Khotbah
/ pelajaran ini disusun untuk membahas, menanggapi dan membantah
khotbah Paskah 2012 dari Pdt. Stephen Tong, yang mengatakan bahwa
hanya kematian Kristus yang ditetapkan oleh Allah, sedangkan kematian
orang-orang lain tidak. Ia menambahkan bahwa Alkitab tidak pernah
mengatakan bahwa Allah menentukan kematian seseorang.
Untuk
lebih jelasnya saya memberikan kutipan dari makalah khotbah Paskah
itu, yang dikeluarkan oleh GRII. Suatu cuplikannya berbunyi sebagai
berikut:
“Sekarang
kita akan membahas topik utama: apa bedanya kematian Kristus dengan
kematian semua orang? 1. Semua
orang bukan mati di dalam kehendak Allah,
hanya Yesus Kristus seorang, yang mati di dalam kehendakNya. Alkitab
tidak pernah mencatat si anu mati di dalam kehendak Allah.
Lagi
pula, mana mungkin Allah menghendaki seorang mati?
Lalu, mengapa kita mati? Kita berdosa dan upah dosa adalah maut.
Hanya Yesus Kristus, yang mati menurut kehendak Allah (Gal 1:4).
Sementara
kita, bukan mati karena rencana Allah,
tapi karena kita menentang Allah; melanggar Taurat, maka dosa dan
maut jadi raja di hati kita, menawan kita (Ro 6:23). 2. semua orang
berbuat dosa, karenanya mereka harus mati. Hanya Yesus Kristus; sang
kudus, Dia tak berdosa, Dia mengalahkan semua pencobaan, Dia tak
seharusnya mati. Lalu mengapa Dia mati? Karena Allah mengutus Dua
untuk menggantikan kita”
(hal 2-3).
Catatan:
Gal
1:4 - “yang
telah menyerahkan diriNya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan
kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan
Bapa kita”.
Ro
6:23 - “Sebab
upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal
dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.
Saya
berpendapat ayat terakhir ini sangat tak cocok!
Yang
ingin saya persoalkan dan bahas, bukanlah ajaran Pdt. Stephen Tong
tentang kematian Kristus. Saya setuju bahwa kematian Kristus
ditentukan oleh Allah. Tetapi bahwa kematian orang-orang lain tidak
ditentukan oleh Allah, dan bahwa Alkitab tak pernah mencatat si anu
mati di dalam kehendak Allah, itulah yang saya persoalkan. Marilah
kita melihat apakah ajaran Pdt. Stephen Tong sesuai dengan ajaran
Alkitab.
I) Secara
theologis adalah mustahil untuk mengatakan bahwa kematian Kristus
saja yang ditentukan sedangkan kematian semua manusia tidak
ditentukan.
Mengapa
saya katakan demikian? Karena mengapa Kristus harus mati? Karena
manusia berdosa, dan upah dosa itu maut, dan Kristus mau menggantikan
kita memikul maut / kematian itu. Jadi, kalau kematian Kristus
ditentukan, adalah mustahil bahwa dosa dan kematian manusia tidak
ditentukan! Dan perlu diingat bahwa Allah tidak membuat rencananya
setahap demi setahap, tetapi langsung seluruhnya dari kekekalan
(minus tak terhingga). Jadi, jelas bahwa seluruh rentetan ini, yaitu:
1) Jatuhnya manusia ke dalam
dosa,
2) Pemberian hukuman mati kepada
manusia karena dosanya,
3) Kematian Kristus untuk
menebus dosa kita dan mengalahkan kematian yang merupakan upah dosa,
semuanya
sudah ditentukan secara sekaligus dalam rencana Allah yang dibuat
dalam kekekalan / minus tak terhingga.
Bahwa
kematian Kristus direncanakan / dimaksudkan untuk menggantikan
kematian kita, jelas ditunjukkan oleh banyak ayat di bawah ini.
Yoh
11:49-52 - “(49)
Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun
itu, berkata kepada mereka: ‘Kamu tidak tahu apa-apa, (50) dan kamu
tidak insaf, bahwa lebih
berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada
seluruh bangsa kita ini binasa.’
(51) Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai
Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus
akan mati untuk bangsa itu, (52) dan bukan untuk bangsa itu saja,
tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang
tercerai-berai”.
Yoh
12:24 - “Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke
dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika
ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”.
Yoh
12:32-33 - “(32)
dan Aku, apabila
Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang
kepadaKu.’
(33) Ini
dikatakanNya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati”.
2Tim
1:9-10 - “(9)
Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan
kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud
dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita
dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman (10) dan yang sekarang
dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh
Injil telah mematahkan
kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa”.
Ibr
2:9,14-15 - “(9)
Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah
dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh
karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat,
supaya oleh kasih karunia Allah Ia
mengalami maut bagi semua manusia.
... (14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging,
maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam
keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu
Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya
dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya
berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”.
Sekarang,
kalau kematian Kristus memang dirancang untuk menebus dosa kita dan
untuk menghancurkan kematian kita, maka tidak mungkin Allah
merencanakan kematian Kristus tanpa merencanakan kematian kita dan
juga dosa-dosa kita!
Kalau
di atas saya membahasnya secara theologis, maka sekarang saya akan
membahasnya dengan menunjukkan ayat-ayat Alkitabnya.
II) Alkitab
menunjukkan bahwa kematian manusia sudah ditentukan waktunya oleh
Allah, dan ini tidak bisa diubah, diundur atau dimajukan.
Dasar
Alkitab:
1) Maz
90:10 - “Masa
hidup kami
tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan
kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya
buru-buru, dan kami melayang lenyap”.
Barnes’
Notes (tentang Maz 90:10):
“All
animals, as the horse, the mule, the elephant, the eagle, the raven,
the bee, the butterfly, have
each a fixed limit of life,
wisely adapted undoubtedly to the design for which they were made,
and to the highest happiness of the whole. So
of man.
There can be no doubt that there are good reasons - some of which
could be easily suggested - why his term of life is no longer. But,
at any rate, it is no longer; and in that brief period he must
accomplish all that he is to do in reference to this world, and all
that is to be done to prepare him for the world to come. It is
obvious to remark that man has enough to do to fill up the time of
his life; that life to man is too precious to be wasted”
(= Semua binatang, seperti kuda, bagal, gajah, burung elang /
rajawali, burung gagak, lebah, kupu-kupu, masing-masing
mempunyai suatu batas hidup yang tertentu,
secara bijaksana disesuaikan dengan rancangan untuk mana mereka
dibuat, dan bagi kebahagiaan tertinggi dari seluruhnya. Demikian
juga dengan manusia.
Tidak bisa ada keraguan di sana bahwa ada alasan-alasan yang baik -
beberapa / sebagian darinya bisa dengan mudah dipikirkan - mengapa
hidupnya tidak lebih panjang. Tetapi bagaimanapun, itu tidak lebih
panjang; dan dalam periode yang pendek itu ia harus mencapai semua
yang harus ia lakukan berkenaan dengan dunia ini, dan semua itu harus
dilakukan untuk mempersiapkan dia untuk dunia yang akan datang.
Adalah jelas untuk mengatakan bahwa manusia mempunyai cukup untuk
dilakukan untuk mengisi waktu dari hidupnya; bahwa hidup bagi manusia
adalah terlalu berharga untuk diboroskan / dihamburkan /
disia-siakan).
2) 2Sam 7:12 - “Apabila
umurmu
sudah genap
dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek
moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak
kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya”.
Saya
berpendapat bahwa kata-kata ‘umurmu
sudah genap’
menunjukkan bahwa umur Daud (dan semua orang lain) dibatasi oleh
Allah, dan kalau batasan itu sudah sampai, maka dikatakan ‘sudah
genap’,
dan orang itu harus mati.
Bandingkan
dengan:
a) 1Taw
17:11 - “Apabila
umurmu
sudah genap
untuk pergi mengikuti nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan
keturunanmu yang kemudian, salah seorang anakmu sendiri, dan Aku akan
mengokohkan kerajaannya”.
b) Rat 4:18
- “Mereka
mengintai langkah-langkah kami, sehingga kami tak dapat berjalan di
lapangan-lapangan kami; akhir hidup kami mendekat, hari-hari
kami sudah genap, ya, akhir hidup kami sudah tiba”.
3) Mat 6:27 - “Siapakah
di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat
menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.
KJV:
‘can add one cubit
unto his
stature?’
(= dapat menambahkan sehasta pada tinggi
badannya?).
RSV:
‘can add one cubit
to his span of
life?’
(= bisa menambahkan satu hasta pada masa
/ jangka hidupnya?).
NIV/NASB:
‘can add a single
hour to his
life?’
(= dapat menambahkan satu jam pada hidupnya?).
Kata
Yunani yang dipakai bisa diterjemahkan seperti KJV ataupun seperti
RSV/NIV/NASB, tetapi menurut saya adalah jelas bahwa terjemahan KJV
sama sekali tidak sesuai dengan kontext dari ayat ini.
Matthew
Henry menganggap bahwa terjemahan KJV lebih cocok, karena menurut dia
ukuran ‘hasta’
lebih cocok untuk menunjuk pada tinggi badan, dan usia yang paling
lama hanyalah ‘satu telempap’ (Maz 39:6).
Matthew
Henry: “the
age at longest is but a span, Ps 39:5”
(= usia / umur paling panjang adalah satu jengkal,
Maz 39:6).
Catatan:
saya tak mengerti mengapa Matthew Henry menggunakan kata ‘span’,
karena ‘span’
(= jengkal) berbeda dengan ‘handbreadth’
(= telempap).
Maz 39:6
- “Sungguh,
hanya beberapa
telempap
saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa.
Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela”.
Kata
‘telempap’
dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘handbreadth’
(= lebar tangan).
Tetapi
Adam Clarke memilih terjemahan dari RSV/NIV/NASB, dan dalam Yoh 9:21
kata Yunani yang sama diterjemahkan ‘age’
oleh KJV/RSV/NIV/NASB.
Yoh
9:21b (KJV): ‘he
is of age;
ask him: he shall speak for himself’
(= ia sudah cukup
umur;
tanyakan kepadanya: ia akan berbicara untuk dirinya sendiri).
Ukuran
‘hasta’,
sekalipun sebenarnya merupakan ukuran panjang, tetapi bisa digunakan
untuk panjangnya umur, sebagaimana ukuran ‘telempap’,
yang juga merupakan ukuran panjang, digunakan untuk panjangnya umur
dalam Maz 39:6.
Saya
juga berpendapat Matthew Henry sangat salah dalam penafsiran, pada
waktu ia menghubungkan Mat 6:27 dengan Maz 39:6, karena 2 alasan:
a) Dua ayat bisa mengumpamakan
usia manusia dengan ukuran yang berbeda, tetapi maksudnya sama. Baik
‘hasta’
dalam Mat 6:27, maupun ‘telempap’
dalam Maz 39:6, sama-sama menunjuk pada ‘sedikit’.
b) Kata ‘telempap’
dalam Maz 39:6 dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak. Kitab
Suci Indonesia tepat dalam menterjemahkan ‘beberapa
telempap’.
Matthew Henry (tentang Mat
6:27): “‘Which
of you,’ the wisest, the strongest of you, ‘by taking thought,
can add one cubit to his stature?’ (v. 27) to ‘his age,’ so
some; but the measure of a cubit denotes it to be meant of the
stature, and the age at longest is but a span, Ps 39:5”
(= ).
Adam Clarke (tentang Mat
6:27): “‘Cubit
unto his stature?’ I think
heelikian
should be rendered ‘age’ here, and so our translators have
rendered the word in John 9:21, autos
heelikian echei,
he is of age. A very learned writer observes, that no difficulty can
arise from applying peechun,
a cubit, a measure of extension, to time, and the age of man: as
place and time are both quantities, and capable of increase and
diminution: and, as no fixed material standard can be employed in the
mensuration of the fleeting particles of time, it was natural and
necessary, in the construction of language, to apply parallel terms
to the discrimination of time and place. Accordingly, we find the
same words indifferently used to denote time and place in every known
tongue. Lord, let me know the ‘MEASURE’ of my days! Thou hast
made my days ‘HAND-BREADTHS,’ Ps 39:5. Many examples might be
adduced from the Greek and Roman writers. Besides, it is evident that
the phrase of ‘adding one cubit’ is proverbial, denoting
something minute; and is therefore applicable to the smallest
possible portion of time; but, in a literal acceptation, the addition
of a cubit to the stature, would be a great and extraordinary
accession of height”
(= ).
Catatan:
kedua kutipan ini tidak saya terjemahkan karena intinya sudah saya
berikan di atas.
Barnes’
Notes (tentang Mat 6:27):
‘Stature.’
This word means ‘height.’ The original word, however, means
oftener ‘age,’ John 9:21: ‘He is of age;’ so also John 9:23.
If this be its meaning here, as is probable (compare Robinson,
Lexicon),
it
denotes that a man cannot increase the length of his life at all. The
utmost anxiety will not prolong it one hour beyond the time appointed
for death”
[= ‘Stature’ / ‘tinggi badan’. Kata ini berarti ‘ketinggian’.
Tetapi kata bahasa aslinya lebih sering berarti ‘usia / umur’,
Yoh 9:21: ‘Ia sudah cukup umur’; lihat juga Yoh 9:23. Jika ini
adalah artinya di sini, dan itu memungkinkan (bandingkan Robinson,
Lexicon), ini
menunjukkan bahwa seorang manusia tidak bisa menambah panjang
hidupnya sama sekali. Kekuatiran yang terbesar tidak akan
memperpanjangnya satu jampun melebihi waktu yang ditetapkan untuk
kematian].
4) Ibr 9:27 - “Dan
sama seperti manusia
ditetapkan untuk mati
hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”.
Baik
Calvin maupun John Owen mengatakan bahwa memang ada orang-orang yang
mati 2 x seperti Lazarus (dan juga orang-orang yang pernah mati lalu
dibangkitkan; mereka pasti akan mati lagi). Juga ada orang-orang yang
tidak pernah mati (Henokh dan Elia), maupun orang-orang yang masih
hidup pada saat Yesus datang kembali, karena mereka ini akan langsung
diubahkan menjadi tubuh kebangkitan (1Kor 15:51).
Semua
ini tidak berarti bahwa Ibr 9:27 ini salah, karena ayat ini hanya
bicara tentang nasib manusia secara umum.
Calvin (tentang Ibr 9:27):
“Were
any one to object and say, that some had died twice, such as Lazarus,
and not once;
the
answer would be this, - that the Apostle speaks here of the ordinary
lot of men; but they are to be excepted from this condition, who
shall by an instantaneous change put corruption, (1 Corinthians
15:51;) for he includes none but those who wait for a long time in
the dust for the redemption of their bodies”
(= ).
John Owen:
“the
death of all the individuals of mankind by the decretory sentence of
God. ... The instances of those who died not after the manner of
other men, as Enoch and Elijah, or those who, having died once, were
raised from the dead and died again, as Lazarus, give no difficulty
herein. They are instances of exemption from the common rule by mere
acts of divine sovereignty; but the apostle argues from the general
rule and constitution, and thereon alone the force of his comparisons
doth depend, and they are not weakened by such exemptions”
(= ).
Catatan:
kedua kutipan ini tidak saya terjemahkan karena intinya sudah saya
berikan di atas.
John
Owen: “It
is appointed, decreed, determined of God, that men, sinful men, shall
once die, and after that come to judgment for their sins”
(= Merupakan sesuatu yang ditetapkan, didekritkan, ditentukan oleh
Allah, bahwa manusia, manusia berdosa, akan mati satu kali, dan
setelah itu datang pada penghakiman untuk dosa-dosa mereka).
John
Owen: “‘It
is ‘appointed,’ ‘determined,’ ‘enacted,’ ‘statutum
est.’ It is so by him who hath a sovereign power and authority in
and over these things; and hath the force of an unalterable law,
which none can transgress. God himself hath thus appointed it; none
else can determine and dispose of these things”
(= Itu ‘ditetapkan’, ‘ditentukan’, ‘dijadikan
undang-undang’, ‘statutum
est’.
Itu adalah demikian oleh Dia yang mempunyai kuasa dan otoritas yang
berdaulat dalam dan atas hal-hal ini; dan mempunyai kekuatan dari
suatu hukum yang tidak bisa diubah, yang tak seorangpun bisa
melanggarnya. Allah sendiri telah menetapkannya demikian; tak ada
orang lain bisa menentukan dan mengatur hal-hal ini).
Bdk.
Kis 17:31 - “Karena
Ia
telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan
menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukanNya,
sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu
dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.’”.
John
Owen: “The
death of all is equally determined and certain in God’s
constitution. It hath various ways of approach unto all individuals,
- hence is it generally looked on as an accident befalling this or
that man, - but the law concerning it is general and equal”
(= Kematian dari semua secara sama ditentukan dan pasti dalam
undang-undang Allah. Kematian mempunyai bermacam-macam jalan / cara
pendekatan kepada semua individu, - karena itu hal itu pada umumnya
dipandang / dianggap sebagai suatu kecelakaan / kebetulan yang
menimpa orang ini atau orang itu, - tetapi hukum berkenaan dengannya
adalah umum dan sama).
John
Owen: “It
is appointed unto them ‘to
die;’
- that is, penally for sin, as death was threatened in that penal
statute mentioned in the curse of the law; and death under that
consideration alone is taken away by the death of Christ. The
sentence of dying naturally is continued towards all; but the moral
nature of dying, with the consequents of it, is removed from some by
Christ. The law is not absolutely
reversed; but
what was
formally penal in
it is taken away”
(= Ditetapkan bagi mereka ‘untuk mati’; - yaitu secara hukum
untuk dosa, karena kematian diancamkan dalam undang-undang yang
bersifat hukum disebutkan dalam kutuk dari hukum; dan hanya di bawah
pertimbangan itu saja kematian diambil / disingkirkan oleh kematian
Kristus. Pernyataan tentang kematian itu secara alamiah diteruskan
kepada semua orang, tetapi sifat moral dari kematian, dengan
konsekwensi-konsekwensinya, disingkirkan dari sebagian orang oleh
Kristus. Hukum itu tidak secara mutlak dibalikkan; tetapi apa adalah
yang hukum secara formal di dalamnya diambil / disingkirkan).
Jadi,
sekalipun kematian mula-mula datang sebagai hukuman, dan bagi orang
Kristen hukuman sudah dipikul oleh Kristus, tetapi orang Kristen
tetap mengalami kematian. Tetapi kematian itu berubah status, bukan
lagi sebagai hukuman dosa, karena hukuman ini sudah ditanggung oleh
Kristus.
5) Maz 39:5-6 - “(5)
‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku,
supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa
telempap
saja Kautentukan
umurku;
bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia
hanyalah kesia-siaan! Sela”.
KJV:
‘an
handbreadth’
(= suatu lebar tangan).
NIV:
‘a
mere handbreadth’
(= semata-mata suatu lebar tangan).
RSV:
‘a
few handbreaths’
(= beberapa lebar tangan).
NASB:
‘handbreaths’
(= lebar tangan).
Catatan:
dalam bahasa Ibrani kata ini ada dalam bentuk jamak, jadi RSV/NASB
yang paling tepat dalam terjemahannya.
Calvin
(tentang Maz 39:6):
“A
hand-breadth is the measure of four fingers, and is here taken for a
very small measure; as if it had been said, the life of man flies
swiftly away, and the end of it, as it were, touches the beginning”
(= Suatu telempap adalah ukuran dari empat jari, dan di sini
diartikan untuk suatu ukuran yang sangat kecil; seakan-akan telah
dikatakan, hidup manusia terbang dengan cepat, dan akhir darinya,
seakan-akan menyentuh awalnya).
Spurgeon
(tentang Maz 39:6):
“A
handbreadth is one of the shortest natural measures, being the
breadth of four fingers; such is the brevity of life, by divine
appointment; God hath made it so, fixing the period in wisdom”
(= Suatu lebar tangan adalah salah satu ukuran alamiah yang
terpendek, yang adalah lebar dari empat jari; demikianlah singkatnya
hidup, oleh penetapan ilahi; Allah telah membuatnya demikian,
menetapkan masa / periode itu dalam hikmat).
6) Ayub 14:5 - “Jikalau
hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu padaMu, dan
batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat
dilangkahinya,”.
KJV:
‘Seeing his days are
determined, the number of his months are with thee, thou hast
appointed his bounds that he cannot pass’
(= Melihat hari-harinya ditentukan, jumlah dari bulan-bulannya ada
bersama Engkau, Engkau telah menetapkan batasan-batasannya yang tidak
bisa ia lampaui).
RSV:
‘Since his days are
determined, and the number of his months is with thee, and thou hast
appointed his bounds that he cannot pass’
(= Karena hari-harinya ditentukan, dan jumlah bulan-bulannya ada
bersama Engkau, dan Engkau sudah menentukan batasan-batasannya yang
tidak bisa ia lampaui).
NIV:
‘Man’s days are
determined; you have decreed the number of his months and have set
limits he cannot exceed’
(= Hari-hari manusia ditentukan; Engkau telah mendekritkan jumlah
bulan-bulannya dan telah menetapkan batasan-batasan yang tidak bisa
ia lampaui / lebihi).
Bible
Knowledge Commentary (tentang Ayub 14:5):
“Not
only is man’s life short; his days and months are determined by
God, with time limits beyond which he cannot go”
(= Bukan hanya hidup manusia itu pendek; hari-harinya dan
bulan-bulannya ditentukan oleh Allah, dengan batasan waktu yang tidak
bisa dilampauinya).
Matthew
Henry (tentang Ayub 14:5):
“Of
the settled period of human life, v. 5. ... Three things we are here
assured of: - (1.) That our life will come to an end; our days upon
earth are not numberless, are not endless, no, they are numbered, and
will soon be finished, Dan 5:26. (2.) That
it is determined, in the counsel and decree of God, how long we shall
live and when we shall die. The number of our months is with God, at
the disposal of his power, which cannot be controlled, and under the
view of his omniscience, which cannot be deceived. It is certain that
God’s providence has the ordering of the period of our lives; our
times are in his hand.
The
powers of nature depend upon him, and act under him. In him we live
and move. Diseases are his servants; he kills and makes alive.
Nothing comes to pass by chance, no, not the execution done by a bow
drawn at a venture.
It
is therefore certain that God’s prescience has determined it
before;
for ‘known unto God are all his works.’ Whatever he does he
determined, yet with a regard partly to the settled course of nature
(the end and the means are determined together) and to the settled
rules of moral government, punishing evil and rewarding good in this
life. We are no more governed by the Stoic’s blind fate than by the
Epicurean’s blind fortune. (3.) That
the bounds God has fixed we cannot pass; for his counsels are
unalterable, his foresight being infallible”
[= Tentang periode / masa yang tetap dari hidup manusia, ay 5. ... Di
sini kita bisa pasti tentang tiga hal: - (1.) Bahwa hidup kita akan
berakhir; hari-hari kita di bumi bukanlah tak terhitung, bukanlah
tanpa akhir, tidak, hari-hari itu dihitung, dan akan segera habis,
Dan 5:26. (2.) Bahwa
itu ditentukan, dalam rencana dan dekrit dari Allah, berapa lama kita
akan hidup dan kapan kita akan mati. Jumlah dari bulan-bulan kita ada
bersama Allah, diatur oleh kuasaNya, yang tidak bisa dikontrol, dan
ada di bawah pandangan dari kemahatahuanNya, yang tidak bisa ditipu.
Adalah pasti bahwa Providensia Allah mempunyai pengaturan dari masa
hidup kita; waktu kita ada dalam tanganNya.
Kuasa-kuasa
dari alam tergantung kepada Dia, dan bertindak di bawah Dia. Dalam
Dia kita hidup dan bergerak (Kis
17:28).
Penyakit-penyakit adalah pelayan-pelayanNya; ‘Ia mematikan dan
menghidupkan’ (Ul
32:39 1Sam 2:6).
Tak ada apapun terjadi secara kebetulan, tidak, bahkan tidak eksekusi
yang dilakukan oleh suatu busur yang ditarik secara sembarangan
(1Raja
22:34).
Karena
itu adalah pasti bahwa pra pengetahuan Allah telah menentukannya
sebelumnya;
karena ‘diketahui oleh Allah semua pekerjaanNya’ (Kis
15:18).
Apapun yang Ia lakukan Ia tentukan lebih dulu, tetapi sambil memberi
sebagian perhatian pada jalan alam yang ditentukan (tujuan / akhir
dan cara / jalannya ditentukan bersama-sama) dan pada
peraturan-peraturan yang ditetapkan dari pemerintahan moral,
penghukuman kejahatan dan pemberian pahala bagi kebaikan dalam hidup
ini. Kita tidak diperintah oleh takdir buta dari golongan Stoa maupun
oleh keberuntungan buta dari golongan Epikuros. (3.) Bahwa
batasan-batasan yang telah Allah tetapkan / tentukan tidak bisa kita
lampaui; karena rencanaNya tidak bisa berubah, pra penglihatanNya
tidak bisa salah].
Ul
32:39 - “Lihatlah
sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah
yang mematikan dan yang menghidupkan,
Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun
tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu”.
1Sam 2:6
- “TUHAN
mematikan dan menghidupkan,
Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana”.
Kis
17:28a - “Sebab
di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada”.
Kis
15:18 (KJV):
‘Known
unto God are all his works from the beginning of the world’
(= Diketahui oleh Allah semua pekerjaanNya sejak permulaan dunia).
Catatan:
kalau Golongan Stoa percaya adanya takdir yang bahkan ada di atas
Allah, maka golongan Epikuros percaya bahwa segala sesuatu terjadi
secara kebetulan. Kedua golongan ini muncul dalam Kis 17:18.
Barnes’
Notes (tentang Ayub 14:5):
“The
word ‘determined’ here means ‘fixed, settled.’ God has fixed
the number of his days, so that they cannot be exceeded;
compare the notes
at Isa 10:23, and Ps 90:10. ‘The number of his months are with
thee.’ Thou hast the ordering of
them, or they are determined by thee. ‘Thou hast appointed his
bounds.’ Thou
hast fixed a limit, or hast determined the time which he is to live,
and he cannot go beyond it. There is no elixir of life that can
prolong our days beyond that period. Soon we shall come to that outer
limit of life, and then we MUST DIE.
When that is we know not, and it is not desirable to know. It is
better that it should be concealed. If we knew that it was near, it
would fill us with gloom, and deter us from the efforts and the plans
of life altogether. If it were remote, we should be careless and
secure, and should think there was time enough yet to prepare to die.
As it is, we know that the period is not very far distant; we know
not but that it may be very near at hand, and we would be always
ready”
(= Kata
‘ditentukan’ di sini berarti ‘tertentu, tetap’. Allah telah
menetapkan jumlah hari-harinya, sehingga hari-hari itu tidak bisa
dilampaui;
bandingkan dengan catatan pada Yes 10:23, dan Maz 90:10. ‘Jumlah
bulan-bulannya ada bersama Engkau’. Engkau mempunyai pengaturan /
pemerintahan dari bulan-bulan itu, atau bulan-bulan itu ditentukan
olehMu. ‘Engkau telah menetapkan batasan-batasannya’. Engkau
telah menetapkan suatu batasan, atau telah menentukan waktu untuk
mana ia harus hidup, dan ia tidak dapat melampauinya. Tidak ada obat
yang mujarab yang bisa memperpanjang hari-hari kita melampaui masa /
periode itu. Segera kita akan sampai pada batasan luar dari kehidupan
itu, dan lalu kita HARUS MATI.
Kapan itu kita tidak tahu, dan bukan sesuatu yang bagus /
menyenangkan untuk tahu. Adalah lebih baik bahwa hal itu
disembunyikan. Jika kita tahu bahwa itu sudah dekat, itu akan
memenuhi kita dengan kemurungan, dan menghalangi kita sama sekali
dari usaha-usaha dan rencana-rencana kehidupan. Jika itu masih jauh,
kita akan menjadi ceroboh dan merasa aman, dan berpikir bahwa masih
ada waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri untuk mati. Sebagaimana
adanya, kita tahu bahwa masa itu tidak terlalu jauh; kita tidak tahu
kecuali bahwa itu bisa sangat dekat, dan kita akan selalu siap).
Yes
20:23 - “Sungguh,
kebinasaan yang sudah pasti akan dilaksanakan di atas seluruh bumi
oleh Tuhan, TUHAN semesta alam”.
Maz
90:10 - “Masa
hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun,
dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya
buru-buru, dan kami melayang lenyap”.
7) Yak 4:13-15 - “(13)
Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami
berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan
berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu tidak tahu apa
yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama
seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya
kamu harus berkata: ‘Jika
Tuhan menghendakinya, kami akan hidup
dan berbuat ini dan itu.’”.
Adam
Clarke (tentang Yak 4:13):
“‘To-day,
or tomorrow, we will go.’ This presumption on a precarious life is
here well reproved; and the ancient Jewish rabbis have some things on
the subject which probably James had in view. In Debarim Rabba, sec.
9, fol. 261, 1, we have the following little story: ‘Our rabbis
tell us a story which happened in the days of Rabbi Simeon, the son
of Chelpatha. He was present at the circumcision of a child, and
stayed with its father to the entertainment. The father brought out
wine for his guests that was seven years old, saying, With this wine
will I continue for a long time to celebrate the birth of my new-born
son. They continued supper until midnight. At that time Rabbi Simeon
arose and went out, that he might return to the city in which he
dwelt. On the way he saw the angel of death walking up and down. He
said to him, Who art thou? He answered, I am the messenger of God.
The rabbi said, Why wanderest thou about thus? He answered, I kill
those persons who say, We will do this, or that, and think not how
soon death may overpower them: that man with whom thou hast cupped,
and who said to his guests, With this wine will I continue for a long
time to celebrate the birth of my new-born son, behold the end of his
life is at hand, for he shall die within thirty days.’ By this
parable they teach the necessity of considering the shortness and
uncertainty of human life; and that God is particularly displeased
with those people: ‘Who, counting on long years of pleasure here,
Are quite unfurnished for a world to come.’”
(= ‘Hari ini, atau besok, kami akan pergi’. Anggapan /
kesombongan tentang hidup yang tergantung pada kehendak ‘Orang
lain’ ini di sini dengan benar ditegur; dan rabi-rabi Yahudi kuno
mempunyai beberapa hal tentang pokok yang mungkin ada dalam pandangan
Yakobus. Dalam Debarim Rabba, sec. 9, fol. 261, 1, kami mempunyai
cerita pendek sebagai berikut: ‘Rabi-rabi kita menceritakan kepada
kita suatu cerita yang terjadi pada jaman Rabi Simeon, anak dari
Chelpatha. Ia hadir pada penyunatan seorang anak laki-laki, dan
tinggal dengan ayah anak itu sampai pada acara hiburan. Ayah itu
membawa keluar anggur berusia 7 tahun untuk tamu-tamunya, sambil
berkata, Dengan anggur ini aku akan terus merayakan, untuk waktu yang
lama, kelahiran dari anak laki-lakiku yang baru lahir. Mereka
melanjutkan makan malam sampai tengah malam. Pada saat itu Rabi
Simeon bangkit dan keluar, supaya ia bisa kembali ke kota dalam mana
ia tinggal. Dalam perjalanan ia melihat malaikat maut berjalan naik
dan turun. Ia berkata kepadanya, Siapakah engkau? Ia menjawab, Aku
adalah utusan Allah. Sang rabi berkata, Mengapa engkau
berkeliling-keliling seperti ini? Ia menjawab, Aku membunuh
orang-orang itu yang berkata, Kami akan berbuat ini, atau itu, dan
tidak berpikir betapa cepat kematian bisa mengalahkan mereka: orang
itu dengan siapa engkau telah minum anggur, dan yang berkata kepada
tamu-tamunya, Dengan anggur ini aku akan terus merayakan, untuk waktu
yang lama, kelahiran dari anak laki-lakiku yang baru lahir, lihatlah
akhir dari hidupnya sudah dekat, dan ia akan mati dalam 30 hari’.
Dengan perumpamaan ini mereka mengajar perlunya mempertimbangkan
pendeknya dan tidak tentunya hidup manusia dan bahwa Allah secara
khusus tidak senang dengan orang-orang itu: ‘Yang, memperhitungkan
tahun-tahun yang panjang dari kesenangan di sini, dan tidak bersiap
sedia untuk dunia yang akan datang’.).
Calvin
(tentang Yak 4:13):
“He
condemns here another kind of presumption, that many, who ought to
have depended on God’s providence, confidently settled what they
were to do, and arranged their plans for a long time, as though they
had many years at their own disposal, while they were not sure, no
not even of one moment. Solomon also sharply ridicules this kind of
foolish boasting, when he says that ‘men settle their ways in their
heart, and that the Lord in the mean time rules the tongue.’
(Proverbs 16:1.) And it is a very insane thing to undertake to
execute what we cannot pronounce with our tongue. James does not
reprove the form of speaking, but rather the arrogance of mind, that
men should forget their own weakness, and speak thus presumptuously;
... James
roused the stupidity of those who disregarded God’s providence, and
claimed for themselves a whole year, though they had not a single
moment in their own power;
the gain which was afar off they promised to themselves, though they
had no possession of that which was before their feet”
[= Di
sini ia mengecam suatu jenis lain dari kesombongan, dimana banyak
orang, yang seharusnya menggantungkan diri pada Providensia Allah,
dengan yakin menentukan apa yang akan mereka lakukan, dan mengatur
rencana-rencana mereka untuk waktu yang lama, seakan-akan mereka
mempunyai banyak tahun yang tersedia bagi mereka, padahal mereka
tidak pasti, tidak, bahkan tidak untuk sesaaatpun. Salomo juga dengan
tajam mentertawakan / mengejek jenis dari pembanggaan tolol ini, pada
waktu ia berkata bahwa ‘manusia menentukan jalan-jalan mereka dalam
hati mereka, dan bahwa pada waktu yang sama Tuhan memerintah /
menguasai lidah’. (Amsal 16:1). Dan merupakan hal yang sangat gila
untuk berusaha melakukan apa yang tidak bisa kita ucapkan dengan
lidah kita. Yakobus tidak mencela bentuk dari pembicaraan ini, tetapi
lebih mencela kesombongan dari pikiran, bahwa manusia melupakan
kelemahan mereka, dan berbicara dengan begitu sombong; ... Yakobus
membangunkan kebodohan dari mereka yang tidak mempedulikan
Providensia Allah, dan mengclaim bagi diri mereka sendiri seluruh
tahun, sekalipun mereka tidak mempunyai satu saatpun dalam kuasa
mereka sendiri;
keuntungan yang masih jauh mereka janjikan kepada diri mereka
sendiri, sekalipun mereka tidak memiliki apa yang ada di depan kaki
mereka].
Amsal
16:1 - “Manusia
dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari
pada TUHAN”.
NASB:
‘The
plans of the heart belong to man, But the answer of the tongue is
from the LORD’
(= Rencana-rencana dari hati adalah milik manusia, Tetapi jawaban
lidah adalah dari TUHAN).
Calvin
(tentang Yak 4:15):
“‘If
the Lord will.’
A twofold condition is laid down, ‘If
we shall live so long,’
and, ‘If the Lord will;’ because many things may intervene to
upset what we may have determined; for we are blind as to all future
events. By
‘will’ he means not that which is expressed in the law, but God’s
counsel by which he governs all things”
(= ‘Jika Tuhan menghendaki’. Suatu syarat rangkap dua diberikan,
‘Jika
kita akan hidup selama itu’,
dan ‘Jika Tuhan menghendaki’; karena banyak hal bisa menghalangi
untuk mengacaukan apa yang telah kita tentukan; karena kita buta
berkenaan dengan semua peristiwa-peristiwa yang akan datang. Dengan
‘kehendak’ ia tidak memaksudkan apa yang dinyatakan dalam hukum
Taurat, tetapi rencana Allah dengan mana Ia memerintah segala
sesuatu).
Editor
dari Calvin’s Commentary (John Owen):
“The
words may be rendered thus, ‘If the Lord will, we shall both live
and do this or that.’ So
that living and doing are both dependent on God’s will”
(= Kata-kata itu bisa diterjemahkan demikian, ‘Jika Tuhan
menghendaki, kita akan hidup dan melakukan ini atau itu’. Jadi
/ sehingga ‘hidup’ dan ‘berbuat’ keduanya tergantung kehendak
Allah)
- hal 341 (footnote).
Matthew
Henry (tentang Yak 4:15):
“We
must remember that our times are not in our own hands, but at the
disposal of God; we
live as long as God appoints,
and in the circumstances God appoints, and therefore must be
submissive to him, even
as to life itself”
(= Kita harus ingat bahwa waktu kita tidak berada dalam tangan kita
sendiri, tetapi ada dalam kontrol Allah; kita
hidup selama Allah menetapkan,
dan dalam keadaan-keadaan yang Allah tetapkan, dan karena itu harus
tunduk kepada Dia, bahkan
berkenaan dengan hidup itu sendiri).
Barnes’
Notes (tentang Yak 4:15):
“‘If
the Lord will ...’ This is proper, because we
are wholly dependent on him for life,
and as dependent on him for success”
(= ‘Jika Tuhan menghendaki ...’. Ini tepat / benar, karena kita
sepenuhnya tergantung kepadaNya untuk kehidupan,
dan sama tergantungnya kepadaNya untuk kesuksesan).
Jamieson,
Fausset & Brown (Yak 4:15):
“‘We
shall live.’ ‘We shall both live and do,’ etc. The boaster
spoke as if life
and the particular action
were in their power; whereas both
depend entirely on the will of the Lord”
(= ‘Kita akan hidup’. ‘Kita akan hidup dan berbuat / melakukan’
dst. Sang pembangga berbicara seakan-akan hidup
dan tindakan khusus
itu ada dalam kuasa mereka, padahal keduanya
tergantung sepenuhnya pada kehendak Tuhan).
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar