Seminar
Pembahasan ajaran
Pdt. Erastus Sabdono
G. K. R. I. ‘GOLGOTA’
(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)
Rabu,
tanggal 5 Desember 2018, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
Session VIi
Corpus Delicti (7)
3. Sekarang
mari kita memperhatikan Ro 5:14 - “Sungguhpun demikian maut
telah berkuasa dari zaman Adam sampai
kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan
cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia
yang akan datang.”.
Apakah ES menafsirkan Ro 5:13 tanpa
memperhatikan Ro 5:14nya??? Kalau memang seperti ES katakan, bahwa tanpa
hukum Taurat manusia tak bisa dihukum, bagaimana bisa ada kematian sejak jaman Adam sampai Musa, dimana
belum ada hukum Taurat?
Jadi, jelas bahwa Ro 4:15 dan Ro 5:13 tidak bisa
diartikan sebagaimana ES mengartikannya. Lalu bagaimana kita harus menafsirkan
kedua ayat itu dengan benar?
(a)Ro 4:15 - “Karena
hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi
di mana tidak ada hukum Taurat, di situ
tidak ada juga pelanggaran.”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘law’ [= hukum / hukum Taurat].
Calvin (tentang Ro
4:15): “he who is not
instructed by the written law, when he sins, is not guilty of so great a
transgression, as he is who knowingly breaks and transgresses the law of God.” [= ia yang
tidak diajar oleh hukum / hukum Taurat tertulis, pada waktu ia berbuat dosa,
tidak bersalah dalam pelanggaran yang begitu besar, seperti ia yang dengan tahu
/ sadar melanggar hukum Taurat Allah.].
Jadi, Calvin
menafsirkan kata-kata ‘tidak ada juga pelanggaran’ hanya dalam arti
perbandingan. Kalau ada hukum Taurat, dan orang melanggar, maka dosanya lebih
berat. Kalau tidak ada hukum Taurat, maka dosanya lebih ringan. Tafsiran ini
menjadi sejalan dengan ayat di bawah ini!
Ro 5:20 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin
banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,”.
Charles Hodge (tentang Ro 4:15): “‘For where there is
no law, there is no transgression.’ ... Where
there is no law, there can be no sin, because the very idea of sin is the want
of conformity to a rule, to which conformity is due; so that where there is no
rule or standard, there can be no want of conformity. Such being the meaning of this clause, it is plain that by law, the apostle does not intend the Mosaic law,
but law as the standard to which rational creatures are bound to be conformed.” [= ‘Karena dimana tidak ada hukum, di sana tidak ada pelanggaran’. ... Dimana tidak
ada hukum, di sana
tidak bisa ada dosa, karena gagasan dari dosa adalah kurangnya kesesuaian
dengan suatu peraturan, terhadap mana kesesuaian diharapkan; sehingga dimana
tidak ada peraturan atau standard, di sana tidak bisa ada kekurangan
kesesuaian. Kalau arti dari anak kalimat ini adalah
seperti itu, adalah jelas bahwa dengan ‘hukum’, sang rasul tidak memaksudkan
hukum Musa (hukum Taurat), tetapi hukum sebagai standard pada mana
makhluk-makhluk rasionil diharuskan untuk menyesuaikan.] - Libronix.
Adam Clarke (tentang Ro 4:15): “‘Because
the law worketh wrath.’ For law, nomos, any law, or rule of
duty. No law makes provision for the exercise of mercy, for it worketh wrath, orgeen, punishment, for the
disobedient. Law necessarily subjects the transgressor to punishment;
for where no law is - where no rule of duty is enacted and acknowledged, there
is no transgression; and where there is no transgression there can be no
punishment, for there is no law to enforce it.” [= ‘Karena hukum mengerjakan murka’. Untuk ‘hukum’,
NOMOS, hukum apapun, atau peraturan
tentang kewajiban. Tak ada hukum yang membuat persediaan untuk pelaksanaan
belas kasihan, karena hukum mengerjakan murka, ORGEEN, hukuman, untuk
orang-orang yang tidak taat. Hukum secara tak terhindarkan menundukkan si
pelanggar pada hukuman; karena dimana tidak ada hukum - dimana tidak ada
peraturan tentang kewajiban ditegakkan dan diakui, di sana tidak ada
pelanggaran; dan dimana tidak ada pelanggaran di sana tidak bisa ada hukuman,
karena di sana tidak ada hukum untuk menjalankan / memaksakannya.].
(b)Ro 5:13 - “Sebab
sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak
diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat.”.
Calvin (tentang Ro 5:13): “‘But sin is not imputed,’ etc. Without
the law reproving us, we in a manner sleep in our sins; and though we are not
ignorant that we do evil, we yet suppress as much as we can the knowledge of
evil offered to us, at least we obliterate it by quickly forgetting it. While
the law reproves and chides us, it awakens us as it were by its stimulating
power, that we may return to the consideration of God’s judgment. The Apostle
then intimates that men continue in their perverseness when not roused by the
law, and that when the difference between good and evil is laid aside, they
securely and joyfully indulge themselves, as if there was no judgment to come. But that before the law iniquities were by God imputed to
men is evident from the punishment of Cain, from the deluge by which the whole
world was destroyed, from the fate of Sodom, and from the plagues inflicted on
Pharaoh and Abimelech on account of Abraham, and also from the plagues brought
on the Egyptians. That men also imputed
sin to one another, is clear from the many complaints and expostulations by
which they charged one another with iniquity, and also from the defenses by
which they labored to clear themselves from accusations of doing wrong.
There are indeed many examples which prove that every man was of himself
conscious of what was evil and of what was good: but that for the most part
they connived at their own evil deeds, so that they imputed nothing as a sin to
themselves unless they were constrained. When
therefore he denies that sin without the law is imputed, he speaks
comparatively; for when men are not pricked by the goads of the law,
they become sunk in carelessness.” [= ‘Tetapi dosa tidak
diperhitungkan’, dst. Tanpa hukum Taurat menegur kita, kita dengan cara
tertentu tidur dalam dosa-dosa kita; dan sekalipun kita bukannya tidak tahu
bahwa kita melakukan kejahatan, tetapi kita menekan, sebanyak yang kita bisa,
pengetahuan tentang kejahatan yang diajukan kepada kita, setidaknya kita
menghapuskannya dengan melupakannya dengan cepat. Sementara hukum Taurat
menegur dan memarahi kita, itu seakan-akan membangunkan kita oleh kuasa /
kekuatan membangunkannya, sehingga kita bisa kembali pada pertimbangan tentang
penghakiman Allah. Sang Rasul lalu menyatakan secara implicit bahwa manusia
terus dalam kejahatan / kebejatan mereka pada waktu tidak dibangunkan oleh
hukum Taurat, dan bahwa pada waktu perbedaan antara baik dan jahat
dikesampingkan, mereka dengan aman dan dengan sukacita memuaskan nafsu mereka,
seakan-akan disana tidak ada penghakiman yang akan datang. Tetapi bahwa sebelum hukum Taurat, kejahatan-kejahatan
diperhitungkan oleh Allah kepada manusia adalah jelas dari hukuman dari Kain,
dari air bah dengan mana seluruh dunia dihancurkan, dari nasib Sodom, dan dari
tulah-tulah / wabah-wabah yang diberikan kepada Firaun dan Abimelekh karena
Abraham, dan juga dari tulah-tulah yang diberikan kepada orang-orang Mesir.
Bahwa manusia juga memperhitungkan dosa satu
kepada yang lain, adalah jelas dari banyak keluhan / tuntutan dan protes dengan
mana mereka saling menuduh / menyalahkan satu sama lain dengan kejahatan, dan
juga dari pembelaan dengan mana mereka berjerih payah untuk membersihkan diri
mereka sendiri dari tuduhan-tuduhan tentang melakukan kesalahan. Di sana memang ada banyak
contoh-contoh yang membuktikan bahwa setiap orang dari dirinya sendiri sadar
tentang apa yang jahat dan tentang apa yang baik: tetapi bahwa pada umumnya
mereka berpura-pura tidak tahu akan tindakan-tindakan jahat mereka, sehingga
mereka tidak memperhitungkan apapun sebagai suatu dosa kepada diri mereka
sendiri kecuali mereka dipaksa. Karena itu pada
waktu ia menyangkal bahwa dosa diperhitungkan tanpa hukum Taurat, ia berbicara
secara membandingkan; karena pada waktu orang-orang tidak ditusuk
oleh tusukan-tusukan hukum Taurat, mereka jadi tenggelam dalam ketidak-pedulian
/ pengabaian.].
William Hendriksen (tentang Ro 5:13-14): “Sin was indeed in the world even before
Sinai’s law was given, as is shown by the fact that death, sin’s punishment,
ruled supreme during the period Adam to Moses. ... Yes, death reigned even over
those who did not sin by transgressing an expressed command, as did Adam. See
Gen. 2:16, 17. So, it is clear that even during the period Adam to Moses sin
was indeed taken into account. Though Sinai’s law,
with its expressed commands, did not as yet exist, there
was law. Here the apostle was undoubtedly
thinking about what he had written earlier in this very epistle (2:14, 15). ... That there was law follows from the fact that there was sin.
If there had been no law there would have been no sin.” [= Dosa memang sudah ada
dalam dunia, bahkan sebelum hukum Taurat Sinai diberikan, seperti ditunjukkan
oleh fakta bahwa kematian, hukuman dosa, memerintah dengan kuasa terbesar
selama masa dari Adam sampai Musa. ... Ya, kematian memerintah bahkan atas mereka
yang tidak berbuat dosa dengan pelanggaran dari suatu perintah yang dinyatakan,
seperti yang dilakukan oleh Adam. Lihat Kej 2:16,17. Jadi, adalah jelas
bahwa bahkan selama masa dari Adam sampai Musa dosa memang diperhitungkan. Sekalipun hukum Taurat Sinai, dengan perintah-perintah yang
dinyatakan, belum ada pada saat itu, DISANA ADA HUKUM. Di sini tak diragukan bahwa sang
rasul berpikir tentang apa yang telah ia tulis sebelumnya dalam surat ini (2:14,15).
... Bahwa di sana
ada hukum merupakan bukti dari fakta bahwa di sana ada dosa. Seandainya di sana tidak ada
hukum, di sana
juga tidak akan ada dosa.].
Charles Hodge (tentang Ro 5:13): “‘When there is no law,’ ... Sin is correlative of law. If there is no law, there can
be no sin, as Paul had already taught, 4:15. But if there is no sin without
law, there can be no imputation of sin. As, however, sin was imputed, as sin
was in the world, as men were sinners, and were so regarded and treated before
the law of Moses, it follows that there must be some more comprehensive law in
relation to which men were sinners, and in virtue of which they were so
regarded and treated. The principle here advanced, and on which the apostle’s
argument rests is, that the infliction of penal evil implies the violation of law.
If men were sinners, and were treated as such before the law of Moses, it is
certain that there is some other law, for the violation of which sin was
imputed to them.” [= ‘Pada waktu di sana tidak ada hukum
Taurat’, ... Dosa berhubungan dengan hukum. Jika di sana
tidak ada hukum, di sana
tidak bisa ada dosa, seperti Paulus telah ajarkan, 4:15. Tetapi jika di sana tidak ada dosa tanpa hukum, di sana tidak bisa ada pemerhitungan dosa. Tetapi, karena dosa diperhitungkan, karena dosa ada dalam
dunia, karena manusia adalah orang-orang berdosa, dan dianggap dan diperlakukan
seperti itu sebelum hukum Taurat Musa, maka
di sana pasti ada hukum yang lebih luas berhubungan dengan mana manusia
adalah orang-orang berdosa, dan karenanya mereka dianggap dan diperlakukan seperti
itu. Kebenaran dasar yang diajukan di sini, dan
pada mana argumentasi sang rasul didasarkan adalah bahwa pemberian hukuman kejahatan menunjukkan secara tak
langsung pelanggaran hukum. Jika manusia adalah orang-orang berdosa, dan
diperlakukan seperti itu sebelum hukum Taurat Musa, adalah pasti bahwa di sana ada hukum yang lain,
untuk pelanggaran mana dosa diperhitungkan kepada mereka.] - Libronix.
b) Sekarang
kata-kata ES yang ada di bagian akhir dari kutipan di atas:
“Kaitannya dengan Lucifer, ia harus dinyatakan
bersalah juga melalui pembuktian. Kalau seseorang mencuri mobil, perlu
dibuktikan bahwa ada mobil yang hilang. Kalau seseorang membunuh, perlu
dibuktikan dengan mayat korban pembunuhan tersebut. Tetapi kesalahan Lucifer
adanya di dalam pikirannya, yaitu hendak menyamai Allah. Bagaimana ini
dibuktikan? Tentu dengan menunjukkan adanya makhluk ciptaan Allah yang memiliki
penghormatan yang benar kepada-Nya.”.
Ini bantahan saya terhadap kata-kata ES ini:
1. Kalau
orang membunuh, dan ada saksi-saksinya, apalagi ada bukti rekaman CCTV, saya
kok sama sekali tidak yakin bahwa mayatnya harus ada sebagai bukti.
Saat ini (Nopember 2018) dunia sedang dihebohkan
tentang wartawan Saudi Arabia (Jamal Khashoggi) yang
dibunuh di kedutaan Saudi Arabia di Turki, padahal mayatnya tidak ketemu sampai
sekarang. Yang ada hanya rekaman video / CCTV yang
menunjukkan Jamal Khashoggi masuk kedutaan itu tetapi tidak pernah keluar. Yang
keluar adalah orang yang mirip dengan Jamal Khashoggi. Ini sudah
dianggap sebagai bukti; tak butuh mayat sebagai bukti!
Jadi menurut saya, bukti mayat itu hanya dibutuhkan
dalam kasus-kasus tertentu saja.
2. Yang
terpenting dalam pembahasan bagian ini adalah: menurut saya, ES sudah
membelokkan contoh-contoh yang ia sendiri berikan, pada waktu menerapkannya
kepada Iblis.
Coba perhatikan kata-kata ES: orang mencuri mobil,
buktinya adalah mobil curian itu. Orang membunuh buktinya adalah mayat dari
orang yang dibunuh.
Tetapi pada waktu pikiran Lucifer (yang ES anggap
sebagai nama dari Iblis) mau menyamai Allah, buktinya adalah dengan menunjukkan
adanya makhluk yang memiliki penghormatan yang benar terhadap Allah!
Ini sama sekali tidak cocok dengan contoh mobil
hilang dan pembunuhan di atas.
Dan kalau penerapan yang ES buat terhadap Iblis itu
dikembalikan kepada manusia, maka:
a. Pada
waktu ada pencuri mobil, pembuktiannya adalah dengan menghadirkan orang yang
tidak pernah mencuri. Pasti hakimnya gila kalau mau membuktikan dengan cara
seperti itu.
b. Pada
waktu ada orang membunuh, pembuktiannya adalah dengan menghadirkan orang yang
tidak pernah membunuh. Pasti hakimnya sama gilanya dengan kasus di atas.
c. Pada
waktu Adam dan Hawa makan buah terlarang, pembuktian kesalahannya harus ada
orang yang mentaati Allah dengan tidak makan buah terlarang itu. Maka buktinya
tidak bisa ada, karena saat itu hanya ada 2 orang di seluruh dunia, dan
keduanya makan buah itu!
3. Dan kalau ES mengasumsikan
bahwa kesalahan Iblis belum terbukti,
mengapa harus ada orang yang menghormati Allah
secara benar sebagai bukti kesalahan Iblis? Bukankah dengan demikian
kesalahan Iblis SUDAH DIASUMSIKAN SEBAGAI KETIDAK-HORMATAN TERHADAP ALLAH???
4. ES menganggap Yes 14 dan
Yeh 28, menunjuk pada kejatuhan Iblis dan hukumannya; dan Wah 12
menunjuk pada perang antara Mikhael dan anak buahnya melawan Iblis dan anak
buahnya. Tetapi anehnya ES masih beranggapan perlu Yesus dan orang-orang
Kristen untuk menjadi Corpus
Delicti, untuk membuktikan
kesalahan / dosa dari Iblis!
Mari
kita perhatikan text-text itu satu per satu:
a. Yes 14:12-14 - “(12) ‘Wah, engkau sudah jatuh
dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai
yang mengalahkan bangsa-bangsa! (13) Engkau yang
tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan
takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit
pertemuan, jauh di sebelah utara. (14) Aku hendak naik mengatasi ketinggian
awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!”.
Dengan asumsi seperti yang ES ajarkan, yaitu
bahwa text ini menunjuk pada kejatuhan Iblis dan hukumannya, jelas bahwa
dosanya sudah diketahui, dan hukuman sudah diberikan. Padahal ini belum jaman Yesus dan orang-orang
Kristen. Lalu untuk apa Yesus dan orang-orang Kristen harus
menjadi Corpus Delicti?
b. Yeh 28:16-17 - “(16) Dengan dagangmu yang besar engkau penuh
dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau
dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari
tengah batu-batu yang bercahaya. (17) Engkau
sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau
Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya.”.
Catatan: sebetulnya ay
16b salah terjemahan (RSV sama dengan LAI).
KJV: ‘therefore I will cast
thee as profane out of the mountain
of God: and I will
destroy thee, O covering cherub, from the midst of the stones of fire.’
[= karena itu Aku akan membuang engkau sebagai sesuatu yang menjijikkan keluar
dari gunung Allah: dan Aku akan menghancurkan engkau, ya kerub yang melindungi
/ menutupi, dari tengah-tengah batu-batu api.]. NIV/NASB/ASV/NKJV/YLT kurang
lebih sama dengan KJV.
Kalau terjemahan ini memang benar, dan dengan
asumsi Yeh 28 menunjuk kepada Iblis, maka Iblis di sini disebut sebagai
‘kerub’, bukan ‘anak Allah’ seperti yang ES ajarkan!
Tetapi yang saya
tekankan di sini adalah: kalau diasumsikan text ini menunjuk kepada Iblis, maka
text ini sudah jelas-jelas menunjukkan dosa / kesalahan Iblis, dan hukumannya.
Lalu apa gunanya Yesus dan orang-orang Kristen harus menjadi Corpus Delicti??
c. Wah 12:7-11 - “(7)
Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya
berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, (8) tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat
tempat lagi di sorga. (9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan
seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama
dengan malaikat-malaikatnya. (10) Dan aku mendengar suara yang
nyaring di sorga berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan
pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita,
yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. (11) Dan mereka
mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka.
Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.”.
Dari tulisan yang
sedang kita bahas, ES tidak mengatakan kapan perang ini terjadi. Tapi adanya perang sudah jelas menunjukkan Iblis sudah
dianggap bersalah. Kalau tidak, mengapa perang? Dan bahwa Iblis dilemparkan ke bawah / ke bumi, itu pasti
sudah menunjukkan hukuman, sekalipun
belum seluruh hukuman, yaitu masuk neraka.
Jadi, untuk apa Yesus dan orang-orang Kristen harus
menjadi Corpus Delicti lagi?? Membuktikan yang sudah terbukti???
Dari point ini lagi-lagi terlihat bahwa ajaran ES saling bertabrakan
sendiri satu sama lain!
4) Saya ingin mengajak saudara membaca sekali lagi
kata-kata ES berkenaan dengan penggunaannya terhadap Wah 12.
==============KATA-KATA
ES===================
Mengapa Allah tidak serta-merta
membinasakan atau menghukum Lucifer dan para malaikat yang terhasut olehnya
untuk memberontak?
Maka timbullah peperangan di sorga.
Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu
dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka
tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. Dan naga besar
itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh
dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan
malaikat-malaikatnya. (Wahyu 12:7-9)
Di dalam teks dari kitab Wahyu ini
dikatakan bahwa Mikhael dan malaikat-malaikat Allah harus berperang melawan
“naga” yang adalah gambaran Lucifer (Iblis) berserta dengan
malaikat-malaikatnya. Mengapa bukan Allah sendiri yang bertindak, tetapi para
malaikat-Nya yang berperang? Sulit dibantah adanya kesan bahwa iblis tidak
mudah ditaklukkan. Ini sebetulnya berkaitan dengan hukum dalam diri Allah.
Pada akhirnya tersingkap bahwa bukan
para malaikat yang bisa mengalahkan Iblis, melainkan darah Tuhan Yesus dan
perkataan kesaksian mereka yang tidak menyayangkan nyawanya.
Dan aku mendengar suara yang nyaring di
sorga berkata: “Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan
Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke
bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di
hadapan Allah kita. Dan mereka
mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka.
Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. (Wahyu
[12:10]-11)
Karena Allah tidak akan bertindak
melanggar hukum atau tatanan akan diri-Nya inilah Lucifer berani melakukan
tindakan nekat. Ia pasti memahami integritas Allah ini, sehingga memanfaatkan
realitas tersebut untuk mewujudkan keinginannya.
Ini dapat kita simpulkan sebab sangatlah masuk akal kalau dipahami
bahwa tidak mungkin Lucifer berani melawan Allah Bapa tanpa alasan yang kuat.
Lucifer melihat peluang untuk bisa memenangi perlawanan terhadap Allah, sebab
Allah tidak bisa bertindak di luar hukum keadilan-Nya. Lalu Lucifer mencoba
mencari kesempatan untuk mendapat keuntungan dari realitas tersebut. Ia membawa
dirinya dengan Allah pada suatu “pertarungan”. Ia “berjudi” dengan keputusannya
sendiri dan berharap bisa memperoleh apa yang diinginkan, yaitu mengangkat diri
sebagai penguasa, menyamai Allah.
==============================================
Tanggapan Budi Asali:
a) ES tahu-tahu mengambil Wah 12 ini mulai ay 7. Menurut saya, ES
lagi-lagi mengambil dan menafsirkan ayat / text secara ‘out of context’ [=
keluar dari kontextnya]. Ini akan saya tunjukkan dengan lebih jelas belakangan.
b) Sekarang perhatikan kata-kata ES ini:
“Mengapa bukan Allah sendiri yang
bertindak, tetapi para malaikat-Nya yang berperang? Sulit dibantah
adanya kesan bahwa iblis tidak mudah ditaklukkan. Ini sebetulnya
berkaitan dengan hukum dalam diri Allah. Pada akhirnya
tersingkap bahwa bukan para malaikat yang bisa mengalahkan Iblis, melainkan
darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang tidak menyayangkan
nyawanya.”.
============================================
Tanggapan saya:
1. Saya tak melihat adanya logika dalam kata-kata
ES di atas ini. Kalau Allah tahu Iblis tidak mudah ditaklukkan, maka justru
harus Dia yang berperang dan menaklukkan Iblis. Mengapa Dia justru mengajukan
Mikhael dan para malaikatnya untuk berperang melawan Iblis yang tidak mudah
ditaklukkan?
Apakah Dia takut kalah,
sehingga Dia mengajukan para kerocoNya, sehingga kalau kalahpun tidak
memalukan?
Atau, karena adanya ‘hukum dalam diri Allah’ itu? Tetapi di atas sudah saya tunjukkan bahwa
adanya perang itu (kalau perang itu memang berhubungan dengan kejatuhan Iblis,
sebagaimana yang ES percayai), sudah membuktikan kalau Iblis sudah dianggap
salah. Kalau tidak, mengapa ada perang? Jadi, adanya hukum dalam diri Allah tidak
ada hubungannya dengan siapa yang maju berperang melawan Iblis dan
malaikat-malaikatnya.
2. Saya sama sekali tidak mengerti bagaimana ES
bisa berkata: “Pada akhirnya tersingkap bahwa bukan para malaikat yang bisa
mengalahkan Iblis”?
Padahal ES sendiri mengutip Wah 12:7-9
yang berbunyi: “(7) Maka timbullah peperangan
di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga
itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, (8) tetapi
mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga.
(9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang
menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi,
bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.”.
Hanya orang buta yang tidak bisa melihat bahwa text ini menunjukkan
kalau Mikhael dan malaikat-malaikatnya berhasil mengalahkan Iblis dan malaikat-malaikatnya!!
c) Sekarang, untuk menunjukkan bahwa ES menafsirkan secara out of
context / keluar dari kontextnya, mari kita membaca Wah 12 mulai ay 1.
Wah 12:1-6 - “(1)
Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang
perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan
sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. (2) Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya
hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. (3) Maka tampaklah suatu
tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga
merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas
kepalanya ada tujuh mahkota. (4) Dan ekornya menyeret sepertiga dari
bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk
menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkanNya. (5) Maka ia
melahirkan seorang Anak laki-laki, yang
akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah
dan ke takhtaNya. (6) Perempuan itu lari
ke padang
gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia
dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya. ”.
Wah 12:7-12 - “(7) Maka
timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang
melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, (8) tetapi
mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. (9) Dan
naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh
dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan
malaikat-malaikatnya. (10) Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga
berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah
kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah
pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan
Allah kita. (11) Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh
perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai
ke dalam maut. (12) Karena itu bersukacitalah, hai sorga dan hai kamu sekalian
yang diam di dalamnya, celakalah kamu, hai bumi dan laut! karena Iblis telah
turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya
sudah singkat.’”.
Ada 3 karakter / pemeran utama dalam text
ini, yaitu:
1. Perempuan.
2. Anak perempuan itu.
3. Naga.
Ada 2 hal yang sebetulnya terlihat dengan sangat jelas,
yaitu bahwa Anak itu menunjuk kepada Yesus Kristus
(ay 5 bdk. Maz 2:9), dan naga menunjuk kepada Iblis (ay 9).
Ay 5: “Maka
ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan
menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu
dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhtaNya.”.
Maz 2:4-9 - “(4) Dia,
yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka. (5) Maka
berkatalah Ia kepada mereka dalam murkaNya dan mengejutkan mereka dalam
kehangatan amarahNya: (6) ‘Akulah yang telah melantik rajaKu di Sion, gunungKu
yang kudus!’ (7) Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata
kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. (8) Mintalah
kepadaKu, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu,
dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. (9) Engkau akan
meremukkan mereka dengan gada besi,
memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.’”.
Catatan: saya memberikan Maz 2 mulai ay 4, sekalipun yang dikutip dalam Wah
12:5 itu hanya sebagian dari Maz 2:9, supaya saudara bisa melihat kontext dari
Maz 2 itu, yang jelas-jelas berbicara tentang Anak / Yesus.
Ay 9: “Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan,
yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi,
bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.”.
Jadi, dari 3 peran utama dalam Wah 12
hanyalah perempuan itu yang menjadi persoalan: perempuan
itu menunjuk kepada apa / siapa?
Dan hal lain yang perlu kita ketahui, dan ini
adalah yang terpenting berkenaan dengan pembahasan kata-kata ES di atas,
adalah: kapan terjadinya Wah 12 ini?
-bersambung-