagi ada bukti rekaman CCTV, saya kok sama sekali tidak yakin bahwa mayatnya harus ada sebagai bukti.
Saat ini (Nopember 2018) dunia sedang dihebohkan tentang wartawan Saudi Arabia (Jamal Khashoggi) yang dibunuh di kedutaan Saudi Arabia di Turki, padahal mayatnya tidak ketemu sampai sekarang. Yang ada hanya rekaman video / CCTV yang menunjukkan Jamal Khashoggi masuk kedutaan itu tetapi tidak pernah keluar. Yang keluar adalah orang yang mirip dengan Jamal Khashoggi. Ini sudah dianggap sebagai bukti; tak butuh mayat sebagai bukti!
Jadi menurut saya, bukti mayat itu hanya dibutuhkan dalam kasus-kasus tertentu saja.

2. Yang terpenting dalam pembahasan bagian ini adalah: menurut saya, ES sudah membelokkan contoh-contoh yang ia sendiri berikan, pada waktu menerapkannya kepada Iblis.
Coba perhatikan kata-kata ES: orang mencuri mobil, buktinya adalah mobil curian itu. Orang membunuh buktinya adalah mayat dari orang yang dibunuh.
Tetapi pada waktu pikiran Lucifer (yang ES anggap sebagai nama dari Iblis) mau menyamai Allah, buktinya adalah dengan menunjukkan adanya makhluk yang memiliki penghormatan yang benar terhadap Allah!

Ini sama sekali tidak cocok dengan contoh mobil hilang dan pembunuhan di atas.

Dan kalau penerapan yang ES buat terhadap Iblis itu dikembalikan kepada manusia, maka:
a. Pada waktu ada pencuri mobil, pembuktiannya adalah dengan menghadirkan orang yang tidak pernah mencuri. Pasti hakimnya gila kalau mau membuktikan dengan cara seperti itu.
b. Pada waktu ada orang membunuh, pembuktiannya adalah dengan menghadirkan orang yang tidak pernah membunuh. Pasti hakimnya sama gilanya dengan kasus di atas.
c. Pada waktu Adam dan Hawa makan buah terlarang, pembuktian kesalahannya harus ada orang yang mentaati Allah dengan tidak makan buah terlarang itu. Maka buktinya tidak bisa ada, karena saat itu hanya ada 2 orang di seluruh dunia, dan keduanya makan buah itu!

3. Dan kalau ES mengasumsikan bahwa kesalahan Iblis belum terbukti, mengapa harus ada orang yang menghormati Allah secara benar sebagai bukti kesalahan Iblis? Bukankah dengan demikian kesalahan Iblis SUDAH DIASUMSIKAN SEBAGAI KETIDAK-HORMATAN TERHADAP ALLAH???

4. ES menganggap Yes 14 dan Yeh 28, menunjuk pada kejatuhan Iblis dan hukumannya; dan Wah 12 menunjuk pada perang antara Mikhael dan anak buahnya melawan Iblis dan anak buahnya. Tetapi anehnya ES masih beranggapan perlu Yesus dan orang-orang Kristen untuk menjadi Corpus Delicti, untuk membuktikan kesalahan / dosa dari Iblis!

Mari kita perhatikan text-text itu satu per satu:

a. Yes 14:12-14 - “(12) ‘Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (13) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. (14) Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!.

Dengan asumsi seperti yang ES ajarkan, yaitu bahwa text ini menunjuk pada kejatuhan Iblis dan hukumannya, jelas bahwa dosanya sudah diketahui, dan hukuman sudah diberikan. Padahal ini belum jaman Yesus dan orang-orang Kristen. Lalu untuk apa Yesus dan orang-orang Kristen harus menjadi Corpus Delicti?

b. Yeh 28:16-17 - “(16) Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya. (17) Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya..
Catatan: sebetulnya ay 16b salah terjemahan (RSV sama dengan LAI).
KJV: therefore I will cast thee as profane out of the mountain of God: and I will destroy thee, O covering cherub, from the midst of the stones of fire. [= karena itu Aku akan membuang engkau sebagai sesuatu yang menjijikkan keluar dari gunung Allah: dan Aku akan menghancurkan engkau, ya kerub yang melindungi / menutupi, dari tengah-tengah batu-batu api.]. NIV/NASB/ASV/NKJV/YLT kurang lebih sama dengan KJV.

Kalau terjemahan ini memang benar, dan dengan asumsi Yeh 28 menunjuk kepada Iblis, maka Iblis di sini disebut sebagai ‘kerub’, bukan ‘anak Allah’ seperti yang ES ajarkan!

Tetapi yang saya tekankan di sini adalah: kalau diasumsikan text ini menunjuk kepada Iblis, maka text ini sudah jelas-jelas menunjukkan dosa / kesalahan Iblis, dan hukumannya. Lalu apa gunanya Yesus dan orang-orang Kristen harus menjadi Corpus Delicti??

c. Wah 12:7-11 - “(7) Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, (8) tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. (9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. (10) Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. (11) Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut..

Dari tulisan yang sedang kita bahas, ES tidak mengatakan kapan perang ini terjadi. Tapi adanya perang sudah jelas menunjukkan Iblis sudah dianggap bersalah. Kalau tidak, mengapa perang? Dan bahwa Iblis dilemparkan ke bawah / ke bumi, itu pasti sudah menunjukkan hukuman, sekalipun belum seluruh hukuman, yaitu masuk neraka.

Jadi, untuk apa Yesus dan orang-orang Kristen harus menjadi Corpus Delicti lagi?? Membuktikan yang sudah terbukti???

Dari point ini lagi-lagi terlihat bahwa ajaran ES saling bertabrakan sendiri satu sama lain!

4) Saya ingin mengajak saudara membaca sekali lagi kata-kata ES berkenaan dengan penggunaannya terhadap Wah 12.

==============KATA-KATA ES===================

Mengapa Allah tidak serta-merta membinasakan atau menghukum Lucifer dan para malaikat yang terhasut olehnya untuk memberontak?

Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. (Wahyu 12:7-9)

Di dalam teks dari kitab Wahyu ini dikatakan bahwa Mikhael dan malaikat-malaikat Allah harus berperang melawan “naga” yang adalah gambaran Lucifer (Iblis) berserta dengan malaikat-malaikatnya. Mengapa bukan Allah sendiri yang bertindak, tetapi para malaikat-Nya yang berperang? Sulit dibantah adanya kesan bahwa iblis tidak mudah ditaklukkan. Ini sebetulnya berkaitan dengan hukum dalam diri Allah.

Pada akhirnya tersingkap bahwa bukan para malaikat yang bisa mengalahkan Iblis, melainkan darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang tidak menyayangkan nyawanya.

Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: “Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. (Wahyu [12:10]-11)

Karena Allah tidak akan bertindak melanggar hukum atau tatanan akan diri-Nya inilah Lucifer berani melakukan tindakan nekat. Ia pasti memahami integritas Allah ini, sehingga memanfaatkan realitas tersebut untuk mewujudkan keinginannya.

Ini dapat kita simpulkan sebab sangatlah masuk akal kalau dipahami bahwa tidak mungkin Lucifer berani melawan Allah Bapa tanpa alasan yang kuat. Lucifer melihat peluang untuk bisa memenangi perlawanan terhadap Allah, sebab Allah tidak bisa bertindak di luar hukum keadilan-Nya. Lalu Lucifer mencoba mencari kesempatan untuk mendapat keuntungan dari realitas tersebut. Ia membawa dirinya dengan Allah pada suatu “pertarungan”. Ia “berjudi” dengan keputusannya sendiri dan berharap bisa memperoleh apa yang diinginkan, yaitu mengangkat diri sebagai penguasa, menyamai Allah.

==============================================

Tanggapan Budi Asali:

a) ES tahu-tahu mengambil Wah 12 ini mulai ay 7. Menurut saya, ES lagi-lagi mengambil dan menafsirkan ayat / text secara ‘out of context’ [= keluar dari kontextnya]. Ini akan saya tunjukkan dengan lebih jelas belakangan.

b) Sekarang perhatikan kata-kata ES ini:
“Mengapa bukan Allah sendiri yang bertindak, tetapi para malaikat-Nya yang berperang? Sulit dibantah adanya kesan bahwa iblis tidak mudah ditaklukkan. Ini sebetulnya berkaitan dengan hukum dalam diri Allah. Pada akhirnya tersingkap bahwa bukan para malaikat yang bisa mengalahkan Iblis, melainkan darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang tidak menyayangkan nyawanya.”.

============================================

Tanggapan saya:

1. Saya tak melihat adanya logika dalam kata-kata ES di atas ini. Kalau Allah tahu Iblis tidak mudah ditaklukkan, maka justru harus Dia yang berperang dan menaklukkan Iblis. Mengapa Dia justru mengajukan Mikhael dan para malaikatnya untuk berperang melawan Iblis yang tidak mudah ditaklukkan?

Apakah Dia takut kalah, sehingga Dia mengajukan para kerocoNya, sehingga kalau kalahpun tidak memalukan?

Atau, karena adanya ‘hukum dalam diri Allah’ itu? Tetapi di atas sudah saya tunjukkan bahwa adanya perang itu (kalau perang itu memang berhubungan dengan kejatuhan Iblis, sebagaimana yang ES percayai), sudah membuktikan kalau Iblis sudah dianggap salah. Kalau tidak, mengapa ada perang? Jadi, adanya hukum dalam diri Allah tidak ada hubungannya dengan siapa yang maju berperang melawan Iblis dan malaikat-malaikatnya.

2. Saya sama sekali tidak mengerti bagaimana ES bisa berkata: Pada akhirnya tersingkap bahwa bukan para malaikat yang bisa mengalahkan Iblis”?

Padahal ES sendiri mengutip Wah 12:7-9 yang berbunyi: “(7) Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, (8) tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. (9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya..

Hanya orang buta yang tidak bisa melihat bahwa text ini menunjukkan kalau Mikhael dan malaikat-malaikatnya berhasil mengalahkan Iblis dan malaikat-malaikatnya!!

c) Sekarang, untuk menunjukkan bahwa ES menafsirkan secara out of context / keluar dari kontextnya, mari kita membaca Wah 12 mulai ay 1.

Wah 12:1-6 - “(1) Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. (2) Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. (3) Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. (4) Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkanNya. (5) Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhtaNya. (6) Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya. .

Wah 12:7-12 - (7) Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, (8) tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. (9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. (10) Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. (11) Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. (12) Karena itu bersukacitalah, hai sorga dan hai kamu sekalian yang diam di dalamnya, celakalah kamu, hai bumi dan laut! karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat.’.

Ada 3 karakter / pemeran utama dalam text ini, yaitu:
1.    Perempuan.
2.    Anak perempuan itu.
3.    Naga.

Ada 2 hal yang sebetulnya terlihat dengan sangat jelas, yaitu bahwa Anak itu menunjuk kepada Yesus Kristus (ay 5  bdk. Maz 2:9), dan naga menunjuk kepada Iblis (ay 9).

Ay 5: Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhtaNya..

Maz 2:4-9 - “(4) Dia, yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka. (5) Maka berkatalah Ia kepada mereka dalam murkaNya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarahNya: (6) ‘Akulah yang telah melantik rajaKu di Sion, gunungKu yang kudus!’ (7) Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. (8) Mintalah kepadaKu, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. (9) Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.’.
Catatan: saya memberikan Maz 2 mulai ay 4, sekalipun yang dikutip dalam Wah 12:5 itu hanya sebagian dari Maz 2:9, supaya saudara bisa melihat kontext dari Maz 2 itu, yang jelas-jelas berbicara tentang Anak / Yesus.

Ay 9: Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya..

Jadi, dari 3 peran utama dalam Wah 12 hanyalah perempuan itu yang menjadi persoalan: perempuan itu menunjuk kepada apa / siapa?

Dan hal lain yang perlu kita ketahui, dan ini adalah yang terpenting berkenaan dengan pembahasan kata-kata ES di atas, adalah: kapan terjadinya Wah 12 ini?





-bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar