About us

Golgotha Ministry adalah pelayanan dari Pdt. Budi Asali,M.Div dibawah naungan GKRI Golgota Surabaya untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia dan mengajarkan kebenaran firman Tuhan melalui khotbah-khotbah, pendalaman Alkitab, perkuliahan theologia dalam bentuk tulisan maupun multimedia (DVD video, MP3, dll). Pelayanan kami ini adalah bertujuan agar banyak orang mengenal kebenaran; dan bagi mereka yang belum percaya, menjadi percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, dan bagi mereka yang sudah percaya, dikuatkan dan didewasakan didalam iman kepada Kristus.
Semua yang kami lakukan ini adalah semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.

Kami mengundang dengan hangat setiap orang yang merasa diberkati dan terbeban didalam pelayanan untuk bergabung bersama kami di GKRI Golgota yang beralamat di : Jl. Raya Kalirungkut, Pertokoan Rungkut Megah Raya D-16, Surabaya.

Tuhan Yesus memberkati.

Kamis, 15 Agustus 2013

BUDI ASALI YANG DIFITNAH


Budi Asali yang difitnah

(oleh: Pdt. Budi Asali)

I) Tanggapan jemaat MRII BALI di facebook dan tanggapan balik Pdt. Esra dan Pdt. Budi Asali terhadapnya.

Beberapa waktu yang lalu saya membuat suatu tulisan untuk menanggapi / menyerang buku dari Pdt. Sutjipto Subeno yang berjudul ‘Indahnya Pernikahan Kristen’, dan tanggapan saya itu saya masukkan ke web-web yang dikelola oleh jemaat-jemaat saya (Chandra Johan, Cahaya, dan Haryo), dan juga oleh Pdt. Esra Alfred Soru, dan juga saya kirimkan kepada Pdt. Andi Halim dari GRII Ngagel Jaya, Surabaya. Mungkin saudara / para pembaca menganggap bahwa dengan demikian saya mencari gara-gara lebih dulu dalam terjadinya masalah ini. Tetapi perlu saudara ingat bahwa Pdt. Sutjipto Subeno dalam buku itu, khususnya pada bagian yang saya bahas, bukan hanya melakukan penipuan terhadap pembaca, tetapi juga menyerang dan memfitnah ajaran Reformed / Calvinisme yang sejati dengan mengatakannya sebagai sesat dan tidak Alkitabiah. Sebagai orang Reformed / Calvinist, tentu saja saya diserang / difitnah oleh Pdt. Sutjipto Subeno melalui buku itu, dan karena itulah saya membuat tulisan untuk menanggapi buku tersebut.

Juga perlu diketahui bahwa saya tidak mengirimkan pembahasan saya tentang buku Pdt. Sutjipto Subeno kepada Mey Singa. Entah dari siapa Mey Singa mendapatkan, itu bukan urusan saya. Dan Mey Singa memasukkan tulisan itu ke facebooknya juga bukan atas dorongan atau usul dari saya, tetapi atas inisiatifnya sendiri, mungkin karena ia merasakan tulisan saya sebagai suatu kebenaran, sehingga perlu dipublikasikan.

Ternyata tulisan di facebook Mey Singa ini mendapatkan tanggapan dari jemaat-jemaat (baca ‘penyembah-penyembah’) Pdt. Sutjipto Subeno (saya beri warna biru). Tanggapan-tanggapan yang sangat negatif dan bodoh ini sama sekali tidak membahas tulisan saya secara theologis, tetapi menyerang diri / pribadi saya, dan bersifat memfitnah! Tanggapan-tanggapan ini sudah dijawab oleh Pdt. Esra Alfred Soru, rekan saya dari Kupang (saya beri warna hijau). Tetapi saya menganggap tanggapan dari Pdt. Esra Alfred Soru masih kurang / agak lemah di tempat-tempat tertentu, dan ada hal-hal yang berhubungan dengan saya yang Pdt. Esra Alfred Soru memang tak berhak menjawabnya. Karena itu, saya mengcopy seluruh tulisan berkenaan dengan hal itu dari facebook Mey Singa di bawah ini, dan saya beri tanggapan tambahan dari saya sendiri (semua dengan warna merah).

Febrianne Pingkan Carolina Sundah wow seru sekali.. tetapi gimana Mey sendiri,dgn menshare ini artinya Mey setuju atau tidak... atau abu2.. hehe.. Sebab kalau Mey setuju dengan pernyataan pak Budi Asali, dilema dong Mey.. dipertanyakan karena Mey dan keluarga serta anak beribadah dan sekolah minggu di MRII Denpasar yang gembalanya dr dulu smp skrg Pdt Sutjipto Subeno. Dan pemahaman pengajaran baik dari mimbar maupun di sekolah minggu semua sinkron dgn ajaran "Reformed" yang memang jelas berbeda dengan pak Budi Asali.. hihihihihi... ;-D kalau masalah seperti kata pak Budi Asali Reformed palsu, gadungan atau apa.. Nanti aja ya ditanyakan kalau kita sudah ketemu Tuhan Yesus.. hahahaha...

Tanggapan Budi Asali:
Kata-kata Febrianne ini lucu sekali. Dia sama sekali tak mempedulikan kebenaran! Dan menurut saya ‘bau ancaman’ terhadap Mey begitu keras sehingga bisa tercium dari Kutub Utara! Apakah MRII Denpasar sudah menjadi semacam mafia, sehingga anggota yang tidak setia kepada Pdt. Sutjipto Subeno, betapapun salahnya Pdt. Sutjipto Subeno, harus ‘dibunuh’??? Kelihatannya ‘pembunuhan’ seperti ini sudah terjadi dalam diri Yulia, dan sekarang mau dilakukan lagi dalam diri Mey? “Alangkah indahnya hidup ‘Reformed gadungan’ / jemaat MRII Denpasar”! Mungkin seharusnya MRII diganti menjadi singkatan dari ‘Mafia Reformed Injili Indonesia! Dan apakah hal seperti ini ada dalam seluruh GRII???? Saya menanyakan ini karena saya mendengar bahwa semua hamba Tuhan yang keluar dari GRII, karena gegeran atau dengan cara baik-baik, semuanya diboikot oleh GRII. Kalau memang benar, apakah gunanya setiap minggu mengucapkan kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli, ‘Gereja yang kudus dan am’???

Apakah karena Mey berbakti di MRII Denpasar yang digembalakan Pdt. Sutjipto Subeno, dan karena anaknya Mey Sekolah Minggu di sana juga, lalu Mey tak boleh menyetujui suatu tulisan dari siapapun yang mengkritik Pdt. Sutjipto Subeno? Apakah Febrianne punya motto ‘right or wrong, my teacher / pastor’ (= benar atau salah, guruku / pendetaku)?
Bdk. 1Kor 11:1 - “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.”.
Jadi, selama Paulus ikut Kristus, kita boleh ikut Paulus. Tetapi andaikata Paulus sesat, maka gilalah orang Kristen yang tetap ikut dia. Kalau untuk Paulus saja seperti itu, apalagi untuk Pdt. Sutjipto Subeno???

Untuk Mey: Baca Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.”.

Dan Mey, tanya kepada mereka, bisakah membuktikan kalau tulisan saya salah? Kalau tulisan saya tentang buku Pdt. Sutjipto Subeno itu salah, apakah di seluruh GRII tak ada orang yang cukup pintar untuk membuktikan / menunjukkan kesalahannya? Kasihan sekali, betul-betul mengenaskan! Sebaliknya, kalau tulisan saya memang benar, dengan memasukkannya ke facebook, Mey telah memberitakan kebenaran! Lalu apa alasan mereka marah? Bandingkan dengan Gal 4:16 - “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?”.

Lalu Febrianne mengatakan bahwa pemahaman pengajaran baik dari mimbar maupun di sekolah minggu semua sinkron dgn ajaran "Reformed" yang memang jelas berbeda dengan pak Budi Asali.
Sinkron dengan Reformed yang mana? Mengapa Reformednya dituliskan dalam tanda petik? Secara implicit, bukankah Febrianne sudah menyadari / mengakui kalau Reformednya dia / Pdt. Sutjipto Subeno bukan Reformed yang sejati?
Mimbar dan Sekolah Minggu sinkron? Tentu saja, karena yang mengajar semuanya berasal dari satu sumber, bukan dari Alkitab, tetapi dari Pdt. Sutjipto Subeno. Tetapi kalau sinkron dalam kesalahan, lalu apanya yang harus / bisa dibanggakan?? Itu sama sinkronnya seperti Herodes dan Pontius Pilatus (Luk 23:12), atau seperti Yudas Iskariot dan tokoh-tokoh Yahudi (Mat 26:14-15)!

Febrianne berkata lagi kalau masalah seperti kata pak Budi Asali Reformed palsu, gadungan atau apa.. Nanti aja ya ditanyakan kalau kita sudah ketemu Tuhan Yesus.. hahahaha....

Kita diberi Alkitab, dan Roh Kudus, salah satu tujuannya adalah untuk menilai apakah suatu ajaran benar atau tidak. Dan dengan membanding-bandingkan dengan tulisan para ahli theologia / penafsir Reformed, kita bisa tahu apakah suatu ajaran betul-betul Reformed atau tidak!
Jadi omongan Febrianne ini adalah omongan yang menghindari tanggung jawab kita sebagai orang Kristen. Justru Pdt. Sutjipto Subeno yang memfitnah bahwa Reformed yang sejati seperti saya (dan Pdt. Andi Halim) tidak punya tanggung jawab dan boleh hidup semaunya! Tetapi kenyataannya, jemaat Pdt. Sutjipto Subeno sendiri, yang notabene adalah hasil didikan Pdt. Sutjipto Subeno, yang bersikap seperti itu! Ironis, bukan?
Kalau semua kebenaran ditentukan nanti saja pada waktu ketemu Tuhan Yesus, lalu bagaimana dengan semua ajaran yang betul-betul sesat seperti Saksi Yehuwa, Mormon dsb? Juga bagaimana dengan agama-agama lain? Apakah kita sebagai orang Kristen juga harus bersikap seperti itu?

Memang pada saat nanti ketemu Tuhan Yesus di surga kita akan tahu kebenaran secara mutlak, tetapi perhatikan 2 hal ini:
1.   Febrianne, kamu belum tentu ketemu Tuhan Yesus di surga. Saya punya firasat kamu hanya akan ketemu Dia dalam penghakiman akhir jaman, dan lalu ketemu dan bersama setan selama-lamanya dalam neraka! Mengapa saya punya firasat seperti itu? Karena kata-katamu menunjukkan kamu tidak menghargai kebenaran / Firman Tuhan! Dan saya tidak percaya orang seperti itu bisa adalah orang kristen sungguh-sungguh!
2.   Pada saat itu semua sudah terlambat! Tidak ada pertobatan setelah kematian! Kalau mau bertobat, bertobatlah sekarang!

Sundoro Tanuwidjaja musti e tanya ke 'penantang' e, pernikahan nya dia indah nga? Lalu suru tulis buku tandingan "Indahnya Hidup Perceraian" baru top abis. Kalo cuman sekedar tantang sini-sana lalu klaim reformed sejati, bilang org lain gadungan... lagi2 tanya ke 'penantang' e dong ... dia sdh kerjakan apa sih??? Kalo cuman tantang sana-sini, bangga dgn menang debat tp pernikahan nya ga indah??? Well kita akhir nya toh sama2 tau siapa yg gadungan & siapa yg sejati; siapa yg kerja & siapa yg curi sana-sini; siapa yg mengajar kebenaran & siapa yg tuduh macam2 & buat cerita2 dongeng....

Tanggapan Budi Asali:
Hmm, sekarang orang brengsek ini, yang saya sudah lama tahu sering memfitnah saya di luaran dengan mulut busuknya! Sekedar info bagi pembaca, orang ini dulu tetangga dengan mertua / ex mertua (nama: Ratna / Yovita) selama bertahun-tahun, dan Yovita itu adalah juara dunia memfitnah selama puluhan tahun. Jadi jangan heran kalau Sundoro seperti ini, karena dia telah belajar pada seekor ular beludak, yang lidahnya bercabang 8! Mungkin waktu ‘sekolah’ dari Yovita, dia lulus dengan predikat magna cum laude!
Dan pasti otak bodohnya dijejali dengan segala macam fitnahan tentang saya, dan celakanya orang bodoh ini tak bisa (atau ‘tak mau’) membedakan fitnahan dengan kebenaran!
Catatan: kalau ada pembaca yang keberatan dengan kata-kata keras saya, maka baca tulisan saya di bawah (point II) yang menjelaskan tentang penggunaan kata-kata keras, apakah itu sesuatu yang Alkitabiah atau tidak!

Ada beberapa hal yang ingin saya bahas dari kata-kata Sundoro Tanuwidjaja:

Pertama-tama orang brengsek ini menyeleweng sama sekali dari topik pembicaraan. Saya bahkan sama sekali tidak mempersoalkan pernikahan ataupun perceraian. Saya mempersoalkan Pdt. Sutjipto Subeno melakukan dusta dan penipuan dengan tulisan dalam bukunya. Orang brengsek (maupun Pdt. Sutjipto Subenonya sendiri) ini tidak bisa menjawab argumentasi saya, lalu menyerang pribadi saya. Hmm, cara yang sesuai dengan cara Bapaknya (setan)!

Kedua, kalau pernikahan saya tidak indah, apakah saya tidak boleh bicara tentang pernikahan? Saya tanya: adakah pendeta / pengkhotbah / pengajar manapun yang bisa melakukan Hukum yang terutama?
Mat 22:37 - “Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”.
Kalau ‘segenap’ itu ditekankan, saya yakin tidak ada siapapun bisa mentaati hukum ini. Setiap detik kita semua, tanpa kecuali, melanggar hukum ini. Lalu bagaimana? Karena tak bisa mentaati, kita tak boleh mengajarkannya?

Sundoro Tanuwidjaja, kamu dapat rumus dari mana bahwa seorang pendeta / pengkhotbah harus sudah melakukan Firman Tuhan yang mau dia ajarkan? Memang kalau dia mengajar, dia juga harus berusaha melakukan. Tetapi kalau dia tak berhasil, tidak bolehkah dia tetap mengajarkannya? Apakah seorang pengkhotbah harus mengajar sesuai dengan Firman Tuhan / Alkitab, atau sesuai dengan apa yang bisa dia lakukan / taati dari Alkitab? Kalau pilihanmu adalah yang kedua, maka nyaris tak ada yang bisa diajarkan oleh pengkhotbah manapun, karena semua pengkhotbah berdosa dengan sangat banyak sekali! Dan yang jelas Pdt. Sutjipto Subeno tak boleh mengajar: ‘Jangan berdusta / memfitnah’, karena hidup pendeta busuk itu dipenuhi dengan dusta dan fitnah! Mungkin dia memang tak pernah mengajar seperti itu, bahkan mengajar sebaliknya, sehingga hasilnya adalah murid seperti kamu, yang mulutnya sama busuknya!

Sundoro, aku mendengar bahwa kamu sendiri juga sering khotbah. Lalu bisakah kamu dengan jujur berkata bahwa kamu sudah melakukan semua yang kamu khotbahkan? Kalau kamu jawab ‘Ya’, itu jelas menunjukkan bahwa kamu pendusta; dan kalau kamu jawab ‘Tidak’, maka kamu menentang tulisanmu sendiri di atas!

Lalu tentang saya cerai, itu benar, tetapi itu cuma setengah kebenaran. Dan setengah kebenaran adalah dusta yang utuh! Tetapi tentang cerai ini akan saya bahas dalam tulisan di bawah nanti, dimana saya akan ceritakan kebenaran yang seutuhnya!
Tentang usul konyolmu untuk menulis buku ‘Indahnya Hidup Perceraian’ juga akan saya bahas di bawah nanti.

Di sini saya cuma komentar sedikit saja: bahwa tulisan saya yang menyerang secara theologis dan Alkitabiah bukunya Pdt. Sutjipto Subeno kamu tanggapi dengan membicarakan perceraianku, yang jelas sama sekali tak ada hubungannya, jelas sudah menunjukkan betapa rendah dan pengecutnya moral dan jiwamu! Kamu betul-betul adalah orang brengsek!

Sundoro Tanuwidjaja, kamu bilang “Kalo cuman sekedar tantang sini-sana lalu klaim reformed sejati”.
Hmm, baik Agustinus maupun Calvin sendiri, dan juga semua ahli theologia / penafsir Reformed suka berdebat dan menantang debat. Baca buku-buku Calvin, maka akan terlihat dengan jelas bahwa ia berdebat dengan banyak orang yang jumlahnya luar biasa banyaknya. Ini memang ‘spirit’ / semangat dari Reformed yang sejati! Kami berdebat untuk menyebarkan dan mempertahankan kebenaran! Tetapi dalam kalangan ‘Reformed Injili’ dimana gerangan ada hal itu? Waktu tulisan saya tentang buku Pdt. Sutjipto Subeno ini dipublikasikan di internet / web, ada satu pembaca yang lalu tulis email atau sms kepada saya dan berkata kurang lebih sebagai berikut: “dalam kalangan ‘Reformed Injili’ jangankan pendeta-pendeta mereka debat dengan pendeta lain, dengan orang awampun mereka tak berani!”. Hmm, betul-betul komentar yang sangat memalukan! Lalu dimana ‘spirit’ Reformed dalam kalangan ‘Reformed Injili’? Dan kamu justru menyerang saya dalam hal ini? Hehehe, saya tak peduli gonggonganmu, saya tahu apa yang saya lakukan, dan itu memang panggilan maupun karunia saya.

Sundoro Tanuwidjaja, lalu kamu bilang lagi: “lagi2 tanya ke 'penantang' e dong ... dia sdh kerjakan apa sih???”.
Saya kerjakan apa? Hehehe. Lihat web kami (http://golgothaministry.org). Itu pekerjaan saya (dan bahkan baru sebagian saja, karena sebagian lain belum dimasukkan web), dan lalu bandingkan dengan web kalian (GRII Andhika) yang webnya kosong melompong (yang saya anggap menggambarkan otak Pdt. Sutjipto Subeno yang juga kosong melompong), hanya ada beberapa tulisan singkat yang isinya begitu mengenaskan!
Lihat juga saya (dan Pdt. Esra) debat terbuka melawan:
·         orang-orang sesat dalam kalangan Kristen, seperti Unitarian, Yahweh-isme, Pria Sejati, Arminian.
·         orang-orang dari agama lain seperti Islam (saya sudah 6 x debat terbuka melawan mereka)!
Sekarang saya tanya kembali: apa yang kamu sudah kerjakan, hai Sundoro Tanuwidjaja? Hanya menggonggong dengan mulut busukmu kepada orang yang justru sungguh-sungguh bekerja bagi Tuhan? Tetapi saya tak heran! Karena hal seperti itu selalu terjadi. Pada waktu Maria melakukan tindakan yang baik dengan mengurapi Yesus dengan minyak wanginya, Yudas Iskariot mengkritiknya (Yoh 12:3-4)!!

Sundoro Tanuwidjaja, lalu kamu bilang lagi: “Kalo cuman tantang sana-sini, bangga dgn menang debat tp pernikahan nya ga indah???”.
Tentang pernikahanku, nanti aku akan jelaskan di bawah. Aku tanya kamu sendiri, pernikahanmu sendiri indah atau tidak? Hehehe, tak usah jawab, karena aku tahu kamu pendusta!
Aku bangga menang debat? Hehehe, apa itu lebih buruk dari pada ‘bangga karena tak berani debat’? Dan itulah Pdt. Sutjipto Subeno dan kamu sendiri!

Lalu kamu bilang lagi: “Well kita akhir nya toh sama2 tau siapa yg gadungan & siapa yg sejati; siapa yg kerja & siapa yg curi sana-sini;”.

Sama seperti Febrianne di atas, ‘kita akhirnya toh sama-sama tahu’! Akhirnya? Itu sudah terlambat! Tidak perlu tunggu ‘akhirnya’, sekarangpun saya tahu dan saya sudah buktikan siapa yang asli dan siapa yang palsu / gadungan. Nyatanya kalian tak bisa membantah, sampai terpaksa menyerang diri / pribadi saya sendiri. Hmmm, memalukan!
Siapa yang kerja, siapa yang mengajar kebenaran? Sekarangpun saya tahu. Jelas bukan kamu dan Pdt. Sutjipto Subeno yang kerjanya menyebarkan fitnah. Kalian memang kerja, tetapi UNTUK SETAN (bapa kalian)!

Siapa yang curi di sana-sini? Curi apa? Curi domba? Alangkah picik dan kerdilnya pikiranmu!
Pertama itu bukan dombamu ataupun dombanya Pdt. Sutjipto Subeno. Itu domba Tuhan / domba milik Tuhan!
Yoh 10:11,14 - “(11) Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; ... (14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku”.
Kedua, kalau aku mau pakai bahasamu, kamu / Pdt. Sutjipto Subeno juga mencuri dari pendeta / gereja lain. Jemaat yang mana yang dia hasilkan sendiri, dan berasal dari kalangan orang kafir / beragama lain? Bahkan coba tanya jemaat dari GRII pusat (Pdt. Stephen Tong), ada berapa dari mereka yang berasal dari kafir, dan ada berapa yang ‘hasil curian’ dari gereja lain?
Ketiga, yang aku (atau Pdt. Andi Halim) ‘curi’, banyak yang belum domba, tetapi kambing, lalu kami injili dan dengan pekerjaan Tuhan, mereka dijadikan domba!
Keempat, mereka mau sendiri. Kalau kalian memang memberi makanan yang baik, domba yang sejati tidak akan meninggalkan kalian. Tetapi kenyataannya kalian memberi mereka makan sampah, dombanya tentu tidak mau dan cari rumput di tempat lain. Kambingnya suka sampah dan menetap pada kalian!
Kalau domba lari dari kalian, jangan picik dan salahkan pendeta lain mencuri domba. Yang benar, introspeksilah apa yang kalian kerjakan!

Lalu kamu berkata “siapa yg mengajar kebenaran & siapa yg tuduh macam2 & buat cerita2 dongeng....”.

Tanggapan Budi Asali:
Siapa yang mengajar kebenaran? Masih tanya? Hehehe, sudah saya buktikan Pdt. Sutjipto Subeno mengajar dengan penipuan, dan memutar-balikkan Firman Tuhan! Dan anak buah bodoh ini masih tanya?
Siapa tuduh macam-macam & buat cerita-cerita dongeng? Hehehe, tuduhan / serangan saya disertai banyak sekali kutipan dari para ahli theologia / penafsir Reformed, dan juga ayat-ayat Alkitab, yang saya tafsirkan dengan benar. Itu yang kamu anggap sebagai ‘macam-macam dan dongeng’??? Hehehe, lucu sekali.

Febrianne Pingkan Carolina Sundah "I do what I think and I think what I believe" Dr. Francis Schaeffer..

Tanggapan Budi Asali:
Hmm, Febrianne, kamu cuma pinter ngutip, tetapi dari buku apa ya? Aku mau check benar tidak. Atau hanya kulakan dari orang lain? Dan yang terutama, artinya apa? Aku kok yakin kamu sendiri nggak ngerti. Asal bicara, seperti gurunya (Pdt. Sutjipto Subeno).

John E Serang @ all: Manusia sering kali tidak sadar dengan kondisi hatinya sendiri (Yer. 17:9). Mereka akan pakai apapun untuk jadi pembenaran terhadap sikap/prilakunya. Be Aware!

Tanggapan Budi Asali:
Saya tak mengerti orang ini bicara tentang siapa dan tujuannya apa, jadi saya abaikan saja.

Esra Alfred Soru Sundoro Tanuwidjaja : musti e tanya ke 'penantang' e, pernikahan nya dia indah nga? Lalu suru tulis buku tandingan "Indahnya Hidup Perceraian" baru top abis.

Esra : Kalau menurut saya urusan pernikahannya indah apa tidak, bukan masalahnya di sini tapi apakah tanggapannya dia benar atau tidak. Itu inti persoalannya. Menanggapi apa yg dia tulis dengan mempersoalkan kehidupan pernikahannya menurut saya adalah pengalihan persoalan. Ini dalam dalam ilmu logika termasuk sesat pikir red hearing.

=====

Sundoro Tanuwidjaja : Kalo cuman sekedar tantang sini-sana lalu klaim reformed sejati, bilang org lain gadungan... lagi2 tanya ke 'penantang' e dong ... dia sdh kerjakan apa sih??? Kalo cuman tantang sana-sini, bangga dgn menang debat tp pernikahan nya ga indah???

Esra : Sama juga persoalannya. Apa yang dia katakan tak bisa disalahkan hanya karena dia menantang debat. Persoalannya adalah apakah tanggapan dia ke pak Tjip benar atau tidak? Itu inti persoalannya.

=====

Sundoro Tanuwidjaja : Well kita akhir nya toh sama2 tau siapa yg gadungan & siapa yg sejati; siapa yg kerja & siapa yg curi sana-sini; siapa yg mengajar kebenaran & siapa yg tuduh macam2 & buat cerita2 dongeng....

Esra : Saya kira Reformed sejati / gadungan bisa dilihat dari sumber2 reformed secara umum. Apakah sumber2 reformed secara umum mendukung pandangan pak Tjip atau pandangan pak Budi. Dan saya kira pak Budi memberikan kutipan yang sangat banyak dari tokoh2 reformed sehingga itu tak bisa dianggap sebagai tuduhan / cerita dongeng.

Tanggapan Budi Asali: Saya betulkan sedikit kata-kata Esra. Bukan ‘secara umum’, tetapi ‘semua tanpa kecuali’. Tak ada satu ahli theologia / penafsir Reformedpun yang tidak mempercayai dan mengajarkan bahwa Allah menentukan segala sesuatu, termasuk dosa. Kalau kalian anggap ada, berikan satu kutipan saja untuk membuktikannya!

Saran saya kalau memang punya nyali untuk menanggapi, tanggapilah inti persoalannya, bukan mengangkat kehidupan pribadi yg tidak ada sangkut pautnya dengan inti persoalan yg dibahas dalam tulisan ini. Ingat bahwa kehidupan seseorang buruk tak selamanya membuat apa yg dikatakannya selalu salah.

Misalnya ada seorang perokok memberikan statement “MEROKOK ITU MERUSAK KESEHATAN”. Apakah apa yg dia katakan adalah salah karena dia seorang perokok? Tentu tidak! Lepas dari dia perokok (itu masalah lain), tetapi statement dia bahwa merokok itu merusak kesehatan tetap benar.

Jadi sekali lagi, kalau ada yang mau tanggapi, silahkan tanggapi pada inti persoalannya dan bukan mengangkat isu lain yg tidak ada kaitan dengan inti masalah

Sundoro Tanuwidjaja Horee hidup bang Ezra... Selamat ya...

Tanggapan Budi Asali:
Hmm, Sundoro Tanuwidjaja karena tidak bisa jawab, lalu bersikap seperti anak usia 3 tahun! Bagus sekali anak buahnya Pdt. Sutjipto Subeno, pasti pendidikannya berhasil dan berbuah banyak!
Kamu otaknya kosong, tetapi mau debat / serang aku. Jangankan kamu, gurumupun (Pdt. Sutjipto Subeno) bukan tandingan muridku! Hehehe.

Esra Alfred Soru Febrianne Pingkan Carolina Sundah : @pak Esra: setiap manusia berdosa tdak bisa menentukan yg terbaik bagi dirinya. Perlu anugerah utk itu.. Buat saya pribadi, buku Pdt Sutjipto Subeno jawaban yg menerangkan bahwa kita tidak sama dengan ajaran saudara muslim kita mengenai takdir jodoh. Mengapa harus Tuhan yang bertanggungjawab karena kita salah memilih jodoh..

Tanggapan Budi Asali: Oh, muslim itu saudaramu? Jadi Bapanya sama ya? Lalu mengapa ajarannya beda bukan main banyaknya? Tetapi ajaran Islampun mengandung kebenaran, dan dalam hal ‘takdir’ (selama penafsirannya benar) menurut saya mereka benar. Apakah dalam segala hal kita harus beda ajaran dengan Islam?
Siapa yang bilang kalau kita salah memilih jodoh, Tuhan yang tanggung jawab? Saya kira Muslim, dan yang pasti saya sendiri maupun orang-orang Reformed sejati manapun, tidak pernah mengajarkan demikian. Lagi-lagi fitnah! Dasar tukang fitnah sama seperti bapaknya (Pdt. Sutjipto Subeno).

Esra : Saya kira juga apa yang dijelaskan pak Budi Asali tidak sama dengan Islam. Pak Budi tidak mengatakan bahwa Tuhan yang bertanggungjawab karena kita salah memilih jodoh….. Saya kira anda tidak membaca dengan baik penjelasan pak Budi. Ajaran Reformed yg sesungguhnya adalah kedaulatan Allah menetapkan segala sesuatu tetapi sama sekali tidak membuang kebebasan manusia dan tidak pernah melemparkan kesalahan pada Tuhan atas setiap kesalahan yg dilakukan manusia. Dalam hal ini pak Tjip menolak penentuan Allah atas jodoh dan menyerahkan itu pada kebebasan manusia maka dalam hal ini sama dengan doktrin Arminian.

=======

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Kalau pernikahan kita dalam Kristus, sudah jelas aturannya menurut Kitab suci,

Tanggapan Budi Asali:
Hmm, ‘jelas aturannya menurut Kitab Suci’? Kitab Suci bagian mana? Saya dengar kamu notaris, jadi mestinya SH. Dan kalau SH seharusnya ngerti bagaimana menafsirkan hukum, bukan? Menafsir hukum duniawipun tidak bisa hanya lihat satu bagian dan tutup yang lain. Benar begitu, bukan? Menafsir hukum / firman Tuhan, juga harus begitu. Jadi, kalau kamu bilang jelas, kamu tidak  mempedulikan dua ayat yang saya berikan, yaitu Mat 5:32 dan Mat 19:9.

Esra : Inti persoalan adalah apakah jodoh ditetapkan Tuhan atau tidak. Aturannya memang menurut Kitab Suci. Nah Pak Budi sudah tunjukkan ddengan banyak ayat Kitab Suci bahwa apa yg diajarkan pak Tjip bahwa jodoh tidak ditentukan Tuhan adalah salah. Bisa tunjukkan di mana kesalahan ajaran Pak Budi dan dasar Alkitab untuk itu?

====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : tdk perduli itu reformed sejati, reformed gadungan atau reformed moderat, karismatik.. Selama yang kita pegang kitab suci yg sama.. Perceraian tidak diperbolehkan.

Tanggapan Budi Asali:
Hmm kamu tak peduli sejati atau gadungan, bahkan tak peduli Reformed atau kharismatik. Betul-betul hebat hasil / buah pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno! Pasti kamu juga tak peduli pendeta asli atau gadungan. Makanya dapat Pdt. Sutjipto Subeno!

Mungkin sekali kamu juga tak peduli apakah itu ‘Yesus’, atau ‘Yesus yang lain / berbeda’, apakah itu ‘Injil’, atau ‘Injil yang lain / berbeda’, dan apakah itu ‘Roh Kudus’, atau ‘roh yang lain’? Bandingkan dengan text Alkitab di bawah ini.

Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.”.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.

Paulus heran (Gal 1:6) dan mengutuk pemberita Injil yang lain (Gal 1:8-9). Dan dalam 2Kor 11:4 Paulus mencela jemaat Korintus yang sabar saja terhadap nabi-nabi palsu yang memberitakan ‘Yesus yang lain’, memberikan ‘roh yang lain’, dan ‘Injil yang lain’. Alangkah ‘mirip’nya Paulus dengan Febrianne, yang tak peduli sejati, palsu atau gadungan!

Febrianne, kamu berkata: “Selama yang kita pegang kitab suci yg sama.. Perceraian tidak diperbolehkan”.
Ada beberapa komentar dari saya:
1.   Kitab Suci yang cuma dipegang, tak ada gunanya. Saya kira itu sebabnya kalian begitu bodoh dan sesat dan mudah dibohongi. Kitab Sucinya cuma dipegang, bukan dibaca / dipelajari!
2.   Kitab Sucinya sama, tetapi penafsirannya bisa seperti langit dengan bumi. Dasar bodoh!
3.   Seadanya orang sesat dalam Kristen juga ‘memegang’ Kitab Suci yang sama. Jadi semua OK bagimu? Bagus sekali! Ini salah satu hasil pelayanan dan kerja keras Pdt. Sutjipto Subeno!
4.   Tentang perceraian saya sudah beri dasar ayat (Mat 5:32  Mat 19:9), tetapi kamu tak percaya ayat-ayatnya. Soalnya lagi-lagi adalah: Kitab Sucinya cuma kamu pegang, bukan pelajari, apalagi percayai!

Esra : Reformed sejati / gadungan itu bukan inti persoalan. Inti persoalannya adalah apa yg diajarkan pak Tjip bahwa Tuhan tidak menentukan jodoh itu alkitabiah atau tidak? Soal perceraian, Pak Budi mengajarkan bahwa perceraian memang tidak diperbolehkan. Tetapi itu tidak mutlak. Ada 1 perkecualian untuk itu yakni apabila ada kasus perzinahan fisik. Ajaran ini bukan diciptakan pak Budi sendiri tanpa Kitab Suci. Beliau mendasarkan ajaran itu pada ayat2 Kitab Suci seperti :

Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya KECUALI KARENA ZINAH, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”.

Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, KECUALI KARENA ZINAH, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.

Apa artinya kata2 “KECUALI KARENA ZINAH” di situ? Mengutip kata2 Pak Budi Asali :

“Mat 5:32 dan Mat 19:9 memberikan suatu perkecualian. Kalau perceraian itu terjadi karena perzinahan, maka pihak yang tidak bersalah diijinkan untuk menceraikan pihak yang berzinah, dan bahkan menikah lagi dengan orang lain”

Kecuali saudara pakai Alkitab yg beda sehingga tidak ada ayat itu. Tapi kalau alkitabnya sama, lalu apa arti ayat itu bagi anda?

Esra Alfred Soru Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Sama spt memilih jodoh.. Kalau seseorg memilih jodoh misalnya beda agama.. memang dia bisa bilang itu jodoh dari Tuhan (baca:ditetapkan Tuhan). Lalu org berselingkuh ketauan, lalu bercerai, memang dia bisa bilang itu Tuhan yang tetapkan...Itu sih mau2nya dia sendiri..

Esra : Lagi2 ajaran yg disampaikan pak budi sama sekali tidak mengabaikan kesalahan manusia dan melempari kesalahan pada Allah. Manusia tetap bertanggungjawab dengan semua pilihannya yg salah, tetapi dari sudut pandang kedaulatan Allah, semua itu sudah ada dalam ketetapan Allah.

Saya kasih perbandingan saja :

Matius 18:7 : “….memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.

Siapa yg menetapkan penyesatan harus ada? Tentu bukan manusia tetapi Tuhan. Tetapi siapa yg disalahkan? Tuhan? Tidak! Penyesatnya yg disalahkan dan karena itu dikatakan “celakalah orang yang mengadakannya”.

Prinsip sepertiini yg diajarkan pak Budi. Pak Budi sama sekali tidak melempari kesalahan2 manusia pada Tuhan. Sebaliknya Pak Tjip menyangkali kedaulatan Allah secara mutlak dalam hal penentuan jodoh.

=======

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Seharusnya kalau org KRISTEN SEJATI (bukan bicara reformed sejati), dia hanya akan memandang apa yang Tuhan inginkan.. Mencari setiap hari belas kasihan Tuhan untuk hidup lebih berkenan, lebih kudus. Bahkan dalam setiap dosa & kesalahan termasuk salah pilih jodoh, mohon Tuhan menguatkan untuk membayar harga dari kesalahannya sendiri dan bertekun utk tdk mengulangi.

Tanggapan Budi Asali:
Apakah Kristen sejati atau Reformed sejati sama saja, dalam arti kamu bukan kedua-duanya! Kata-katamu cuma kata-kata munafik, sok suci. Kalian ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi abad 21! Apakah dengan memfitnah aku, kamu ‘memandang apa yang Tuhan inginkan’, ‘hidup lebih berkenan, lebih kudus’? Hmm, betul-betul munafik dan sok suci!

Bdk. Luk 18:9-14 - “(9) Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: (10) ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. (11) Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; (12) aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. (13) Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.

O ya, waktu bahan ini saya khotbahkan di gereja saya tanggal 31 Juli 2013, seorang jemaat mengatakan: ‘Kata-kata Febrianne itu bahasanya Pdt. Sutjipto Subeno!’. Hai pendeta cebol, apakah benar kamu yang tulis dan berlindung di belakang penyembahmu? Kalau ya, kamu pengecut terbesar di alam semesta!

Esra : Ini mengulang kesalahapahaman anda bahwa seolah2 pak Budi ajarkan kalau Tuhan menentukan segala sesuatu maka manusia tidak bersalah pada saat dia melakukan dosa/pelanggaran. Tanggapan ini saya lihat hanya lahir dari kesalahapahaman anda pada apa yg diajarkan pak budi. Ada menyerang apa yg tidak diajarkan. Ini strawman namanya, salah 1 sesat pikir dalam ilmu logika.

Tanggapan Budi Asali: Esra, orang brengsek ini, maupun gurunya, tidak salah paham. Mereka memang sengaja memutar-balikkan, dan memfitnah! Tadinya saya pikir Febrianne tak seburuk Sundoro Tanuwidjaja, tetapi sekarang ternyata mereka berdua punya mulut busuk dan bau yang sama. Tak heran, gurunya juga begitu kok! Dua anjing belajar dari seekor serigala!

=====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Bukan malah sibuk berdebat, tetap berkubang dalam dosa dan mencari pembenaran diri dengan memakai ilmu pengetahuan teologi..

Tanggapan Budi Asali:
Seandainya saya memang berdosa seperti kalian fitnahkan, tulisan saya itu sama sekali tak ada hubungannya dengan ‘dosa saya’ itu. Dalam tulisan saya itu tidak ada pembelaan apapun berkenaan dengan ‘dosa’ saya, dasar moron / dungu!

Debat itu salah, ya? Mari kita bandingkan pandanganmu dengan ayat Alkitab / Firman Tuhan.
Kis 18:27-28 - “(27) Karena Apolos ingin menyeberang ke Akhaya, saudara-saudara di Efesus mengirim surat kepada murid-murid di situ, supaya mereka menyambut dia. Setibanya di Akhaya maka ia, oleh kasih karunia Allah, menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang yang percaya. (28) Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias.”.
Firman Tuhan mengatakan bahwa Apolos menjadi orang yang sangat berguna bagi orang-orang percaya, SEBAB ia berdebat terus menerus. Dan kamu salahkan orang yang sibuk berdebat? Tentu saja kamu tak tahu ayat ini. Soalnya Kitab Sucimu cuma kamu pegang terus, sih! Pelajari Kitab Suci, dan pelajari dengan benar, bukan pada guru bodoh seperti Pdt. Sutjipto Subeno!

Kalau debat itu salah, bagaimana mungkin Stefanus berdebat di bawah pimpinan / dorongan Roh Kudus?
Kis 6:9-10 - “(9) Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut jemaat orang Libertini - anggota-anggota jemaat itu adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria - bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang itu bersoal jawab dengan Stefanus, (10) tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara.”.

Kalau ada banyak orang Kristen mengatakan debat itu salah, maka Alkitab justru mengharuskan orang Kristen berdebat.
1Pet 3:15 - “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,”.
Catatan:
1.   Kata-kata ‘lemah lembut’ diterjemahkan dari kata PRAUTETOS (PRAUTES), yang menurut William Barclay (dan banyak penafsir lainnya) artinya sangat berbeda dengan ‘lemah lembut’ dalam arti yang pada umumnya kita maksudkan. Tetapi saya merasa di sini bukan waktunya membahas arti kata ini. Kalau mau tahu baca exposisi injil Matius saya pada pembahasan Mat 5:5.
Saya sendiri tak pernah lemah lembut kalau berhadapan dengan nabi-nabi palsu, apalagi yang tegar tengkuk. Mengapa? Karena saya tak melihat satu contohpun dari Alkitab ada orang beriman dan saleh manapun (termasuk Yesus - baca Mat 23!) yang bersikap lemah lembut pada waktu berhadapan dengan nabi-nabi palsu. Dan Pdt. Sutjipto Subeno dan para penyembahnya adalah contoh terhadap siapa saya bersikap / berargumentasi dengan keras!
2.   Kata ‘hormat’ lebih tepat diterjemahkan ‘fear’ (= takut) seperti dalam KJV, atau ‘reverence’ (rasa hormat yang begitu tinggi sampai ada rasa takut di dalamnya) seperti dalam NASB/RSV. Dan yang dimaksudkan adalah rasa takut / hormat kepada Tuhan (Calvin dan banyak penafsir lain).
3.   Kata ‘pertanggungan jawab’ diterjemahkan dari kata Yunani APOLOGIAN, dari mana diturunkan kata bahasa Inggris ‘apologetic’ [= pembelaan (suatu kepercayaan)].

Yang ingin saya tanyakan: dengan tak berani dan tak pernah berdebat, bagaimana Pdt. Sutjipto Subeno dan anak buahnya mentaati 1Pet 3:15 ini? Hmmm, taat firman Tuhan, ya??? Ayo ahli hukum, jawab saya!

Calvin (tentang 1Pet 3:15-16): “he requires such constancy in the faithful, as boldly to give a reason for their faith to their adversaries. And this is a part of that sanctification which he had just mentioned; for we then really honour God, when we neither fear nor shame hinders us from making a profession of our faith. ... He bids them only to be ready to give an answer, lest by their sloth and the cowardly fear of the flesh they should expose the doctrine of Christ, by being silent, to the derision of the ungodly. ... we ought to be prompt in avowing our faith, so as to set it forth whenever necessary, lest the unbelieving through our silence should condemn the religion we follow” (= ia menghendaki keteguhan / kesetiaan dalam diri orang-orang percaya, sehingga dengan berani memberikan alasan untuk iman mereka kepada musuh-musuh mereka. Dan ini adalah sebagian dari pengudusan yang baru ia sebutkan; karena kita sungguh-sungguh menghormati Allah, pada waktu rasa takut atau malu tidak menghalangi kita untuk membuat suatu pengakuan tentang iman kita. ... Ia hanya meminta mereka untuk siap sedia untuk memberi jawaban, supaya jangan karena kemalasan dan rasa takut dari daging yang bersifat pengecut, mereka berdiam diri dan membuka ajaran Kristus terhadap ejekan dari orang-orang jahat. ... kita harus cepat dalam mengakui iman kita, supaya bisa menyatakannya kapanpun diperlukan, supaya jangan orang-orang yang tidak percaya mengecam agama yang kita ikuti karena diam / bungkamnya kita) - hal 108.

Esra : Debat tidak pernah salah sesuai Kitab Suci kalau itu untuk meluruskan ajaran yg bengkok. Siapa yg berkubang dalam dosa? Pak Budi? Hati2 anda bisa jatuh pada dosa penghakiman yang tidak mempunyai dasar. Juga darimana anda tahu bahwa itu adalah mencari pembenaran diri dengan memakai ilmu pengetahuan teologi..? Bisa berikan bukti dan dasarnya? Kalau tidak, ini fitnahan!

======

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Jangan sampe kepala orang Reformed Sejati besaaar tetapi hatinya kering kecil dan keras, sampai tidak punya kepekaan mendengar suara Tuhan, lebih sibuk membedah buku daripada membedah hatinya sendiri.. Karena pada akhirnya yang perlu kita kuatirkan.. waktu ketemu Tuhan Yesus, apakah DIA mengenal kita???.. Jangan2 sibuk berdebat, mengisi pikiran dengan segala buku dan filsafat teologi tingkat tinggi, lalu waktu ketemu Tuhan Yesus, Tuhan bilang.. "Maaf AKU tidak mengenal engkau.. enyahlah dari hadapanKU.". Lalu kita didepan Tuhan bilang..." Tapi Tuhan... saya Reformed Sejati /Reformed Klasik loooh Tuhan..". Kira2 ada pengaruhnya tidak yaa.. hehehe...;-D ..

Tanggapan Budi Asali:
Yang benar adalah ‘kepala orang Reformed gadungan yang besar’. Pdt. Sutjipto Subeno sudah sangat terkenal (notorious - terkenal buruk) dalam ke-arogan-annya! Dan hatinya kecil (kalau ada) dan picik bukan main!

Kuatir hari terakhir? Hehe, kuatirkan dirimu sendiri! Dan dari kata-katamu “Karena pada akhirnya yang perlu kita kuatirkan.. waktu ketemu Tuhan Yesus, apakah DIA mengenal kita???”, kelihatannya kamu memang kuatir. Cuma jangan gunakan kata ‘kita’, karena baik Esra maupun aku tak kuatir apapun tentang hal itu. Kami yakin bahwa kami adalah anak-anak Tuhan dan hamba-hamba Tuhan yang benar, sehingga tak ada kekuatiran seperti itu. Kamu kuatir, aku tidak heran, karena salah seorang jemaatku (Khe Kie) mengatakan bahwa Pdt. Sutjipto Subeno menyalahkan orang Kristen yang yakin masuk surga. Hehehe, lucu sekali. Aku justru yakin orang Kristen yang tak yakin masuk surga itu, sebetulnya cuma orang kristen KTP.

Hmm, mau menggunakan Alkitabpun tak becus. Dimana Yesus berkata ‘maaf’????
Saya kira kata-katamu kamu ambil dari text di bawah ini:
Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Dari mana kamu baca kata ‘maaf’ itu, Febrianne? Hakim akhir jaman ‘minta maaf’ pada waktu menjatuhkan vonisNya?? Bagus sekali, Yesuspun kamu fitnah!

Baru saja di Singapura seorang pendeta bersaksi bahwa Tuhan minta maaf kepadanya, dan karena itu dia dikecam banyak orang, sampai masuk internet. Hehehe, ternyata anak buah Pdt. Sutjipto Subeno itu segolongan dengan pendeta gila dari Singapura itu. Ternyata ada ‘roh minta maaf’ yang mengilhami kalian berdua! Seandainya dua orang gila ini dikawinkan, pasti melahirkan sang anti Kristus!

Esra : Di sini kita dalam rangka menguji ajaran seseorang sesuai Kitab Suci atau tidak. Kita tidak dalam rangka menilai kehidupan pribadi orang. Apalagi kita tidak tahu apa2 terhadap inti persoalan yang jelasnya. Kalau tidak tahu apa2, Firman Tuhan menasihatkan kita supaya tidak menghakimi. Coba kita kembali pada inti persoalan, APAKAH MENURUT KITAB SUCI, TUHAN MENETUKAN SEGALA SESUATU TERMASUK JODOH ATAU TIDAK. Saya sama sekali belum lihat tanggapan di sini yg persoalkan inti masalah. Semua menyerang pada sasaran yg salah.

=====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Jadi intinya pak Esra.. Memang Reformed yg diajarkan Pdt Sutjipto Subeno dengan yang diajarkan pak Budi Asali/Pak Andi Halim tidak sama.. katanya sih itu penekanannya Reformed Klasik dan Reformed Moderat..

Tanggapan Budi Asali:
Eh, masih mengakui ajaran Pdt. Sutjipto Subeno sebagai ‘Reformed’???? Memang pendusta! Ajaran dia Arminian, bukan Reformed, moron! Tak ada Reformed klasik atau moderat. Itu akan saya jelaskan di bawah. Yang ada hanya ‘Reformed’ atau ‘Arminian’ / ‘bukan Reformed’! Yang terakhir ini adalah kalian dan guru kalian!

Esra : Tidak sama jelas! Tetapi kalau dua pihak mendasarkan ajarannya pada Kitab Suci, pasti ada yg salah memahami Kitab Suci. Maka tugas kita untuk mencaritahu bahkan memperdebatkan manakah yg sesuai Kitab Suci dan mana yg tidak sesuai.

Esra Alfred Soru Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Buat saya, ga terlalu penting.. karena yang terpenting segala doktrin itu bisa membuat saya hidup menjadi lebih takut Tuhan, lebih hati2 melangkah dalam hidup dan lebih cepat bertobat dan kembali kepada Tuhan sewaktu berdosa.

Tanggapan Budi Asali:
Memang, ajaran Kitab Suci ga penting, ajaran Pdt. Sutjipto Subeno yang paling penting! Ini hasil pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno! Bagi diapun ajaran Pdt. Stephen Tong lebih penting dari pada Kitab Suci.
Hehehe, kenyataannya kalian semua guru dan murid-murid, berani sekali dalam berbuat dosa, memfitnah saya tanpa bukti apapun!
Mereka seperti kebanyakan orang tolol dalam gereja yang berkata: ‘Tak perlu banyak-banyak belajar Kitab Suci, yang penting bagaimana melaksanakan ajaran Kitab Suci’. Lucu, gila dan tolol. Bagaimana menjalankan kalau tidak mengerti, atau mengerti secara salah? Dasar tak punya logika!

Esra : jadi anda anggap apa yg diajarkan Kitab Suci / tidak bukan hal yg penting? Yg penting hidup baik? Sikap anda berbeda dengan Paulus. Paulus tidak peduli orangnya baik seperti apa bahkan malaikat sekalipun tapi kalau ajarannya sesat, ia kutuk.

Gal 1:6 Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, 1:7 yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. 1:8 Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. 1:9 Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.

Sebaliknya ketika kehidupan seseorang buruk, sepanjang ajarannya benar, Yesus malah menyuruh mendengarkan mereka. Menuruti ajaran itu tetapi tidak menuruti perbuatannya.

Mat 23:1 Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 23:2 "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 23:3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

Saya kuatir fanatisme kita pada seseorang membuat kita menerima apapun yg diajarkan tidak peduli itu salah menurut Kitab Suci dan dan ketidaksukaan kita pada seseorang membuat kita mengabaikan apapun yang dikatakan orang tersebut walaupun yg dikatakannya benar dari Kitab Suci.

=====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Dan rasanya sejak bergabung di GRII dibwah Pdt Sutjipto Subeno kami org2 yg memang memiliki hati rindu diubahkan merasakan dampak positif & banyak pencerahan mengenai Kekudusan, bagaimana hidup Kristen yg selalu waspada terhadap jebakan iblis (jangan diplintir dg mengartikan kita mengaku org kudus ya.. ledbih tepatnya sedang dalam proses pengudusan)

Tanggapan Budi Asali:

Lagi-lagi bahasanya Pdt. Sutjipto Subeno!

Hmm, bagaimana mungkin kalian waspada terhadap jebakan iblis? Kalianlah jebakannya!

Hmm, alangkah munafiknya! Bau ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi kalian sampai ke sini. Sampai mau muntah aku! Kalian cuma rindu memfitnah! Kalian memang sedang dalam proses, bukan proses pengudusan, melainkan proses pemurtadan!

Asal tahu saja, dalam Alkitabpun banyak orang-orang sesat / tidak percaya yang mengaku kalau hidupnya saleh. Contoh:
1.   Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Banyak sekali, tak perlu saya beri contoh.
2.   Pemuda kaya yang datang kepada Yesus. Ia mengaku sudah melakukan seluruh hukum Taurat!
Mat 19:16-20 - “(16) Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: ‘Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ (17) Jawab Yesus: ‘Apakah sebabnya engkau bertanya kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.’ (18) Kata orang itu kepadaNya: ‘Perintah yang mana?’ Kata Yesus: ‘Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, (19) hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’ (20) Kata orang muda itu kepadaNya: ‘Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?’.
3.   Paulus sebelum ia bertobat.
Fil 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat..

Jadi, bagi saya, kalau orang-orang brengsek ini mengaku hidup saleh, hehehe, saya tidak percaya. Nonsense!! Dari fitnahan mereka yang begitu banyak sudah jelas mereka sangat bejat!

Esra : Saya senang mendengar itu, tetapi itu tak menjadi alasan bahwa semua yg diajarkan pak Tjip pasti benar. Dia manusia yg terbatas, bisa salah juga dalam penafsiran. Karena itu perasaan tidak boleh jadi patokan tetapi Kitab Suci. Itu spirit Reformed. Bandingkan :

Kis 17:11 : Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan SETIAP HARI MEREKA MENYELIDIKI KITAB SUCI UNTUK MENGETAHUI, APAKAH SEMUANYA ITU BENAR DEMIKIAN.

======

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Mengenai debat2an.. Maaf saya orang awam, bukan sarjana teologi, saya tdk pandai berdebat.. Tetapi kalau hidup orang yg menamakan diri "Reformed SEJATI" berzinah, bercerai, menipu, cinta uang, berdusta, dll.. Lebih baik saya milih jadi reformed gadungan saja ya pak.. ;-D

Tanggapan Budi Asali:
Hmm, kalau sudah terdesak lalu berkata demikian. Dasar pengecut, guru dan murid sama saja, tak ada yang berani debat! Waktu saya masih orang awam, saya beberapa kali debat dengan pendeta, dan menang!
Gurumu kan sarjana theologia, bukan? Tetapi Pdt. Sutjipto Subeno tetap pengecut! Kapan dia debat? Hehehe!
Catatan: Saya tahu gelar M. Th. nya Pdt. Sutjipto Subeno karbitan, tanpa sekolah! Bagus sekali sekolahnya Pdt. Stephen Tong membagi-bagikan gelar dengan begitu gampang! Hanya merevisi thesis S1nya, tanpa kuliah / sekolah apapun, lalu dapat M. Th.! Dulu kita memaki-maki Bethany seperti itu, sekarang ternyata GRII juga seperti itu! Memalukan!

Siapa ‘Reformed sejati yang berzinah, bercerai, menipu, cinta uang, berdusta dll’? Orang brengsek ini tak sebutkan nama, tetapi secara implicit pasti saya yang dimaksud! Bisakah buktikan? Tanpa bukti, kamu pemfitnah! Sebagai seorang SH kamu pasti mengerti hal ini. Tetapi saya tak heran. Kalau guru kencing berdiri, pasti muridnya kencing berlari. Jadi murid lebih pintar dari gurunya, dalam hal kencing!

Esra : Kalau ada yg seperti itu, yg salah adalah orangnya bukan ajaran Reformed sejatinya yang diyakini berdasarkan Kitab Suci. Adalah tidak bijaksana untuk membuang ajaran Reformed sejati yg berdasarkan Kitab Suci karena hidup seorang pengikutnya yg diduga tidak sesuai dengan yg diajarkan. Itu sama bodohnya dengan seorang anak SD yg tidak mau percaya bahwa 5 + 5 = 10 sesuai ajaran guru matematikanya karena dia melihat ternyata guru matematikanya hidup jahat.

Febrianne Pingkan Carolina Sundah Esra: "jadi anda anggap apa yg diajarkan Kitab Suci / tidak bukan hal yg penting? Yg penting hidup baik? Sikap anda berbeda dengan Paulus. Paulus tidak peduli orangnya baik seperti apa bahkan malaikat sekalipun tapi kalau ajarannya sesat, ia kutuk." pak Esra Yth.. mohon jgn memlintir kata2 saya, hal tersebut bukan maksud untuk berkata kitab suci tidak hal penting melainkan perbuatan baik.. tetapi untuk menyatakan bagaimana integritas seorang Kristen dalam kehidupan dan teori itu penting... Sebaliknya, orang atheis juga bisa punya doktrin Reformed yg kuat.. kalau mmg maksud bapak yang penting benar secara doktrin... Jadi, saya juga tidak bilang Pak Tjip yg sama2 manusia berdosanya pasti benar.. Tetapi, apa yang diajarkannya seperti yg pak Tong ajarkan, TELADAN HIDUP, MENJAGA KEKUDUSAN dan PUNYA INTEGRITAS ANTARA IMAN, ETIKA & TINDAKAN NYATA.. itu yang harus dilihat.. Kalau tidak, mau reformed kelas tinggi, tetapi hidup tidak karuan, integritas tidak ada, etika dlm hidup dan pelayanan berantakan, orang seperti itu harusnya berdoa dulu sebelum mengajar.. supaya nama Tuhan tidak dipermalukan. Karena, banyak teman2 diluar Reformed yg mentertawakan orang Reformed yg katanya pintar berdebat, tetapi kelakuan nol.. Nah... orang yg benar2 reformed sejati harusnya teori beres, tindakan beres, itu baru Reformed sejati bukan gadungan. hehehe.. Kalau mslh guru matematika jelas berbeda, itu bukan guru teologi.. Jadi, hidupnya tidak beres masih bisa diampuni... guru matematika gitu pak.. tidak ada hubungan dengan kekekalan.. Ini guru teologi, mengajar tentang Tuhan.. Kesimpulan: REFORMED SEJATI; adalah org yg punya TELADAN HIDUP, MENJAGA KEKUDUSAN dan PUNYA INTEGRITAS ANTARA IMAN, ETIKA & TINDAKAN NYATA, Reformed gadungan: sebaliknya.;-D

Tanggapan Budi Asali:
Lagi-lagi bahasa Pdt. Sutjipto Subeno! Kelihatan dari pendewaan terhadap Pak Tong yang memang merupakan ciri khasnya! Saya makin lama makin yakin pendeta busuk dan pengecut itu yang tulis ini dan menggunakan nama salah satu penyembahnya!

Mungkin orang-orang di luar Reformed itu mentertawakan kalian (karena mereka tak bisa bedakan mana Reformed yang asli, sehingga kalian dianggap asli). Memang yang banyak gembar gembor tetapi kelakuannya nol itu Pdt. Sutjipto Subeno! Eh, dia bukan nol, tetapi minus! Nanti di bawah akan saya buktikan.

Esra tak memelintir apapun dari kata-katamu, Febrianne! Kamu memang berbicara seperti itu. Kata-kata ‘tak peduli’ di atas (tak peduli Reformed sejati, gadungan, atau bahkan kharismatik’) sudah menunjukkan hal itu!

Orang ateis bisa Reformed? Lihat orang bodoh dan gila ini! Dia sedang memamerkan kebodohannya / kegilaannya! Orang Reformed itu percaya kedaulatan Allah, itu penekanan terkuat. Lalu bagaimana orang ateis, yang tidak percaya adanya Allah, bisa Reformed? Itu sama dengan mengatakan bahwa kambing / serigala bisa adalah domba! Dasar bodoh!

Kata-katamu pada bagian kesimpulan bukan main bodohnya! Reformed atau tidak, itu bukan tergantung kehidupannya, tetapi memang tergantung kepercayaan dan ajarannya!
Seandainya ateis bisa Reformed, maka kalianlah (guru dan murid-murid) orang-orangnya!

Dan tentang ilustrasi Esra berkenaan dengan guru matematika, Febrianne menjawab “Kalau mslh guru matematika jelas berbeda, itu bukan guru teologi.. Jadi, hidupnya tidak beres masih bisa diampuni... guru matematika gitu pak.. tidak ada hubungan dengan kekekalan.”. Kamu SH kok bodoh bukan main sih? Tak bisa mengerti ilustrasi yang begitu sederhana! Kepalamu isinya apa?
Dan guru matematika tidak ada hubungan dengan kekekalan? Itu teori siapa? Guru kek, notaris kek, pendeta kek, semua berhubungan dengan kekekalan! Dasar tolol!

Gambaranmu tentang Reformed sejati aku yakin sama sekali tak sesuai dengan Pdt. Sutjipto Subeno! Jadi, memang benar, dia Reformed gadungan! Bahkan menurut aku, dia Kristen gadungan!

Febrianne Pingkan Carolina Sundah Petrus 2:2: 1)Sebagaimana nabi2 palsu dahulu tampil di tengah2 umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada GURU2 PALSU. Mereka akan memasukkan pengajaran2 sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mrk & dgn jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka. 2) Banyak org akan mengikuti cara hidup mereka yang DIKUASAI HAWA NAFSU dan karena mereka Jalan Kebenaran akan dihujat. 3) Dan krn serakahnya guru2 palsu itu akan berusaha mencari untung dari kamu dengan cerita2 isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda"

Febrianne Pingkan Carolina Sundah Petrus2:18: 18)Sebab mereka mengucapkan kata2 yg congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk memikat org2 yg baru saja melepaskan diri dari mereka yg hidup dlm kesesatan..19)Mereka menjanjikan kemerdekaan kpd org lain, pdhl mereka sendiri hamba2 kebinasaan... (silakan baca seluruh ayatnya.. yg ditutup dengan ... 22) Bagi mereka cocok apa yg dikatakan peribahasa yg benar ini: Änjing kembali lagi kemuntahnya dan babi yg mandi kembali lg ke kubangannya" .. Nah pak Esra, jadi kalo begini kan kita bukan hy cukup lihat dia mengajar kebenaran dan doktrin yg super benar.. mengerikan juga hanya melihat ajaran benar, kelakuan jauh dr kebenaran... rasanya kalau guru matematika spt kt pak Esra mmg tdk masalah.. ttp guru injil, Hamba Tuhan... tdk bisa dipisahkan antara tindakan dan pengajaran. "I do what I think and I think what I believe" Dr. Francis Schaeffer. TQ ya pak sharing2nya.. Selamat melayani!

Esra Alfred Soru Esra: "jadi anda anggap apa yg diajarkan Kitab Suci / tidak bukan hal yg penting? Yg penting hidup baik? Sikap anda berbeda dengan Paulus. Paulus tidak peduli orangnya baik seperti apa bahkan malaikat sekalipun tapi kalau ajarannya sesat, ia kutuk."

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : pak Esra Yth.. mohon jgn memlintir kata2 saya, hal tersebut bukan maksud untuk berkata kitab suci tidak hal penting melainkan perbuatan baik.. tetapi untuk menyatakan bagaimana integritas seorang Kristen dalam kehidupan dan teori itu penting...

Esra : Ini kalimat lengkap anda :

“Jadi intinya pak Esra.. Memang Reformed yg diajarkan Pdt Sutjipto Subeno dengan yang diajarkan pak Budi Asali/Pak Andi Halim tidak sama.. katanya sih itu penekanannya Reformed Klasik dan Reformed Moderat.. Buat saya, ga terlalu penting.. karena yang terpenting segala doktrin itu bisa membuat saya hidup menjadi lebih takut Tuhan, lebih hati2 melangkah dalam hidup dan lebih cepat bertobat dan kembali kepada Tuhan sewaktu berdosa.

Jikalau dua pihak mengklaim bahwa ajaran mereka adalah ajaran Alkitab, dan dalam kenyataannya dua pihak bertentamngan dalam ajarannya, sudah pasti ada yg salah menafsirkan Alkitab. Jikalau anda anggap itu tidak terlalu penting, tidakkah berarti salah tafsir Alkitab atau tidak anda anggap tidak terlalu penting? Itu konsekuensi logis dari statement anda. Jadi saya sama sekali tidak memplintir kata2 anda.

=====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Sebaliknya, orang atheis juga bisa punya doktrin Reformed yg kuat..

Esra : Tidak bisa! Kalau seorang Reformed kuat mana mungkin jadi orang ateis. Begitu dia jadi ateis, dia bukan Reformed.

=====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : kalau mmg maksud bapak yang penting benar secara doktrin...

Esra : Yang penting adalah doktrinnya benar dan kehidupan praktisnya benar. Tapi yg diangkat dalam tulisan ini bukan soal kehidupan praktis tetapi apakah ajaran Pak Tjip itu memang sesuai Alkitab atau tidak? Itu kan yg dipersoalkan. Jangan lari dari esensi tulisan.

Esra Alfred Soru Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Jadi, saya juga tidak bilang Pak Tjip yg sama2 manusia berdosanya pasti benar.. Tetapi, apa yang diajarkannya seperti yg pak Tong ajarkan, TELADAN HIDUP, MENJAGA KEKUDUSAN dan PUNYA INTEGRITAS ANTARA IMAN, ETIKA & TINDAKAN NYATA.. itu yang harus dilihat.. Kalau tidak, mau reformed kelas tinggi, tetapi hidup tidak karuan, integritas tidak ada, etika dlm hidup dan pelayanan berantakan, orang seperti itu harusnya berdoa dulu sebelum mengajar.. supaya nama Tuhan tidak dipermalukan. Karena, banyak teman2 diluar Reformed yg mentertawakan orang Reformed yg katanya pintar berdebat, tetapi kelakuan nol.. Nah... orang yg benar2 reformed sejati harusnya teori beres, tindakan beres, itu baru Reformed sejati bukan gadungan. hehehe..

Esra : Itu betul tetapi itu tidak kena mengena dengan apa yg dibahas disini. Yg dibahas di sini adalah apakah ajaran Pak Tjip bahwa jodoh tidak ditentukan oleh Tuhan itu benar atau tidak? Itu persoalannya, kita tidak bicara soal menjaga teladan hidup, kekudusan, dll. Itu penting dan perlu tetapi bukan dalam konteks tulisan Pak Budi Asali ini. Jaid seharusnya kalau mau tanggapi tulisan pak Budi, harus lihat apa yg dia persoalkan di sana dan bukan menyerempet pada apa yg bukan inti maslaah.

Tanggapan Budi Asali:
Itu salah, Esra. Saksi-Saksi Yehuwa terkenal hidup baik (hal itu bahkan dimasukkan dalam Encyclopedia Britannica), tetapi itu TIDAK menjadikan mereka Kristen, apalagi Reformed! John Wesley terkenal dengan kesalehannya, apakah itu menjadikan dia Reformed? Dan Khong Hu Cu, kalau kita mau percaya Pdt. Stephen Tong, terkenal saleh, tetapi itu bahkan tidak menjadikan dia Kristen, apalagi Reformed!

Dan kelakuan nol? Yang nol besar adalah kalian, baik dalam pemikiran, ajaran, dan kelakuan. Memfitnah tak karu-karuan kok bisa-bisanya membanggakan kesalehannya! Betul-betul munafik!

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Kalau mslh guru matematika jelas berbeda, itu bukan guru teologi.. Jadi, hidupnya tidak beres masih bisa diampuni... guru matematika gitu pak.. tidak ada hubungan dengan kekekalan.. Ini guru teologi, mengajar tentang Tuhan.. Kesimpulan: REFORMED SEJATI; adalah org yg punya TELADAN HIDUP, MENJAGA KEKUDUSAN dan PUNYA INTEGRITAS ANTARA IMAN, ETIKA & TINDAKAN NYATA, Reformed gadungan: sebaliknya.;-D

Tanggapan Budi Asali:
Akan saya buktikan di bawah (point IV) apakah Pdt. Sutjipto Subeno punya integritas atau tidak! Hehehe. Tunggu tanggal mainnya!
Sekarang bandingkan kata-katamu dengan pengakuan dari Paulus sendiri di bawah ini:
1Tim 1:15 - “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”.
Catatan: untuk kalimat yang saya garis-bawahi, semua Kitab Suci bahasa Inggris menggunakan present tense! Jadi Paulus tidak berbicara tentang masa lalunya, tetapi dia bicara dengan saat itu (pada saat ia sudah menjadi rasul)!
Ro 7:15,18 - “(15) Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. ... (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.”.

Jadi, kalau itu definisimu tentang Reformed sejati, maka yang Reformed sejati hanya Yesus dan para malaikat-malaikat!

Yang cocok dengan teorimu yang munafik dan sok suci itu adalah contoh-contoh d bawah ini:
1.   Paulus sebelum ia bertobat.
Fil 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat..
2.   Orang-orang Farisi, seperti dalam perumpamaan Yesus.
Luk 18:9-14 - “(9) Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: (10) ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. (11) Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; (12) aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. (13) Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.

Bandingkan juga dengan Luk 16:15 - Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”.

Esra : Jadi seandainya seseorang mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah, Alkitab adalah Firman Allah. Tapi ternyata dalam kelakuannya tidak beres, apakah yg ia ajarkan bahwa Yesus adalah Allah dan Alkitab adalah Firman Allah menjadi salah? Tentu tidak! Apa yg dia ajarkan tetap benar walaupun perilaku hidupnya tidak benar. Karena itu ujian pada sebuah ajaran bukan pada perilaku pengajarnya tetapi pada Alkitab sebagai dasarnya.

Esra Alfred Soru Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Petrus 2:2: 1)Sebagaimana nabi2 palsu dahulu tampil di tengah2 umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada GURU2 PALSU. Mereka akan memasukkan pengajaran2 sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mrk & dgn jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka. 2) Banyak org akan mengikuti cara hidup mereka yang DIKUASAI HAWA NAFSU dan karena mereka Jalan Kebenaran akan dihujat. 3) Dan krn serakahnya guru2 palsu itu akan berusaha mencari untung dari kamu dengan cerita2 isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda"

Esra : Ini tak ada sangkut pautnya dengan apa yg dibahas.

=====

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Petrus2:18: 18)Sebab mereka mengucapkan kata2 yg congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk memikat org2 yg baru saja melepaskan diri dari mereka yg hidup dlm kesesatan..19)Mereka menjanjikan kemerdekaan kpd org lain, pdhl mereka sendiri hamba2 kebinasaan... (silakan baca seluruh ayatnya.. yg ditutup dengan ... 22) Bagi mereka cocok apa yg dikatakan peribahasa yg benar ini: Änjing kembali lagi kemuntahnya dan babi yg mandi kembali lg ke kubangannya" ..

Esra : Ini juga tak ada sangkut pautnya dengan inti persoalan yg dibahas.

Tanggapan Budi Asali:
Esra, ada sangkut pautnya. Text Alkitab itu cocok untuk mereka!

======

Febrianne Pingkan Carolina Sundah : Nah pak Esra, jadi kalo begini kan kita bukan hy cukup lihat dia mengajar kebenaran dan doktrin yg super benar.. mengerikan juga hanya melihat ajaran benar, kelakuan jauh dr kebenaran... rasanya kalau guru matematika spt kt pak Esra mmg tdk masalah.. ttp guru injil, Hamba Tuhan... tdk bisa dipisahkan antara tindakan dan pengajaran. "I do what I think and I think what I believe" Dr. Francis Schaeffer. TQ ya pak sharing2nya.. Selamat melayani!

Tanggapan Budi Asali:
Sharing? Esra (maupun saya) bukan sharing, tetapi membantah / menghancurkan fitnahan kalian!

Kalau ada dua pengajar firman, yang pertama ajarannya bagus / sehat, tetapi hidupnya tidak benar, dan yang kedua hidupnya ‘saleh’ tetapi ajarannya sesat dan menipu orang, maka yang mana yang harus dipilih? Entah dengan pilihan dari orang-orang tolol ini, tetapi kalau saya, saya pilih yang pertama. Bahwa hidup dia yang buruk, itu urusan dia dengan Tuhan, biar Tuhan yang hajar dia. Kalau saya pilih yang kedua, ajaran sesat dan penipuan pengajar itu, sangat bisa meracuni otak / pengertian Firman saya sehingga menyesatkan saya! Kalau orang-orang tolol ini memilih yang kedua, suruh mereka belajar kepada Saksi-Saksi Yehuwa saja! Mat 23:1-3 jelas membenarkan pilihan saya. Demikian juga Ul 13:1-5 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. (4) TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suaraNya harus kamu dengarkan, kepadaNya harus kamu berbakti dan berpaut. (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”.

Kalau berdasarkan text ini Pdt. Sutjipto Subeno, bukan hanya tak boleh didengarkan, tetapi harus dihukum mati! Ia memang mengajak para anak buahnya untuk ‘menyembah’ dirinya sendiri dan Pdt. Stephen Tong!

Pdt. Andi Halim pernah mengatakan bahwa pada saat ada acara gabungan dengan Pdt. Sutjipto Subeno, Pdt. Sutjipto Subeno memperingati dia supaya jangan berkhotbah bertentangan dengan ajaran Pdt. Stephen Tong! Bukan supaya jangan bertentangan dengan Alkitab / Firman Tuhan, tetapi jangan bertentangan dengan ajaran Pdt. Stephen Tong! Apakah artinya itu kalau bukan mengajak orang menjadikan Pdt. Stephen Tong ‘allah lain’? Pdt. Sutjipto Subeno memang memberikan ajaran sesat, dan seharusnya dihukum mati!

Esra : Memang betul bahwa hidup seseorang seharusnya sejalan dengan apa yg dia ajarkan. Tetapi tak selamanya orang yang hidupnya tidak beres berarti ajarannya salah. Ada kemungkinan hidup seseorang tidak beres tapi ajarannya beres dan alkitabiah dan karena itu layak didengarkan.

Mat 23:1 Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 23:2 "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 23:3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

Kalau saya mau mengikuti cara berpikir yg sama, saya bisa balik berkata. Bagaimana dengan tulisan pak Tjip. Jelas2 pak Tjip menipu pembacanya dalam urusan bahasa Ibrani yang telah dibuktikan salah. Pak Tjip mengkhotbahkan kebenaran tetapi menipu pembaca dalam urusan bahasa Yunani. Apakah anda juga mau menolak ajaran pak Tjip yg lain karena dalam kasus bahasa Ibrani ini ia telah menipu pembaca?

John E Serang @ all: "awasilah dirimu dan awasilah ajaranmu, bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau"

Tanggapan Budi Asali:
Orang ini, untuk kedua-kalinya memberi komentar yang tidak jelas arahnya ataupun artinya. Hanya kutip ayat Alkitab, lalu diartikan apa? Dan diterapkan kepada siapa?
Dari sudut saya ayat ini cocoknya untuk memberi peringatan kepada Pdt. Sutjipto Subeno, yang jelas-jelas memutar-balikkan Kitab Suci.
Bdk. 2Pet 3:15-16 - “(15) Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. (16) Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.”.

Sampai di sini pembahasan tulisan di facebooknya Mey Singa sudah selesai, dan sekarang saya akan sambung dengan penjelasan-penjelasan lain.

Catatan: setelah tulisan ini selesai dan bahkan sudah saja ajarkan kepada jemaat saya, saya mendapat berita dari Henry (suami Mey Singa) bahwa ada lagi beberapa tanggapan dari jemaat MRII Bali. Tetapi saya jawab ‘tak usah diberikan saya, saya sudah cukup tanggapi yang dua ini’. Saya memang tak mau dengar gonggongan dari anjing-anjing geladak lain dari Pdt. Sutjipto Subeno. Saya akan tangani saja serigalanya (lihat point IV di bawah), dari pada menangani terlalu banyak anjing-anjing.

II) Bahasa kasar dari Pdt. Budi Asali.

Saya ingin menambahkan sedikit penjelasan ini, karena saya mendengar ada orang-orang yang menganggap bahwa bahasa saya kasar, tak cocok untuk seorang pendeta dan sebagainya.

Mari kita melihat beberapa kutipan di bawah dari kata-kata Calvin.

Calvin (tentang Luk 5:1-11 / Mat 4:18-25): “When our Lord chose persons of this description it was not because he preferred ignorance to learning: as some fanatics do, who are delighted with their ignorance, and fancy that, in proportion as they hate literature, they approach the nearer to the apostles (= Pada waktu Tuhan kita memilih orang-orang seperti ini itu bukanlah karena Ia lebih senang orang bodoh dari pada yang terpelajar, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang fanatik, yang senang dengan kebodohan mereka, dan berkhayal bahwa makin mereka membenci literatur makin mereka mirip dengan rasul-rasul).

Calvin (tentang Mat 5:28): The hypocrisy of the Papist, therefore, is too gross and stupid, when they affirm that lust is not a sin, until it gain the full consent of the heart. But we need not wonder, that they make sin to be so small a matter; for those who ascribe righteousness to the merit of works must be very dull and stupid in judging their sins” (= Karena itu, kemunafikan dari para pengikut Paus adalah terlalu menyolok dan bodoh, pada waktu mereka menegaskan bahwa nafsu bukanlah dosa, sampai nafsu itu mendapatkan persetujuan penuh dari hati. Tetapi kita tidak perlu heran, bahwa mereka membuat dosa menjadi persoalan yang begitu kecil; karena mereka yang mempercayai kebenaran karena perbuatan baik pasti sangat tumpul dan bodoh dalam menghakimi / menilai dosa-dosa mereka) - hal 290-291.

Calvin (tentang Mat 6:9): “as it would be the folly and madness of presumption, to call God our Father, except on the ground that, through our union to the body of Christ, we are acknowledged as his children, we conclude, that there is no other way of praying aright, but by approaching God with reliance on the Mediator” (= sebagaimana merupakan kelancangan yang bodoh dan gila untuk menyebut Allah Bapa kita, kecuali atas dasar bahwa melalui persatuan kita dengan tubuh Kristus, kita diakui sebagai anak-anakNya, kami menyimpulkan bahwa tidak ada jalan lain untuk berdoa dengan benar, kecuali dengan mendekati Allah dengan bersandar pada sang Pengantara) - hal 317-318.

Calvin (tentang Mat 20:20-23): Is he not worse than stupid who, amidst so many deaths, entertain himself at his ease by drawing pictures of a triumph?” (= Bukankah ia lebih dari bodoh yang di tengah-tengah begitu banyak kematian, menghibur dirinya sendiri untuk kesenangannya dengan menggambar gambar-gambar kemenangan?) - hal 419.

Calvin (tentang Mat 24:36): “And surely that man must be singularly mad, who would hesitate to submit to the ignorance which even the Son of God himself did not hesitate to endure on our account” (= Dan jelaslah bahwa orang itu pasti luar biasa / istime­wa gilanya,  yang segan untuk tunduk pada ketidaktahuan, yang bahkan Anak Allah sendiri tidak segan untuk memikul­nya demi kita).

Calvin (tentang Yoh 9:14): “We are taught by this example that, if we would follow Christ, we must excite the wrath of the enemies of the Gospel; and that they who endeavour to effect a compromise between the world and Christ, so as to condemn every kind of offences, are altogether mad, since Christ, on the contrary, knowingly and deliberately provoked wicked men” (= Kita diajar oleh contoh ini bahwa, kalau kita mau mengikut Kristus, kita pasti membangkitkan kemarahan musuh-musuh Injil; dan bahwa mereka yang berusaha mengadakan kompromi antara dunia dan Kristus, sehingga mengecam / mengutuk semua ketersinggungan / batu sandungan, adalah gila semuanya / sepenuhnya, karena Kristus sebaliknya secara sadar dan sengaja membuat marah orang-orang jahat itu).

Calvin (tentang Yoh 12:13): “We cannot bless Christ without cursing the Pope and the sacrilegious tyranny which he has raised up against the Son of God” (= Kita tidak bisa memuji Kristus tanpa mengutuk Paus dan kelaliman yang melanggar kesucian yang ia bangkitkan menentang Anak Allah).

Calvin (tentang Yoh 17:20): “But woe to the Papists, whose faith is so far removed from this rule, that they are not ashamed to vomit out this horrid blasphemy, that there is nothing in Scripture but what is ambiguous, and may be turned in a variety of ways.” (= Tetapi celakalah / terkutuklah para pengikut Paus, yang imannya digeser begitu jauh dari peraturan ini, sehingga mereka tidak malu untuk memuntahkan hujatan yang mengerikan ini, bahwa di sana tidak ada apapun dalam Kitab Suci kecuali apa yang berarti ganda, dan bisa dibelokkan dengan bermacam-macam cara.) - hal 182.

Calvin (tentang Mat 26:52): “Certain doctors ... have ventured to proceed to such a pitch of impudence as to teach, that the sword was not taken from Peter, but he was commanded to keep it sheathed until the time came for drawing it; and hence we perceive how grossly and shamefully those dogs have sported with the word of God” (= Doktor-doktor tertentu ... telah berspekulasi sampai pada suatu puncak kekurang-ajaran sehingga mengajar bahwa pedang itu tidak diambil dari Petrus, tetapi ia diperintahkan untuk menyimpannya dalam sarungnya sampai waktunya tiba untuk menariknya / menggunakannya; dan karena itu kami merasa / mengerti betapa menyoloknya / kotornya dan memalukannya anjing-anjing itu telah mempermainkan firman Allah) - hal 246.

Calvin (tentang Yoh 18:28): these hypocrites, though they are so full of malice, ambition, fraud, cruelty, and avarice, that they almost infect heaven and earth with their abominable smell, are only afraid of external pollutions” (= orang-orang munafik ini, sekalipun mereka begitu penuh dengan kedengkian / kebencian, ambisi, penipuan / kecurangan, kekejaman, dan ketamakan, sehingga mereka hampir mempengaruhi / menjangkiti surga dan bumi dengan bau mereka yang menjijikkan, takut hanya pada polusi lahiriah) - hal 205.

Calvin (tentang Yoh 19:15): “We see, then, what insanity had seized them. Let us suppose that Jesus Christ was not the Christ; still they have no excuse for acknowledging no other king but Cesar.” (= Kita melihat kegilaan apa yang menyerang mereka. Sekalipun kita anggap / andaikan bahwa Yesus Kristus bukanlah Kristus; tetap mereka tidak mempunyai alasan untuk mengakui tidak ada raja lain selain Kaisar.) - hal 224.

Calvin (tentang Yoh 19:25-27): “Those men, therefore, are fools, who think that the Apostles relinquished their property, and came to Christ naked and empty; but they are worse than fools, who make perfection to consist in beggary” (= Karena itu, orang-orang itu adalah orang-orang tolol, yang berpikir bahwa rasul-rasul melepaskan milik mereka; dan datang kepada Kristus dengan telanjang dan kosong; tetapi mereka lebih dari tolol, yang menganggap bahwa kesempurnaan terdiri dari pengemisan / kemiskinan) - hal 233.

Calvin (tentang Yoh 20:22): So much the more detestable is the sacrilege of the Papists, who seize and claim for themselves the honour which belongs to the Son of God; for their mitred bishops, when they make priests, have the effrontery to boast of breathing the Holy Spirit on them. But the fact plainly shows how different their stinking breath is from the Divine breathing of Christ; for what else is it that they do than to change horses into asses?” (= Makin lebih menjijikkan pelanggaran dari para pengikut Paus, yang merampas dan mengclaim untuk diri mereka sendiri kehormatan yang merupakan milik dari Anak Allah; karena uskup-uskup mereka, pada waktu mereka membuat imam / pastor, mempunyai kelancangan / kekurang-ajaran untuk membanggakan tentang penghembusan Roh Kudus kepada mereka. Tetapi fakta secara jelas menunjukkan betapa berbedanya nafas busuk mereka dari penghembusan Ilahi dari Kristus; karena apa yang mereka lakukan selain mengubah kuda menjadi keledai?) - hal 268.

John Calvin: “But while the Lord did this once, he did not mean that we should  also do it. In the same way also, the apostles laid on hands for the time when it pleased the Lord that the visible graces of the Holy Spirit be distributed at their prayers, not in order that their descendants should in mimicry only and without profit counterfeit a cold and empty sign, as these apes do (= Tetapi sementara Tuhan melakukan hal ini satu kali, Ia tidak memaksudkan bahwa kita juga harus melakukannya. Dengan cara yang sama juga, rasul-rasul meletakkan tangan pada waktu yang memperkenan Tuhan bahwa kasih karunia yang kelihatan dari Roh Kudus dibagi-bagikan pada saat mereka berdoa, bukan supaya keturunan mereka menirunya dan tanpa guna memalsukan suatu tanda yang dingin dan kosong, seperti yang dilakukan monyet-monyet ini) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book IV, Chapter XIX, no 7.

John Calvin: “the Lord did many things which he did not intend as examples for us. The Lord said to his disciples, ‘Receive the Holy Spirit’ (John 20:22, Vg.). He also said to Lazarus, ‘Lazarus, come forth’ (John 11:43, Vg.). He said to the paralytic, ‘Rise up and walk’ (Matt. 9:5, Vg.; cf. John 5:8). Why do they not say the same to all dead men and paralytics? ... If they try to do this, they rival God and all but challenge him to a contest, but are very far from being effective, and by their inept gesture do nothing but mock Christ. Indeed, they are so shameless as to dare affirm that they confer the Holy Spirit. But how true that is, experience teaches, which cries out that all those who are consecrated as priests are turned from horses into asses, from fools into madmen [= Tuhan melakukan banyak hal-hal yang tidak dimaksudkanNya sebagai teladan bagi kita. Tuhan berkata kepada murid-muridNya, ‘Terimalah Roh Kudus’ (Yoh 20:22, Vg). Ia juga berkata kepada Lazarus, ‘Lazarus, marilah keluar’ (Yoh 11:43, Vg). Ia berkata kepada orang lumpuh, ‘Bangunlah dan berjalanlah’ (Mat 9:5, Vg; bdk. Yoh 5:8). Mengapa mereka tidak mengatakan yang sama kepada semua orang mati dan orang lumpuh? ... Jika mereka berusaha untuk melakukan ini, mereka menyaingi Allah dan nyaris menantang Dia dalam suatu pertandingan, tetapi mereka jauh dari effektif, dan oleh gerakan mereka yang janggal mereka tidak melakukan apapun kecuali mengejek Kristus. Memang, mereka begitu tidak tahu malu sehingga berani menegaskan bahwa mereka memberikan Roh Kudus. Tetapi apakah ada kebenaran dalam hal itu, kami belajar dari pengalaman, yang berteriak dengan keras bahwa semua yang ditahbiskan sebagai imam / pastor, diubahkan dari kuda menjadi keledai, dari orang-orang tolol menjadi orang-orang gila] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book IV, Chapter XIX, no 29.

John Calvin: “Hence we conclude that by a heinous sacrilege these rascals tear apart those things which the prophet joined together with an inviolable bond. ... What devilish madness is it to pretend that the use of Scripture, which leads the children of God even to the final goal, is fleeting or temporal?” (= Maka kami menyimpulkan bahwa oleh suatu pelanggaran yang keji bangsat-bangsat / bajingan-bajingan ini menyobek / memisahkan hal-hal itu yang sang nabi persatukan dengan suatu ikatan yang tak dapat diganggu gugat. ... Kegilaan besar apakah itu untuk menganggap bahwa penggunaan Kitab Suci, yang membimbing anak-anak Allah bahkan pada tujuan akhir, sedang menghilang atau bersifat sementara?) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter IX, no 1.

Calvin mengirimkan bukunya ‘Institutes of the Christian Religion’ kepada Servetus, lalu Servetus mengembalikannya dengan banyak serangan / keberatan terhadap ajaran-ajaran Calvin dalam buku itu. Apa yang lalu dikatakan oleh Calvin?
Philip Schaff: “‘There is hardly a page,’ says Calvin, ‘that is not defiled by his vomit’” (= ‘Hampir tidak ada satu halamanpun,’ kata Calvin, ‘yang tidak dikotori oleh muntahnya’) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.

Philip Schaff berkata:
·         “Calvin was, as he himself confessed, not free from impatience, passion, and anger, which were increased by his physical infirmities; but he was influenced by an honest zeal for the purity of the Church, and not by personal malice (= Calvin, seperti yang diakuinya sendiri, tidaklah bebas dari ketidaksabaran, nafsu dan kemarahan, yang diperhebat oleh kelemahan fisiknya; tetapi ia dipengaruhi oleh semangat yang jujur untuk kemurnian Gereja, dan bukan oleh kebencian / kedengkian pribadi) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 493.
·         “His intolerance sprang from the intensity of his convictions and his zeal for the truth (= Ketidak-adaan toleransinya timbul dari intensitas keyakinannya dan semangatnya untuk kebenaran) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 839.

Saya sangat setuju dengan kata-kata Schaff ini. Menurut saya orang yang tidak marah, tetapi tetap lembut menghadapi orang-orang sesat, munafik, pendusta dan pemfitnah, justru adalah orang-orang yang tidak peduli / menghargai kebenaran. Orang yang cinta dan menjunjung tinggi kebenaran, pasti akan benci pada kesesatan!

Saya sudah menunjukkan kata-kata keras / kasar dari Calvin, dan sekarang saya akan memberikan contoh-contoh bahasa kasar dalam Alkitab:

1)   Sikap dan kata-kata Elia pada saat ia berbicara kepada nabi-nabi Baal.
1Raja 18:27 - “Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: ‘Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga.’”.
Perhatikan: apakah Elia hormat kepada nabi-nabi palsu itu? Tidak, ia mengejek mereka!

2)   Sikap / kata-kata Daud terhadap / tentang orang-orang yang meninggalkan Taurat.
Maz 119:21,51,53,69,78,85 - “(21) Engkau menghardik orang-orang yang kurang ajar, terkutuklah orang yang menyimpang dari perintah-perintahMu. ... (51) Orang-orang yang kurang ajar sangat mencemoohkan aku, tetapi aku tidak menyimpang dari TauratMu. ... (53) Aku menjadi gusar terhadap orang-orang fasik, yang meninggalkan TauratMu. ... (69) Orang yang kurang ajar menodai aku dengan dusta, tetapi aku, dengan segenap hati aku akan memegang titah-titahMu. ... 78) Biarlah orang-orang yang kurang ajar mendapat malu, karena mereka berlaku bengkok terhadap aku tanpa alasan; tetapi aku akan merenungkan titah-titahMu. ... (85) Orang-orang yang kurang ajar telah menggali lobang bagiku, orang-orang yang tidak menuruti TauratMu.”.

Maz 139:21-22 - “(21) Masakan aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak merasa jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau? (22) Aku sama sekali membenci mereka, mereka menjadi musuhku.”.

Daud menganggap orang-orang brengsek itu sebagai orang-orang yang kurang ajar, dan ia mengatakan bahwa ia sangat membenci mereka!

3)   Sikap nabi Mikha pada saat berbicara kepada nabi-nabi palsu dan Ahab.
1Raja 22:8,13-28 - “(8) Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’ ... (13) Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’ (14) Tetapi Mikha menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.’ (15) Setelah ia sampai kepada raja, bertanyalah raja kepadanya: ‘Mikha, apakah kami boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau kami membatalkannya?’ Jawabnya kepadanya: ‘Majulah dan engkau akan beruntung, sebab TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (16) Tetapi raja berkata kepadanya: ‘Sampai berapa kali aku menyuruh engkau bersumpah, supaya engkau mengatakan kepadaku tidak lain dari kebenaran demi nama TUHAN?’ (17) Lalu jawabnya: ‘Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan selamat.’ (18) Kemudian raja Israel berkata kepada Yosafat: ‘Bukankah telah kukatakan kepadamu: Tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan hanya malapetaka?’ (19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’ (24) Sesudah itu tampillah Zedekia bin Kenaana, ditamparnyalah pipi Mikha serta berkata: ‘Mana boleh Roh TUHAN pindah dari padaku untuk berbicara kepadamu?’ (25) Tetapi Mikha menjawab: ‘Sesungguhnya engkau akan melihatnya pada hari engkau lari dari satu kamar ke kamar yang lain untuk menyembunyikan diri.’ (26) Berkatalah raja Israel: ‘Tangkaplah Mikha, bawa dia kembali kepada Amon, penguasa kota, dan kepada Yoas, anak raja, (27) dan katakan: Beginilah titah raja: Masukkan orang ini dalam penjara dan beri dia makan roti dan minum air serba sedikit sampai aku pulang dengan selamat.’ (28) Tetapi jawab Mikha: ‘Jika benar-benar engkau pulang dengan selamat, tentulah TUHAN tidak berfirman dengan perantaraanku!’ Lalu disambungnya: ‘Dengarlah, hai bangsa-bangsa sekalian!’”.

Kata-kata Mikha dalam ay 15b jelas merupakan kata-kata / bahasa sinis. Dan dalam ay 23b ia mengatakan para nabi palsu itu diberi roh dusta oleh Tuhan!

4)   Kata-kata Yohanes Pembaptis pada saat berbicara kepada orang-orang Saduki dan orang-orang Farisi.
Mat 3:7-12 - “(7) Tetapi waktu ia melihat banyak orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis, berkatalah ia kepada mereka: ‘Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? (8) Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. (9) Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! (10) Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (11) Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasutNya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. (12) Alat penampi sudah ditanganNya. Ia akan membersihkan tempat pengirikanNya dan mengumpulkan gandumNya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakarNya dalam api yang tidak terpadamkan.’”.

Hmmm, alangkah ‘halusnya / lembutnya’ kata-kata Yohanes Pembaptis!

5)   Kata-kata Stefanus pada saat berkhotbah kepada orang-orang Yahudi / Mahkamah Agama.
Kis 7:51-53 - “(51) Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. (52) Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh. (53) Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya.’”.

6)   Kata-kata Paulus dalam Fil 3:2 - “Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu,”.

7)   Kata-kata Petrus dalam 2Petrus 2:20-22 - “(20) Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. (21) Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka. (22) Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’”.

Kalau Calvin, maupun para nabi, rasul, dan Yohanes Pembaptis masih saudara salahkan dengan kata-kata kasar / keras itu, sekarang sekarang saya beri contoh yang tidak mungkin bisa saudara salahkan, yaitu Yesus sendiri!

a)   Yesus sendiri memaki Herodes sebagai serigala / rubah (Luk 13:32), dan juga memaki-maki ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai ular beludak, bodoh, buta, kuburan, munafik dsb (Mat 23:13-36).

Luk 13:32 - “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.”.
Catatan: KJV/RSV/NIV/NASB: ‘fox’ (= rubah).

Mat 23:13-36 - “(13) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. (14) [Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.] (15) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. (16) Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. (17) Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? (18) Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. (19) Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? (20) Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. (21) Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. (22) Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (23) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (24) Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. (25) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. (26) Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. (27) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. (28) Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. (29) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh (30) dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. (31) Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. (32) Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu! (33) Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka? (34) Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, (35) supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. (36) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!’”.

Juga bandingkan dengan Mat 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.

b)   Kata-kata Yesus dalam Wah 22:15 - “Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar.”.

Lalu mari kita perhatikan Yoh 6:60 - “Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: ‘Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?’”.

Perhatikan beberapa komentar di bawah ini berkenaan dengan komentar dari murid-murid yang mengatakan bahwa perkataan Yesus itu keras:

1.   Calvin: “On the contrary, it was in their hearts, and not in the saying, that the hardness lay” (= Sebaliknya, kekerasan itu terletak di dalam hati mereka, dan bukannya dalam perkataan Yesus).

2.   William Hendriksen: “Yet, it was not the hardness of the sermon but rather the hardness of their own heart that had brought about this unfavorable reaction on their part” (= Bukan kerasnya khotbah melainkan kerasnya hati mereka yang menyebabkan reaksi yang tidak baik dari pihak mereka).

3.   Adam Clarke: “Tell me whether thou wouldst that I should speak unto thee, a soft lie, or the harsh truth? The wicked word of a lying world is in general better received than the holy word of the God of truth” (= Katakan kepadaku apakah kamu menginginkan bahwa aku mengatakan kepadamu dusta yang lunak / lembut atau kebenaran yang keras? Perkataan yang jahat dari dunia yang berdusta pada umumnya diterima dengan lebih baik dari pada firman yang suci dari Allah kebenaran).

Jadi:
a.   Kalau saudara adalah orang kristen yang anti pengkhotbah keras, maka renungkan kata-kata dari Calvin, William Hendriksen, dan Adam Clarke di atas!
b.   Kalau saudara menjumpai orang kristen, atau bahkan hamba Tuhan, yang anti pengkhotbah keras, katakanlah kata-kata Calvin, William Hendriksen, dan Adam Clarke di atas kepada mereka!
c.   Kalau saudara mendengar orang Kristen / pendeta menggunakan kata-kata keras, jangan terlalu cepat menyalahkan mereka!
d.   Kalau saudara menyalahkan saya karena kata-kata keras / kasar yang telah saya berikan di atas, sadarilah bahwa saudara tidak Alkitabiah! Belajarlah Alkitab lebih banyak untuk tahu mana yang patut disalahkan dan mana yang tidak! Saya sendiri, tak peduli betapa banyak orang yang tidak setuju dengan kata-kata keras / kasar saya, tak merencanakan untuk mengubah hal itu! Standard saya adalah Alkitab, bukan pandangan dari banyak orang (bahkan hamba Tuhan) yang tidak terlalu mengerti Alkitab / Firman Tuhan!

Saya bisa memberi lebih banyak contoh lagi kalau saya mau, tetapi saya kira ini lebih dari cukup. Dari semua ini jelas bahwa tak harus salah kalau orang Kristen atau bahkan pendeta, menggunakan kata-kata keras. Dan jelas Pdt. Sutjipto Subeno, Febrianne, dan Sundoro Tanuwidjaja, layak mendapatkan kata-kata seperti ini! Dan nanti di bawah saudara bisa melihat bagaimana berbedanya saya berbicara kepada orang-orang seperti Pdt. Andi Halim, Pdt. David Tong, Pdt. Benyamin Intan, dan Pdt. Stephen Tong sendiri. Tak ada satu kata kasar / makianpun yang saya lontarkan kepada mereka. Saya tahu membedakan orang mana yang layak mendapat makian / kata-kata kasar dan orang mana yang tidak!

III) Masalah perceraian Pdt. Budi Asali.

1)   Fitnah terhadap Budi Asali berkenaan dengan perceraian.

a)   Pertama-tama dalam point ini saya berbicara seakan-akan atau seandainya apa yang orang-orang brengsek ini tuduhkan terhadap saya adalah benar, yaitu saya cerai, saya zinah, saya hidup bejat / tidak karuan dan sebagainya. Ingat baik-baik, saya katakan ini hanya sebagai pengandaian.

Sekalipun tidak secara explicit, tetapi secara implicit, para penyembah Pdt. Sutjipto Subeno ini mengatakan, bahwa karena saya cerai, berzinah dan hidup bejat, maka ajaran saya tidak perlu didengarkan. Sekarang mari kita lihat kebenaran dan konsekwensi dari sikap / kata-kata mereka ini.

1.   Saya ingin tanya: apakah kalian (Pdt. Sutjipto Subeno dan para penyembahnya) membaca kitab Mazmur, kitab Amsal, dsb?
Bukankah kitab-kitab itu ditulis oleh Daud, dan Salomo (sekalipun untuk kitab Mazmur tidak seluruhnya tetapi banyak sekali)? Dan bukankah Daud itu bukan hanya pezinah (dengan Batsyeba), tetapi juga pembunuh (dari Uria), dan polygamist (karena jelas-jelas istrinya banyak)? Dan bukankah Salomo, yang punya 700 istri dan 300 gundik (1Raja 11:3), jelas adalah polygamist dan itu berarti pezinah juga?
Kalau mereka membaca kitab-kitab itu, saya tanya mengapa membaca tulisan orang yang berzinah, membunuh, polygamist dsb? Dan mengapa merasa tidak perlu mempedulikan tulisan saya, karena saya cerai, zinah dsb (ingat, ini pengandaian)?
Kalian jelas punya standard ganda, ini sama sekali bukan suatu kehidupan yang baik / saleh seperti yang dibicarakan secara munafik oleh Febrianne di atas!

2.   Mat 23:1-3 - “(1) Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya, kataNya: (2) ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (3) Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.”.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengajar secara benar (dalam hal tertentu) tetapi hidup mereka jahat dan tak sesuai ajaran mereka. Yesus berkata / memerintahkan para muridNya untuk tetap mendengarkan mereka, tetapi jangan meneladani hidup mereka yang jahat.
Jadi, kalau orang-orang brengsek dari MRII Bali ini mengatakan, Budi Asali cerai dsb, karena itu tak perlu dihiraukan kata-katanya, apakah mereka mentaati perintah Yesus ini?
Pdt. Andi Halim mengatakan kepada saya bahwa Pdt. Stephen Tong melarang Pdt. Andi Halim memakai saya karena alasan keluarga (cerai). Itu berarti Pdt. Stephen Tong juga tak mentaati Mat 23:1-3 ini!
Tak heran Pdt. Sutjipto Subeno yang selalu ‘mbebek’ pada Pdt. Stephen Tong juga seperti itu, dan tak heran juga kalau para penyembah Pdt. Sutjipto Subeno juga bersikap seperti itu!

Apakah ‘back to the Bible’ (= kembali kepada Alkitab) masih menjadi motto kalian??? Kalau ya, apakah itu dibuktikan dengan mau mentaati Mat 23:1-3, yang termasuk dalam Alkitab?

3.   Sangat besar kemungkinannya, bahkan hampir pasti, Ayub bercerai dengan istri bejatnya, dan istri yang belakangan melahirkan anak-anak lagi, bukanlah istrinya yang pertama.

Albert Barnes (tentang Ayub 42:13): ‘He had also seven sons and three daughters.’ The same number which he had before his trials. Nothing is said of his wife, or whether these children were, or were not, by a second marriage. The last mention that is made of his wife is in Job 19:17, where he says that ‘his breath was strange to his wife, though he entreated her for the children’s sake of his own body.’ The character of this woman does not appear to have been such as to have deserved further notice than the fact, that she contributed greatly to increase the calamities of her husband. It falls in with the design of the book to notice her only in this respect, and having done this, the sacred writer makes no further reference to her. The strong presumption is, that the second family of children was by a second marriage. (= Tak dikatakan apapun tentang istrinya, atau apakah anak-anak ini didapatkan dari pernikahan kedua atau tidak. ... Anggapan yang kuat adalah, bahwa keluarga anak-anak yang kedua adalah oleh pernikahan yang kedua.).
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian bahasa Inggris yang saya garis-bawahi.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Ayub 42:13): “The same number as before: perhaps by a second wife: in Job 19:17 his wife last mentioned.” (= Jumlah yang sama seperti sebelumnya: mungkin oleh istri yang kedua: dalam Ayub 19:17 istrinya disebutkan untuk terakhir kalinya.).

Apakah karena itu, Ayub juga tak perlu didengarkan?

4.   Saya berpendapat, sangat besar juga kemungkinannya Paulus juga bercerai dengan istrinya.
Memang berdasarkan 1Kor 9:5 dan 1Kor 7:7-8, banyak orang menganggap Paulus tidak pernah kawin.
1Kor 9:5 - “Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?”.
1Kor 7:7-8 - “(7) Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. (8) Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku.”.

Ayat-ayat ini memang menunjukkan bahwa pada saat itu, Paulus tidak punya istri. Tetapi ayat-ayat ini tidak menunjukkan bahwa ia tak pernah menikah.

Mengingat tradisi Yahudi, yang memandang rendah semua laki-laki yang tidak kawin dan / atau yang kawin tetapi tidak punya anak, maka kalau Paulus tidak pernah kawin, ia pasti dipandang rendah. Juga syarat menjadi anggota Sanhedrin / Mahkamah Agama Yahudi adalah ‘menikah’. Lalu bagaimana ia bisa menjadi anggota Sanhedrin kalau ia tidak pernah menikah?

Adam Clarke (tentang 1Kor 7:8): And when he says ‎hoos ‎‎kagoo, ‘even as I,’ he means that he himself was a widower; for several of the ancients rank Paul among the married apostles.” (= Dan pada waktu ia berkata HOOS KAGOO, ‘bahkan / yaitu seperti aku’, ia memaksudkan bahwa ia sendiri adalah seorang duda; karena beberapa orang-orang kuno menggolongkan Paulus di antara rasul-rasul yang menikah.).

William Barclay (tentang 1Kor 7:3-7): We may be fairly certain that at some time Paul had been married. (1) We may be certain of that on general grounds. He was a Rabbi, and it was his own claim that he had failed in none of the duties which Jewish law and tradition laid down. Now, orthodox Jewish belief laid down the obligation of marriage. If a man did not marry and have children, he was said to have ‘slain his posterity’, ‘to have lessened the image of God in the world’. It was said that seven categories of people were excommunicated from heaven, and the list began: ‘A Jew who has no wife; or who has a wife but no children’. God had said: ‘Be fruitful and multiply,’ and, therefore, not to marry and not to have children was to be guilty of breaking a positive commandment of God. The age for marriage was considered to be 18; and therefore it is highly unlikely that so devout and orthodox a Jew as Paul once was would have remained unmarried. (2) On particular grounds, there is also evidence that Paul was married. He must have been a member of the Sanhedrin, for he says that he gave his vote against the Christians (Acts 26:10). It was a regulation that members of the Sanhedrin must be married men, because it was held that married men were more merciful. It may be that Paul’s wife died; it is even more likely that she left him and broke up the home when he became a Christian, so that he did indeed literally give up all things for the sake of Christ. [= Kita bisa yakin dengan adil / wajar bahwa pada suatu saat Paulus pernah / telah menikah. (1) Kita bisa pasti / yakin akan hal itu berdasarkan dasar-dasar yang umum. Ia dulunya adalah seorang Rabi, dan adalah claimnya sendiri bahwa ia tidak gagal dalam apapun dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Kepercayaan Yahudi ortodox menetapkan kewajiban untuk menikah. Jika seorang laki-laki tidak menikah dan mempunyai anak-anak, ia dikatakan sebagai telah ‘membunuh / membantai keturunannya’, ‘telah mengurangi gambar Allah dalam dunia’. Dikatakan bahwa 7 kategori dari orang-orang yang dikucilkan dari surga, dan daftar itu mulai: ‘Seorang Yahudi yang tidak mempunyai istri; atau yang mempunyai istri tetapi tidak mempunyai anak-anak’. Allah telah berkata: ‘Berbuahlah dan bertambah banyak / beranak cuculah dan bertambah banyak’, dan karena itu, tidak menikah dan tidak mempunyai anak-anak adalah bersalah dengan melanggar perintah yang positif dari Allah. Usia pernikahan dianggap pada 18 tahun; dan karena itu sangat kecil kemungkinannya bahwa seorang Yahudi yang begitu membaktikan diri dan ortodox seperti Paulus tetap tidak pernah menikah. (2) Berdasarkan dasar-dasar khusus / tertentu, di sana juga ada bukti bahwa Paulus dulunya menikah. Ia pasti adalah anggota dari Sanhedrin, karena ia berkata bahwa ia memberikan suara menentang orang-orang Kristen (Kis 26:10). Merupakan suatu peraturan bahwa anggota-anggota Sanhedrin harus adalah orang-orang laki-laki yang menikah, karena dianggap / dipercaya bahwa orang-orang laki-laki yang menikah lebih berbelas kasihan. Mungkin istri Paulus mati; lebih mungkin lagi bahwa ia (istrinya) meninggalkannya dan membubarkan / menceraikan rumah tangga pada waktu ia (Paulus) menjadi orang Kristen, sehingga ia secara hurufiah menyerahkan segala sesuatu demi Kristus.].
Kis 26:10 - “Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati.”.

Catatan: harus diakui Barclay adalah orang Liberal, tetapi dalam urusan tradisi jaman Alkitab, ia justru adalah jagonya!

Pulpit Commentary (tentang 1Kor 7:8): “‘To the unmarried;’ including widowers. In my ‘Life of St. Paul,’ 1:75-82, I have given my reasons for believing that St. Paul was a widower. ‘It is good for them.’ It is an expedient, honourable, and morally ‘beautiful thing,’ but, as he so distinctly points out further on, there might be a ‘better’ even to the ‘good.’ ‘Even as I.’ In the unmarried state, whether as one who had never married, or, as I infer from various circumstances, as a widower (so too Clemens of Alexandria, Grotius, Luther, Ewald, etc.); see my ‘Life of St. Paul,’ 1:169). Tertullian and Jerome (both of them biassed witnesses, and with no certain support of tradition) say that St. Paul was never married..

Penulis exposisi dari 1Korintus dalam Pulpit Commentary adalah F. W. Farrar, dan saya akan mengutip buku yang ia sebutkan:

F. W. Farrar: If, indeed, he was a member of the Sanhedrin, it follows that, by the Jewish requirements for that position, he must have been a married man. His official position will be examined hereafter; but, meanwhile, his marriage may be inferred as probable from passages in his Epistles. In 1 Cor. 9:5 he asks the Corinthians, ‘Have we not power to lead about a sister, a wife, as well as other Apostles, and as the brethren of the Lord, and Kephas?’ This passage is inconclusive, though it asserts his right both to marry, and to take a wife with him in his missionary journeys if he thought it expedient. But from 1 Cor. 7:8 it seems a distinct inference that he classed himself among widowers; for, he says, ‘I say, therefore, to the unmarried and widows, it is good for them if they abide (MEINOOSIN) even as I.’ That by ‘the unmarried’ he here means ‘widowers’ - for which there is no special Greek word - seems clear, because he has been already speaking, in the first seven verses of the chapter, to those who have never been married. To them he concedes, far more freely than to the others, the privilege of marrying if they considered it conducive to godliness, though, in the present state of things, he mentions his own personal predilection for celibacy, in the case of all who had the grace of inward purity. And even apart from the interpretation of this passage, the deep and fine insight of Luther had drawn the conclusion that Paul knew by experience what marriage was, from the wisdom and tenderness which characterise his remarks respecting it. One who had never been married could hardly have written on the subject as he has done, nor could he have shown the same profound sympathy with the needs of all, and received from all the same ready confidence. ... If we are right in the assumption that he was married, it seems probable that it was for a short time only, and that his wife had died. But there is one more ground which has not, I think, been noticed, which seems to me to render it extremely probable that Saul, before the time of his conversion, had been a married man. It is the extraordinary importance attached by the majority of Jews in all ages to marriage as a moral duty, nay, even a positive command, incumbent on every man. The Mishna fixes the age of marriage at eighteen, and even seventeen was preferred. The Babylonist Jews fixed it as early as fourteen. Marriage is, in fact, the first of the 613 precepts. They derived the duty partly from the command of Gen. 1:28, partly from allusions to early marriage in the Old Testament (Prov. 2:17; 5:18), and partly from allegorising explanations of passages like Eccl. 11:6; Job 5:24. The Rabbis in all ages have laid it down as a stringent duty that parents should marry their children young; and the one or two who, like Ben Azai, theoretically placed on a higher level the duty of being more free from incumbrance in order to study the Law, were exceptions to the almost universal rule. But even these theorists were themselves married men. If St. Paul had ever evinced the smallest sympathy with the views of the Therapeutæ and Essenes - if his discountenancing of marriage, under certain immediate conditions, had been tinged by any Gnostic fancies about its essential inferiority - we might have come to a different conclusion. But he held no such views either before or after his conversion; and certainly, if he lived unmarried as a Jerusalem Pharisee, his case was entirely exceptional.. - ‘Life of St. Paul, hal 79-82 (Libronix).

Saya tidak menterjemahkan kata-kata Pulpit Commentary maupun dari buku F. W. Farrar ini. Saya menjelaskan dengan kata-kata saya sendiri bagian-bagian yang penting. Pada bagian yang saya beri garis bawah ganda, ia memberikan dasar yang kurang lebih sama dengan yang diberikan oleh Barclay, hanya saja ia memberikannya secara lebih mendetail.

Lalu saya ingin jelaskan apa yang Farrar katakan pada bagian yang saya beri garis bawah tunggal dan beri warna ungu (dan saya tambahkan penjelasan saya sendiri).
1Kor 7:8 - “Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku.”.
Untuk kata-kata ‘janda-janda’ digunakan kata Yunani KHERAIS, yang merupakan bentuk feminine, tetapi untuk kata-kata ‘orang-orang yang tidak kawin’ digunakan kata Yunani AGAMOIS, yang merupakan bentuk masculine. Farrar berkata bahwa ‘orang-orang yang tidak kawin’ ini menunjuk kepada ‘duda-duda’, karena untuk orang-orang yang tidak pernah kawin, Paulus sudah membahasnya dalam 1Kor 7:1-7. Dan untuk duda-duda ini ia menasehati mereka supaya ‘tinggal dalam keadaan seperti aku’, yang menunjukkan bahwa ia juga adalah seorang duda.
Catatan: apa yang Paulus katakan dalam 1Kor 7 tentang ‘lebih baik tidak kawin’, bukanlah nasehat yang bersifat umum dan mutlak. Alasannya? 1Kor 7:26 - “Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya.”.

Tetapi Farrar mengatakan bahwa pernikahan Paulus mungkin berlangsung singkat karena istrinya mati. Barclay juga memberikan kemungkinan itu, tetapi ia lebih memilih bahwa istri Paulus menceraikannya pada saat ia menjadi orang Kristen. Mengapa Barclay lebih memilih Paulus dicerai oleh istrinya, dari pada istri Paulus meninggal? Ia tidak menjelaskannya, tetapi saya kira, karena kalau istri Paulus meninggal, mengapa ia tidak pernah menceritakannya? Tetapi kalau istrinya menceraikannya, ia mungkin tidak mau menceritakan supaya tidak menjelekkan istrinya. Kalau ini benar, maka Paulus DIceraikan!

Sekarang, apakah orang-orang brengsek dari MRII Bali ini membaca tulisan-tulisan Paulus?

Dari empat point di atas, kalaupun ada yang tak setuju dengan point 3 dan 4 karena hanya merupakan suatu kemungkinan (dan masih ada pro - kontra berkenaan dengan hal itu), tetapi ingat bahwa point 1 dan 2, pasti benar.

Kesimpulan: seandainya benar bahwa saya cerai, zinah dsb, maka selama ajaran saya benar (dan sampai sekarang belum pernah ada yang membuktikan ajaran saya salah apalagi sesat), orang-orang yang benar-benar Kristen harus mau mendengar kebenaran yang saya beritakan.

Semua pendeta, penginjil, pengkhotbah, dosen theologia dsb, adalah orang-orang berdosa yang semuanya banyak dosanya. Lalu dengan dasar apa kita membedakan dosa cerai dan zinah dengan dosa-dosa lain seperti arogan, tamak, munafik, memfitnah, suka menjilat, cinta uang, dsb, sehingga lalu mengatakan pengkhotbah yang cerai tak perlu didengar tetapi pengkhotbah yang arogan, tamak, munafik, memfitnah, suka menjilat, cinta uang, dsb, tetap boleh didengar?

Saya tantang siapapun untuk menjawab pertanyaan ini!

b)   Sebetulnya pada saat Sundoro Tanuwidjaja mengatakan saya cerai, apakah dia memfitnah? Saya berpendapat ‘ya’! Mengapa? Bukankah dalam faktanya saya memang cerai? Ya, tetapi ia hanya menceritakan setengah kebenaran (half truth). Memang menceritakan setengah kebenaran kadang-kadang tidak apa-apa, kalau tidak memberikan gambaran yang lebih jelek terhadap orang yang sedang jadi bahan berita. Tetapi kalau menceritakan setengah kebenaran, sehingga menjadikan orang mempunyai gambaran yang lebih jelek dari yang seharusnya tentang orang yang dibicarakan, itu bukan hanya dusta, tetapi fitnah!

Misalnya kalau saudara bertemu dengan si A pada waktu si A pergi ke bioskop dengan istrinya dan seorang wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa si A pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istrinya), maka itu jelas adalah penceritaan setengah kebenaran yang bersifat memfitnah!

Apa yang tidak diceritakan oleh Sundoro adalah sesuatu yang terpenting, yaitu bahwa saya Dicerai, bukan MENcerai, dan bukan juga menyetujui perceraian itu! (cerita lebih terperinci dan bukti-bukti tentang hal ini akan saya berikan di bawah).

Kalau orang lalu berkomentar: tak ada bedanya ‘mencerai’ atau ‘dicerai’, pokoknya cerai. Maka kebodohan seperti itu mempunyai konsekwensi bahwa ‘membunuh’ dan ‘dibunuh’ juga sama jeleknya dan sama berdosanya, pokoknya orangnya mati! Juga ‘memperkosa’ dan ‘diperkosa’ sama jahatnya, karena pokoknya terjadi hubungan sex! Dan demikian juga ‘memfitnah’ dan difitnah’ adalah sama buruknya, pokoknya hasilnya adalah nama buruk bagi seseorang. Ini semua jelas merupakan suatu kegilaan!

2)   Cerita tentang perceraian versi Budi Asali (versi yang benar).
Cerita (baca gosip / fitnah) tentang saya berzinah, sehingga lalu dicerai dsb, sudah banyak beredar, dan bahkan itu yang paling banyak diketahui / didengar orang. Tetapi itu cerita versi mereka! Tak usah heran karena di pihak sana ada beberapa / banyak ‘radio amatir’, yang jauh lebih hebat dari ‘Suara Surabaya’. Yang terutama Yovita (ex mertua perempuan saya), Sisca (ex istri saya), Pdt. Sutjipto Subeno, Sundoro, Febrianne dan banyak orang lagi.

Untuk para pemfitnah ini, dan para pemfitnah yang lain, saya beri peringatan ini:
“Remember: God knows who you are and what you did, even though I don’t!” (= Ingatlah: Allah tahu siapa kamu dan apa yang telah kamu lakukan, sekalipun saya tidak tahu!).

Karena itu, sekarang saya mau menceritakan secara singkat versi saya tentang hal itu. Kalau para pemfitnah / penggosip saya menceritakan tanpa saksi atau bukti, saya akan menceritakan dengan saksi / bukti! Bagi pembaca tulisan ini, saudara mau percaya yang mana itu urusan saudara (dengan Tuhan)!

a)         Perceraian dengan istri.
Kami menikah pada tahun 1991, dan mendapatkan anak (Kevin) pada tahun 1994. Kira-kira mulai 1995, hubungan kami mulai retak, dan makin lama makin memburuk (karena sifat-sifat kami memang sangat banyak yang saling bertentangan).
Pada sekitar tahun 2003, ada seorang cewek dalam gereja saya, yang dekat dengan saya maupun dengan istri saya. Jadi, mula-mula hubungan kami bertiga baik. Tetapi dalam hubungan dengan cewek itu saya lalu melihat bahwa ia mempunyai problem, dan saya merasa harus memberikan counseling kepada dia. Itu membuat dia lebih dekat lagi dengan saya, dan ini akhirnya membuat istri saya cemburu (buta).
Pada suatu hari kecemburuan buta itu meledak dengan dia melaporkan persoalan itu, yang ia anggap sebagai suatu affair / perselingkuhan, kepada majelis / pengurus gereja saya (waktu itu GKRI Exodus). Ini membuat saya sangat marah, karena saya dan cewek itu, sekalipun dekat, tidak mempunyai / melakukan affair / perselingkuhan dalam bentuk apapun, dan tidak ada rencana apapun untuk melakukan affrair / perselingkuhan / perzinahan. Saya tidak pernah pergi berdua dengan dia, kecuali 2-3 x mengantar dia dari gereja pulang ke rumahnya yang membutuhkan waktu hanya sekitar 10 menit, dan kami tidak pernah mampir kemanapun. Biasanya kalau pergi bertiga (dengan adiknya yang juga cewek, atau berempat, dengan adiknya yang lain lagi, yang adalah cowok).
Tetapi bagaimanapun saya mau menjelaskan hal ini kepada istri saya, ia tak mau mendengarkannya. Mungkin pembaca tahu perempuan biasanya memang lebih condong main perasaan dari pada logika, apalagi kalau sudah berurusan dengan kecemburuan!
Gegeran makin hebat sehingga akhirnya pada pertengahan tahun 2004, istri saya membawa anak kami dan semua barang-barangnya, dan meninggalkan rumah.
Catatan: tindakan meninggalkan rumah (minggat) seperti ini bukan hal baru, karena sebelumnya sudah pernah terjadi 2 x (masing-masing berlangsung selama 2-3 bulan), tanpa ada kasus ‘another woman’ (= wanita lain), jadi hanya karena gegeran biasa. Dan selama waktu itu, pada saat anak saya kangen / rindu dengan saya dan mau bicara dengan sayapun tidak diijinkan! Dari sini saya sudah menyimpulkan bahwa perempuan ini (istri saya) adalah orang yang sangat jahat!

Pada waktu ia ‘minggat’ untuk ke 3xnya ini, saya sudah merasa bahwa ini adalah untuk selama-lamanya.

Singkat cerita, pada tahun 2006 ia lalu mengajukan gugatan cerai (saya dengar atas dorongan orang tuanya, yang notabene adalah jemaat Pdt. Sutjipto Subeno, yang katanya anti cerai dalam kasus apapun). Gugatan itu dilakukan BUKAN ATAS DASAR PERZINAHAN (bukti surat gugatan terlampir), dan ini merupakan sesuatu yang aneh / tak masuk akal. Kalau saya memang berzinah dan ia bisa membuktikan, mengapa tak menggugat cerai dengan dasar zinah? Kalau tak punya bukti (dan jelas memang tak punya) mengapa tetap menggugat cerai?

Pada tahun 2007, gugatan itu dikabulkan oleh pengadilan negeri. Harap diketahui bahwa kalau satu pihak secara mutlak sudah tak mau melanjutkan pernikahan, pengadilan pasti menyetujui perceraian itu. Saya lalu naik banding. Saya naik banding sebetulnya bukan untuk mempertahankan pernikahan, karena saya tahu itu sudah begitu buruk dan tidak bisa dipertahankan. Saya naik banding untuk menunjukkan / membuktikan bahwa perceraian itu sama sekali bukan inisiatif saya, dan memang tidak saya setujui. Saya berpendapat bahwa bagaimanapun buruknya hubungan suami - istri, harus tetap dipertahankan. Cerai hanya boleh kalau ada perzinahan (Mat 5:32  Mat 19:9). Dan dalam hal ini saya tidak berzinah dengan siapapun. Dia tak punya bukti ataupun saksi sama sekali!

Pada tanggal 22 - 12 - 2009, gugatan itu dikabulkan lagi / dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi, dan saya tidak naik banding lagi, karena toh tak ada gunanya. Tetapi saya tidak menandatangani persetujuan apapun berkenaan dengan perceraian itu. Dan 2 minggu setelah tak ada permohonan banding, maka keputusan itu mempunyai kekuatan hukum yang sah (awal tahun 2010).

Jadi, siapa yang mencerai? Istri saya dan pengadilan! Saya DIcerai, bukan MENcerai! Dan tak ada apapun yang bisa saya lakukan untuk mencegah terjadinya hal itu.

Catatan: kalau ada yang berzinah, itu mungkin adalah istri saya sendiri. Yang pasti dia sudah pernah berpacaran dengan cowok lain, pada saat perceraian belum resmi / belum disahkan oleh pengadilan! Dan ini diakui bahkan oleh Yovita, dan juga diketahui oleh banyak orang, dan dilihat oleh sedikitnya 2 orang (yang tak mau disebut namanya) yang melihat mereka pergi berdua di toko / mall dengan bergandengan tangan! Bagus sekali! Bagi saya, ini sebetulnya sudah merupakan perzinahan!

b)         Pemecatan saya oleh gereja saya (GKRI Exodus).
Tuduhan / fitnahan tanpa bukti dari istri saya (dan mertua perempuan saya) diterima oleh banyak orang, termasuk oleh gereja saya sendiri (GKRI Exodus).
Gereja yang saya didik sehingga mengerti Alkitab dengan baik ini tidak mungkin tidak tahu tentang 1Tim 5:19 - “Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi.”.
Dalam kasus saya, satu saksipun tidak ada, dan bukti juga tidak ada. Dan ingat, yang disebut ‘saksi’ harus orang yang tahu sendiri perkara itu, bukan orang yang mendengar dari orang lain, dsb.

Bandingkan juga dengan Ul 19:15-21 - “(15) ‘Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan. (16) Apabila seorang saksi jahat menggugat seseorang untuk menuduh dia mengenai suatu pelanggaran, (17) maka kedua orang yang mempunyai perkara itu haruslah berdiri di hadapan TUHAN, di hadapan imam-imam dan hakim-hakim yang ada pada waktu itu. (18) Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, (19) maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (20) Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu. (21) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.’”.

Dilakukan beberapa kali sidang gereja, dan:

1.   Tak pernah satu kalipun istri saya hadir dalam sidang gereja pada saat saya ada. Dia jelas tak berani hadir dalam sidang pada saat ada saya, karena dia tahu bahwa semua dusta dan fitnahnya pasti akan saya hancurkan. Tetapi tak pernah hadirnya dia, bertentangan dengan Ul 19:17 di atas, yang mengharuskan kedua orang yang berperkara sama-sama hadir!

2.   Majelis / pengurus, bahkan penginjil yang pro saya dikeluarkan dari ‘rapat’. Memang dalam rapat resmi mereka diikutkan, tetapi dalam ‘rapat tidak resmi’ mereka tidak diikutkan, padahal di sinilah semua rencana dan keputusan dibuat!

3.   Dalam seluruh proses itu, penginjil resmi dari GKRI Exodus, yaitu Ev. Edy Purwani, tidak pernah diminta pendapatnya (karena mereka tahu ia pro saya). Dan sebaliknya mereka minta pendapat dari Ev. Yakub Tri Handoko (yang sekarang jadi Gembala / pendeta di GKRI Exodus) dan Andhika Gunawan, yang keduanya bukan majelis / pengurus, bahkan bukan jemaat kami juga. Betul-betul proses yang lucu! Bukankah persoalan yang begitu sensitif seperti itu seharusnya dirahasiakan dalam kalangan majelis / pengurus? Itu sebabnya beberapa bulan setelah saya dikeluarkan Ev. Edy Purwani lalu mengundurkan diri.

4.   Ada tuduhan-tuduhan yang dilakukan di belakang saya, yang baru saya ketahui dari salah satu majelis (nama: Dora) setelah saya dipecat. Kalau saja tuduhan konyol itu diberikan di depan saya, dengan mudah bisa saya hancurkan!

5.   Saya tak pernah satu kalipun kalah dalam perdebatan dalam sidang gereja itu!

6.   Dalam surat-surat yang diberikan kepada saya, yang merupakan hasil rapat, ada begitu banyak dusta / fitnah dan hal-hal yang gila, yang tidak saya tanggapi, karena saya tahu bahwa segala sesuatu telah mereka tetapkan dan tak ada apapun dapat mengubah mereka.

7.   Hasil sidang-sidang gereja, seperti pada waktu saya diskors, dan juga pada waktu saya dipecat, bisa diketahui dan dismskan kepada saya oleh seseorang yang tak dikenal, satu hari SEBELUM sidang dilakukan / keputusan keluar!!
Ini saya tanyakan dalam sidang dengan berkata ‘Bagaimana orang yang kirim sms ini bisa tahu keputusan rapat sebelum rapat dilaksanakan? Atau ia adalah orang luar yang entah bagaimana bisa menguasai rapat, atau rapat sudah memutuskan hasilnya sebelum rapat dilaksanakan’. Mereka (Lieman) menjawab: kebetulan. Jawaban gila dan idiot dari orang dengan lidah bercabang!! Memangnya saya anak umur 3 tahun? Mengapa tidak bilang saja bahwa Tuhan yang maha tahu yang kirim sms???

Ini menurut saya membuktikan secara kelewat jelas bahwa sidang gereja itu sudah diatur / direkayasa, dan karena itu saya sebut sebagai sidang gereja yang terkutuk!

Gereja saya, yang saya didik mati-matian, dengan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran (yang juga berperan membuat perpecahan pernikahan kami menjadi memburuk), selama sekitar 13 tahun (1992-2005), akhirnya memecat saya pada tahun 2005. Betul-betul keputusan terkutuk, dan mereka yang ikut ambil bagian dalam pemecatan itu harus bertanggung jawab atas keputusan terkutuk mereka!

Satu hal yang penting adalah: pemecatan itu dilakukan juga bukan dengan alasan zinah, karena mereka memang tidak punya saksi dan bukti tentang hal itu. Jadi mereka memakai alasan ‘karena hubungan yang tidak baik dengan istri sehingga tak bisa jadi teladan’. Bukti surat pemecatan saya lampirkan, supaya pembaca bisa melihat alasan pemecatan.

Kesimpulan:
1.         Cerai memang ya, tetapi saya dicerai, bukan mencerai.
2.   Dan tentang tuduhan zinah / affair / selingkuh tak pernah ada bukti ataupun saksi.
Jadi, kembali kepada kelompok Pdt. Sutjipto Subeno, Sundoro, Febrianne dan sebagainya. Mereka mengatakan cerai, zinah dan sebagainya, berdasarkan apa? Kalian memang pemfitnah biadab!
Pada waktu saya bertanya kepada Pdt. Sutjipto Subeno (dalam gegeran antara saya dan dia pada tahun 2008) tentang bukti, dia secara bodoh berkilah, bahwa tidak setiap dosa / tuduhan harus dibuktikan (bukti email ada pada saya)! Omongan yang luar biasa tolol! Karena kalau itu benar, maka saya juga bisa menuduh bahwa Pdt. Sutjipto Subeno dan bahkan Pdt. Stephen Tong, juga berzinah (tak perlu bukti karena tidak setiap dosa / tuduhan harus dibuktikan!).
Dan bagaimana dengan gosip yang beberapa bulan lalu beredar bahwa Pdt. Stephen Tong itu homosex? Tak perlu dibuktikan juga, dan karena itu harus / boleh diterima?
Menurut saya, dalam sidang manapun yang beradab, suatu dosa / kesalahan yang bagaimanapun mencurigakannya, kalau tidak bisa dibuktikan, maka harus dianggap tidak ada! Melakukan sebaliknya merupakan suatu kebiadaban!

3)   Sekarang saya ingin bahas omongan gila dari Sundoro Tanuwidjaja tentang ‘anjuran’ kepada saya untuk menulis buku berjudul ‘indahnya hidup perceraian’.
Keledai bodoh ini pasti merasa bangga dengan serangan konyolnya dan memikir saya tak bisa menjawab. Hmmm, bukan Budi Asali kalau tidak bisa menjawab!
Saya bisa saja menulis buku seperti itu secara bermutu, sekalipun saya memang tak akan menulisnya.
Saya akan jelaskan beberapa hal.

a)         Apakah hidup dalam perceraian itu indah?
Jawabannya: pertama-tama, ‘indah’ atau ‘buruk’ itu merupakan istilah-istilah yang relatif. Dunia ini indah, tetapi kalau dibandingkan dengan surga, pasti luar biasa buruk.
Bahkan Pdt. Sutjipto Subeno indah wajahnya kalau dia sedang ada di kebun binatang! Dan Febrianne juga indah bentuk badannya kalau dibandingkan dengan babi atau kuda nil! Tetapi baik Pdt. Sutjipto Subeno, Febrianne maupun Sundoro Tanuwidjaja, sangat buruk mulutnya kalau dibandingkan dengan binatang apapun (termasuk ular beludak!), karena mereka tukang fitnah, sedangkan binatang tidak!

Jadi, apakah hidup dalam perceraian itu indah? Tergantung dibandingkan dengan apa! Kalau dibandingkan dengan hidup dalam pernikahan yang harmonis, tentu saja itu buruk. Tetapi kalau hidup dalam perceraian itu dibandingkan dengan hidup dalam pernikahan yang buruk, dengan istri yang berhati busuk, dan mertua bermulut busuk yang suka memfitnah, maka harus saya katakan bahwa hidup dalam perceraian itu betul-betul sangat indah!

Tentang mertua dengan mulut busuk itu, saya ingin infokan, bahkan pada saat hubungan saya dengan istri masih baik, mertua perempuan bermulut terbusuk di dunia ini (Yovita) sudah memfitnahkan banyak hal tentang saya. Pada saat saya dipecat dari GRII, Pdt. Sutjipto Subeno dalam emailnya mengatakan bahwa saya mencuri 80 % jemaat (bukti email ada pada saya). Tentang omongan dusta dan busuk ini saya ingin beri beberapa komentar:
1.   Sejak awal berdirinya MRII itu (Januari 1989) sampai terjadi gegeran antara Bpk. Leo Sutanto dengan saya (hanya gara-gara saya menikah di bukan gedung gereja, yang ia anggap sebagai sesuatu yang salah) pada sekitar tahun 1991, 85-90 % khotbah, saya yang melakukan, dan tak ada satupun khotbah dari Bpk. Leo Sutanto. Pdt. Stephen Tong pernah khotbah hanya 1-2 x! Jadi, jemaat itu sebetulnya jemaat siapa? Saya mencuri? Hmmm, si ular itu fitnah lagi!
2.   Pada waktu saya dipecat (tahun 1992) jemaat terpecah menjadi 3. Sebagian ikut saya (kira-kira cuma sekitar 15-20 orang, bukan 80 % seperti yang dikatakan oleh ular beludak itu), sebagian ikut mereka, sebagian lagi hilang (pergi ke gereja lain), mungkin karena kecewa karena adanya perpecahan itu.
3.   Mengapa ada sebagian yang tetap tinggal di gereja itu, padahal saya pengkhotbah tetapnya? Tidak lain karena mulut busuk Yovita yang memfitnah saya habis-habisan (pada saat saya dan istri masih baik hubungannya!).

Satu hal lagi: pada saat saya baru masuk LRII (sekitar tahun 1988-1989), dan Bpk. Leo Sutanto masih dekat dengan saya, ia pernah memperingati saya: “Budi, dalam LRII ini ada dua orang yang mulutnya sangat harus diwaspadai. Yang pertama adalah X (saya tak perlu buka identitasnya, karena tak ada hubungannya dengan persoalan ini), dan yang kedua adalah ‘nyonya yang tangannya kutung’!”.

Tak ada nyonya lain yang tangannya kutung di LRII / MRII selain Yovita (dia memang cacat sejak lahir), yang belakangan jadi mertua saya! Jadi, kalau mau tahu orangnya, pergi saja ke GRII Andhika Plaza, dan cari nyonya dengan tangan kiri yang lebih pendek dari tangan kanannya. Kalau tanda ini masih kurang jelas, maka saya tambah satu ciri khas lagi, yaitu: wajahnya berantakan seperti baru ditabrak lokomotif!
Catatan: kalau saudara anggap kata-kata ini kurang ajar, maka saya katakan: saya memang mau kurang ajar, karena saya merasa salah kalau saya menghormati perempuan brengsek pemfitnah, yang merusak gereja habis-habisan seperti ini!

Dan saya memang membuktikan bahwa kata-kata Bpk. Leo Sutanto itu benar sekali! Nyonya dengan tangan kutung itu memang bermulut sangat busuk! Tetapi ironisnya, pada saat Bpk. Leo Sutanto geger dengan saya, dia jadi baik dengan ‘nyonya yang tangannya kutung’ itu!
Sayang sekali dalam hal ini yang tahu hanya Bpk. Leo Sutanto dan saya, karena itu merupakan pembicaraan pribadi. Dan karena itu tidak ada saksi karena Bpk. Leo Sutanto sudah meninggal dunia.

Baru tadi malam (tgl 29 Juli 2013), ada seorang tamu (saudara Yohanes dari GKI Pregolan) datang ke rumah saya dan bertanya, kalau ex istri saya bertobat dan mau kembali dengan saya, apakah saya mau menerimanya kembali? Saya jawab: menikahi dia dulu merupakan kesalahan terbesar dalam hidup saya, dan tidak akan saya ulangi dengan menikahi orang itu untuk kedua-kalinya!
Perhatikan: pernikahan saya membuat saya dipecat dari gereja saya yang pertama (sekalipun yang ini bukan salahnya dia), dan perceraian saya membuat saya dipecat dari gereja saya yang kedua (yang ini jelas salahnya dia).

Jadi, bagi saya, hidup dalam perceraian jauh lebih indah dari pada hidup dalam pernikahan (dengan perempuan seperti itu, dan mertua busuk seperti itu). Dan sebetulnya banyak (tidak semua) orang lain juga seperti itu, hanya saja biasanya mereka berbicara secara munafik kalau ‘pernikahannya indah’, dan sebagainya.

b)   Sebagai orang Kristen, apalagi pendeta, saya percaya pada Ro 8:28.
Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”.
1.   Ayat ini berlaku hanya bagi anak Tuhan yang sejati, dan saya yakin saya adalah anak Tuhan yang sejati.
2.   Kata-kata ‘segala sesuatu’ yang saya garis-bawahi, berlaku mutlak, dan pasti mencakup perceraian.
Jadi, sekalipun perceraian itu merupakan sesuatu yang buruk, tetapi kalau sudah terjadi, maka itu memang ditetapkan dan diatur oleh Tuhan (tanpa membuang tanggung jawab kami yang bercerai), dan Tuhan turut bekerja dalam hal itu untuk mendatangkan kebaikan bagi saya. Jadi, mengapa ‘kehidupan dalam perceraian’ tidak indah?

Bagaimana Sundoro Tanuwidjaja? Puas dengan jawaban saya? Hehehe. Seperti sudah saya katakan, jangan debat dengan saya. Baik kamu, Febrianne, maupun gurumu (Pdt. Sutjipto Subeno), terlalu bodoh untuk itu. Cobalah belajar berdebat dengan keledai dulu! Itu setingkat dengan kemampuan kalian!

IV) ‘Indahnya hidup dan pelayanan’ Pdt. Sutjipto Subeno.

Mengapa saya membahas bagian ini? Karena kelihatannya Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja begitu mengagung-agungkan kesalehan dari Pdt. Sutjipto Subeno, dan juga dalam gegeran antara saya dan Pdt. Sutjipto Subeno pada sekitar tahun 2008, kelihatannya ia sendiri juga menganggap dirinya saleh dan saya bejat. Mari kita melihat sebagian kecil saja dari ‘Indahnya Hidup dan Pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno’.

1)   Pdt. Sutjipto Subeno ‘menyetujui’ perceraian Budi Asali dengan istrinya.
Seperti sudah saya katakan di depan, saya mendengar berita bahwa istri saya menceraikan saya atas dorongan mertua saya, yang adalah jemaat dari Pdt. Sutjipto Subeno. Sudah pasti Pdt. Sutjipto Subeno mengetahui rencana perceraian itu, karena dalam gegeran antara dia dan saya pada bulan Juni tahun 2008 ia sudah menyebut-nyebut hal itu (bukti emailnya ada pada saya), padahal perceraian resmi baru terjadi pada awal tahun 2010 (proses perceraian memakan waktu 3 tahun).
Lalu kalau jemaatnya menganjurkan perceraian, sedangkan dalam pemikiran Pdt. Sutjipto Subeno cerai itu salah / dosa dalam keadaan apapun, apakah dia pernah menasehati mertua saya, yang adalah jemaatnya itu, untuk menghentikan proses perceraian itu? Kalau Pdt. Sutjipto Subeno memang menasehati, dan kalau mereka menolak nasehatnya, seharusnya proses siasat gerejani harus diberlakukan. Apakah ada hal-hal ini? Sama sekali tidak ada. Saya bahkan yakin, pada waktu Pdt. Sutjipto Subeno mendengar hal ini, ia bahkan bersukacita DALAM SETAN, karena ‘musuh besar’nya akan / sedang mengalami perceraian, yang bisa ia jadikan senjata untuk menyerangnya.

Pertanyaan saya: salehkah seorang pendeta, yang membiarkan suatu proses perceraian, dan bersukacita pada saat tahu terjadinya perceraian, yang ia anggap sebagai suatu dosa? Dan sekarang, ia menyerang saya (memfitnah dimana-mana), karena perceraian yang ia biarkan terjadi itu!
Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, para penyembah Pdt. Sutjipto Subeno, ayo jawab pertanyaan ini! Alangkah salehnya dewa kalian!

2)   Pdt. Sutjipto Subeno menyetujui polygamy.
Dalam jemaatnya di GRII Andhika Plaza, ada seorang yang katakanlah bernama Mr. X (sekarang sudah meninggal). Orang ini adalah orang yang sangat kaya, dan sudah ada di sana pada waktu saya masih menjadi penginjil di GRII Andhika Plaza, dan saya tahu bahwa dia mempunyai dua istri (polygamy). Saya pernah memberitakan dari mimbar tentang keberdosaan dari polygamy, dan memang saya tujukan untuk dia (tetapi tanpa menyebut namanya). Tetapi tak lama setelah itu saya dikeluarkan dari GRII. Dan akhirnya Pdt. Sutjipto Subeno menjadi Gembala di gereja ini.
Pertanyaannya: pernahkah Pdt. Sutjipto Subeno punya nyali sedikit saja untuk menegur orang ini? Seharusnya ia melakukan hal itu, dan kalau orang itu tak mau bertobat, seharusnya ia melanjutkan dengan menjalankan siasat gerejani terhadapnya! Tetapi ternyata sampai Mr. X itu mati (beberapa bulan yang lalu), ia tetap aman-aman saja di GRII.
Bukan hanya itu saja, tetapi ada hal lain berkenaan dengan hal itu, yang jauh lebih buruk lagi. Seorang jemaat saya bernama Khe Kie (no HP: 0818584461) menceritakan kepada saya bahwa suatu hari ia menjemput Pdt. Sutjipto Subeno dari bandara dan mereka lalu makan bersama. Khe Kie (yang diceraikan oleh istrinya, dan istrinya lalu kawin lagi) bertanya apakah dia (Khe Kie) boleh menikah lagi? Pdt. Sutjipto Subeno menjawab ‘Tidak boleh’! Khe Kie lalu tanya: ‘Lalu mengapa Mr. X itu boleh punya 2 istri?’. Pdt. Sutjipto Subeno menjawab secara tidak tahu malu: ‘O dia konglomerat!’.
Waktu Khe Kie menceritakan cerita itu kepada saya di depan jemaat saya (dalam acara Pemahaman Alkitab GKRI Golgota tanggal 31 Juli 2013), saya lalu bilang: “Khe Kie, yang salah itu kamu, soalnya kamu melarat. Kalau kamu kaya / konglomerat, pasti Pdt. Sutjipto Subeno ijinkan kamu menikah lagi!”.
Hmmm, konglomerat yang jelas-jelas terbukti polygamy diperbolehkan, tetapi Budi Asali yang perzinahannya tak bisa dibuktikan, dan lalu diceraikan istri, diserang habis-habisan! Betul-betul munafik!
Saya yakin seandainya Eyang Subur bertobat dan masuk GRIInya Pdt. Sutjipto Subeno, dia pasti akan diterima baik-baik dengan 8-9 istri-istrinya!
Bagaimana pendeta pengecut, dan mata duitan dengan standard ganda seperti ini bisa dianggap saleh oleh jemaatnya? Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, ayo jawab kata-kata saya ini! Itukah yang kalian sebut INTEGRITAS, KUDUS, dsb????
Dan untuk Pdt. Stephen Tong dan sinode GRII, bagaimana tanggapan bapak-bapak tentang Pdt. Sutjipto Subeno dalam hal ini?

3)   Pdt. Sutjipto Subeno memerintahkan seorang istri menceraikan suaminya!
Ada orang bernama Irwan dari Persekutuan Pemuda Ambon. Ia gegeran dengan istrinya, dan Pdt. Sutjipto Subeno memerintahkan istrinya untuk menceraikan suaminya, karena yang laki-laki agak gila (menurut Pdt. Sutjipto Subeno). Akhirnya mereka betul-betul cerai. Ini terjadi sekitar 7-8 tahun lalu. Info dari Pdt. Andi Halim.
Lagi-lagi standard ganda. Mengajar dalam bukunya bahwa cerai dalam keadaan apapun salah, dan menyalahkan saya yang mengajar bahwa cerai diijinkan hanya dalam kasus terjadinya perzinahan (padahal saya punya 2 ayat pendukung, yaitu Mat 5:32 dan Mat 19:9), tetapi di sini ia memerintahkan istri untuk menceraikan suaminya, karena suami itu gila (entah benar atau tidak), yang sama sekali tidak ada dasar Alkitabnya! Alangkah ‘Indahnya Hidup Pdt. Sutjipto Subeno’!
Dan mengapa hal itu tidak diterapkan kepada istrinya sendiri? Kalau istri harus menceraikan suami yang gila, maka istri Pdt. Sutjipto Subeno berdosa karena tidak menceraikan suaminya!
Ayo Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, para penyembah Pdt. Sutjipto Subeno, bela ‘allah’mu itu!
Pdt. Stephen Tong dan sinode GRII, bagaimana tanggapan bapak-bapak tentang perceraian yang terjadi karena ulah dari salah satu pendeta GRII?

4)   Pdt. Sutjipto Subeno mengusir jemaat Pdt. Andi Halim di gereja Pdt. Andi Halim.
Suatu hari Pdt. Sutjipto Subeno berkhotbah di GRII Ngagel Jaya (Pdt. Andi Halim adalah gembala gereja ini). Dalam khotbah, Pdt. Sutjipto Subeno bertanya: siapa dari jemaat sudah membaca buku dari Momentum lebih dari 50 buku? Ternyata tak ada. Ia lalu turunkan jadi 30, lalu 20 (entah sampai berapa Pdt. Andi Halim tak ingat persis), tetap tak ada yang angkat tangan. Pdt. Sutjipto Subeno lalu bilang: “Ini bukti jemaat ini tidak menghargai gerakan Reformed.”. Bayangkan betapa gilanya Pdt. Sutjipto Subeno ini! Seorang jemaat yang duduk di depan, bernama Rafael, menjadi marah dan ngomel-ngomel (bersungut-sungut) dengan suara cukup keras. Pdt. Sutjipto Subeno marah kepadanya dan menyuruh dia diam. Rafael marah balik dan bilang bahwa dia tidak akan diam sampai diusir. Eh, Pdt. Sutjipto Subeno lalu betul-betul mengusir Bpk. Rafael dari ruang kebaktian, dan Bpk. Rafael betul-betul keluar dari rung kebaktian! Kok ya mau-maunya menurut pada perintah dari pendeta cebol yang gila ini? Kalau saya jadi Rafael, saya pasti akan lawan pendeta gila itu!
Cerita ini saya dapatkan dari Pdt. Andi Halim sendiri dan Pdt. Andi Halim mengatakan bahwa bukti rekaman ada pada dia, dan menambahkan bahwa gara-gara hal itu Bpk. Rafael hampir keluar dari GRII. Alangkah ‘Indahnya Pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno’!
Saya memberi komentar kepada Pdt. Andi Halim: “Kalau saya jadi kamu, saat itu juga saya seret pendeta pendek itu turun dari mimbar dan usir dia, dan minta jemaat yang keluar itu untuk kembali.”.
Bayangkan: khotbah di gereja orang lain, dan usir jemaat orang itu! Pendeta manapun yang ingin jemaatnya cepat habis, silahkan undang Pdt. Sutjipto Subeno untuk khotbah di gereja saudara!
Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, ayo jawab cerita tentang ‘Indahnya pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno’ ini!

5)   Pdt. Sutjipto Subeno khotbah dalam seminar di Universitas Petra, dan entah karena apa, ia memaki-maki Universitas Petra, dan mengatakan bahwa ini adalah pendidikan kristen yang kacau.
Setelah ia selesai khotbah, dan rektor memberi sambutan penutup, rektor mengatakan: “Kalau tahu begini, saya tak undang anda.”. Info dari Pdt. Andi Halim.
Saya pikir rektor itu sabar sekali. Lagi-lagi, kalau saya jadi dia, di tengah-tengah khotbah akan saya turunkan pendeta kurang ajar itu dari mimbar dan usir dia!
Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, ayo jawab cerita tentang pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno yang hebat dan berwibawa ini!

6)   Pdt. Sutjipto Subeno minta jadi pembicara tunggal, sampai panitia terpecah.
Di Unair diadakan retreat, dan panitia memutuskan untuk meminta Pdt. Sutjipto Subeno menjadi salah satu pengkhotbah dalam retreat itu. Waktu diminta, Pdt. Sutjipto Subeno bilang, kalau anda undang saya, saya tidak mau digabung dengan pembicara lain. Ini menyebabkan panitia pecah, karena ada para penyembah Pdt. Sutjipto Subeno yang mau menyetujui permintaannya sedangkan yang lain menolaknya. Terjadi kira-kira 10 tahun lalu, dan diinfokan oleh Pdt. Andi Halim.

7)   Pdt. Sutjipto Subeno tak mau khotbah untuk sedikit orang.
Lagi-lagi di Unair, Pdt. Sutjipto Subeno diundang jadi pembicara, dan dia bertanya: ada berapa orang? Dijawab, 30 orang. Pdt. Sutjipto Subeno bilang dia tak mau kalau hanya 30 orang, harus 500 orang! Info dari Pdt. Andi Halim.

Komentar saya: dia pikir dia siapa? Jemaatnya sendiri tidak ada 500 orang! Dan sebetulnya 30 orang itu sesuai dengan postur tubuhnya karena dengan demikian semua bisa melihat dia pada saat khotbah. Kalau 500 orang, maka orang yang duduk di baris ke 10 dari depan saja pasti tak bisa melihat pengkhotbah yang tingginya mungkin tak sampai 1,5 meter ini! Hehehe. Kalau Zakheus yang juga pendek (jemaat) tak bisa lihat Yesus (pengkhotbah), dia bisa naik pohon. Tak masalah. Tetapi kalau jemaat (banyak laginya) tak bisa lihat pengkhotbahnya, bagaimana? Atau harus diberi banyak pohon, tangga, dsb, di ruangan dan jemaatnya naik ke pohon dsb itu? Atau pengkhotbah / pendetanya yang dinaikan pohon?

Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, alangkah ‘rendah-hati’nya pendeta sesembahanmu itu! Alangkah miripnya ‘pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno yang indah’ itu dengan pelayanan Yesus, yang mau melayani SATU Nikodemus (Yoh 3) dan SATU perempuan Samaria (Yoh 4)!

Kalau Pdt. Stephen Tong arogan, sekalipun itu salah, tetapi dia memang orang pinter / pandai, dan jelas punya IQ tinggi. Jadi, saya bisa memaklumi itu sebagai kelemahannya. Tetapi pendeta pendek ini, tidak punya kepandaian dari Pdt. Stephen Tong, tetapi meniru sikap arogannya saja. Dan tak ada yang lebih memuakkan dari seorang Moron (= dungu) yang bersikap seolah-olah dia Genius!

8)   Pdt. Sutjipto Subeno drop out / dikeluarkan dari SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara).
Ia dikeluarkan, karena menentang dosen. Info dari Pdt. Andi Halim.
Dan pada waktu saya ketemu Pdt. Daniel Tanusaputra (sekitar tahun 2005-2006), yang adalah dosen SAAT, dan kami membicarakan Pdt. Sutjipto Subeno, ia mengatakan: “Orang ini dari dulu adalah ‘trouble maker’ (= pembuat kekacauan)!”.
Hebatnya sejarah study dari pendeta cebol ini! Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, ayo jawab cerita tentang study yang hebat dari Pdt. Sutjipto Subeno yang indah ini! Dia drop out / dikeluarkan dari SAAT! Saya heran mengapa orang ini lalu dipungut oleh Pdt. Stephen Tong! ‘Amazing Grace’ (= Kasih karunia yang mengherankan)! Tetapi pendeta bejat ini menyalah-gunakan kasih karunia yang diberikan kepadanya!

9)   Pdt. Sutjipto Subeno memaki-maki saya tanpa alasan.
Beberapa tahun yang lalu (Juni tahun 2008), gereja kami (GKRI Golgota) pernah mengadakan acara khusus (saya lupa acara apa), dan satu orang dari kami (nama: Chandra Johan, no HP: 081-3325-88000), tanpa sepengetahuan saya, meng-email-kan undangan kepada Pdt. Sutjipto Subeno. Kalau dia tidak mau datang, itu urusan dia. Jangan datang kan sudah tak ada masalah? Tetapi bukan hanya itu yang orang gila ini lakukan. Dia kirim email balasan ke Chandra Johan, dan isinya memaki-maki saya, sebagai bercerai, hidup tak seperti hamba Tuhan, dan sebagainya. Tak puas hanya dengan tindakan yang sudah cukup gila itu, Pdt. Sutjipto Subeno juga mem-forward-kan email itu kepada saya (yang sama sekali tak tahu menahu tentang hal itu). Saya marah bukan main (jujur saja saya bukan orang sabar, apalagi kalau menghadapi orang gila seperti ini), dan saya telpon dia dan ajak geger, bahkan saya ajak berkelahi kalau memang dia bukan pengecut (saya berani lawan dia hanya dengan satu tangan kiri saja!)! Dan tentu saja pengecut ini tidak berani!
Persoalan ini saya laporkan kepada sinode GRII pusat, dan kabarnya dia dilabrak, tetapi tanpa ada permintaan maaf dari dia.
Sampai sekarangpun Pdt. Sutjipto Subeno memfitnah saya dimana-mana. Cerita datang dari segala macam penjuru tanah air berkenaan dengan hal itu.
Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, bagaimana pendapat kalian tentang pendeta sesembahan kalian yang lidahnya seperti lidah ular beludak itu?

10) Pdt. Sutjipto Subeno menolak kehadiran Pdt. Andi Halim di Bali.
Pdt. Sutjipto Subeno sudah punya MRII di Denpasar, lalu Pdt. Andi Halim membuat seminar. Pertama-tama didukung oleh Pdt. Sutjipto Subeno, tetapi untuk kedua-kalinya Pdt. Sutjipto Subeno tidak lagi mau mendukung, dan ia bahkan melarang jemaatnya untuk mendukung seminar dari Pdt. Andi Halim.
Hebat sekali, sesama pendeta dari kalangan GRII, tetapi yang satu menolak yang lain. Kalau motivasi pelayanan Pdt. Sutjipto Subeno adalah untuk memuliakan Tuhan, seharusnya ia mendukung setiap pelayanan dari hamba Tuhan manapun (selama bukan nabi palsu). Kalau ia menolak hamba Tuhan dari kalangan lain, saya menganggap itu sudah salah. Tetapi bahwa ia menolak Pdt. Andi Halim, yang sama-sama dari GRII, merupakan sesuatu yang tak terbayangkan bagi saya! Jelas sekali menunjukkan bahwa motivasi pelayanannya adalah EGO!
Belum puas dengan itu, jemaatnya yang mendukung pelayanan Pdt. Andi Halim (nama: Yulia) diancam, diteror, dikucilkan dsb!
Apa gunanya dalam GRII Pdt. Sutjipto Subeno menggunakan 12 Pengakuan Iman Rasuli yang salah satu kalimatnya berbunyi ‘Gereja yang kudus dan am’? Alangkah berbedanya pengakuan imannya yang hebat itu, dengan prakteknya dalam pelayanannya!
Oh ya, mungkin ada yang beralasan, Pdt. Sutjipto Subeno menganggap Pdt. Andi Halim (dan saya) sebagai sesat, karena itu maka ditolak. Tetapi kalau itu alasannya, mengapa seminar pertama dari Pdt. Andi Halim dia dukung?
Febrianne dan Sundoro Tanuwidjaja, ayo bela pendeta pujaan kalian ini!
Untuk Pdt. Stephen Tong dan sinode GRII, bagaimana bapak-bapak bersikap berkenaan dengan hal ini? Karena saya mendengar Pdt. Sutjipto Subeno bahkan melaporkan persoalan ini kepada sinode / Pdt. Stephen Tong.

Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Pdt. Sutjipto Subeno, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.

V) Himbauan untuk GRII dan Pdt. Stephen Tong.

1)   Himbauan untuk Pdt. Andi Halim.
Sekalipun Pdt. Andi Halim sefaham dengan saya dalam hal theologia Reformed, tetapi ada satu hal yang saya tidak setuju dengan dia, yaitu dalam penggunaan istilah ‘Reformed klasik’ yang ia gunakan. Mengapa?
Pertama-tama, saya kira istilah ‘Reformed klasik’ ini menimbulkan pengertian seakan-akan ada ‘Reformed yang tidak klasik’, padahal ini tidak pernah ada. Saya kira kalau dari kata-kata para penyembah Pdt. Sutjipto Subeno muncul istilah ‘Reformed moderat’, mungkin sekali istilah yang tak pernah ada itu muncul gara-gara istilah ‘Reformed klasik’ yang digunakan Pdt. Andi Halim.
Kedua, dalam buku-buku theologia / tafsiran dari orang-orang Reformed, istilah ini tak pernah saya lihat. Saya pernah menyatakan ketidak-setujuan saya kepada saudara Mey, dan saudara Mey memberikan kepada saya jawaban dari Pdt. Andi Halim, yang mengatakan bahwa di internet istilah ‘Reformed klasik’ itu memang ada. Tetapi persoalannya, apa arti sebenarnya dari kata ‘klasik’?

Tentang kata bahasa Inggris ‘Classic’ ada 6 arti yang diberikan oleh ‘Webster’s New World Dictionary of the American Language (College Edition)’, tetapi dalam kasus ini yang memungkinkan untuk diambil cuma 3, yaitu:
a)   ‘of the highest class; most representative of the excellence of its kind; having recognized worth’ (= dari kelas / golongan yang tertinggi; paling mewakili dari / tentang keunggulan dari jenisnya; mempunyai nilai yang diakui).
b)   ‘in accordance with established principles of excellence in the arts and sciences’ (= sesuai dengan prinsip-prinsip keunggulan yang diakui dalam seni dan ilmu pengetahuan).
c)   ‘famous as traditional or typical’ (= terkenal sebagai bersifat tradisi atau mempunyai sifat-sifat / kwalitet-kwalitet).

Dari arti-arti ini saya sendiri sama sekali tidak melihat bahwa istilah ‘Reformed klasik’ itu adalah sejenis Reformed tertentu, dan lalu ada jenis Reformed yang lain. Sama sekali tidak demikian. Juga pada waktu saya melihat di Google, tentang ‘Classical Reformed’, maka saya mendapatkan tulisan yang saya kutipkan di bawah ini (lengkap dengan sumbernya):

What Is Classical Reformed? With the passage of years, it becomes evident that all things on this earthly scene are mutable. Even the church changes with the society around it. This is not altogether to be decried. Like each successive child born into a family, another generation has its own face and personality. The church faces an arduous undertaking, with two mandates. On the one hand, the church is to be the pillar and ground of the truth, by its stable adherence to Scripture. At the same time, it must learn how to engage the new order emerging in its day, so that the church is always bringing the apostolic faith to bear on the conscience of its time. The first mandate requires tenacity, and the second adaptability. Faced with this mission, some lose conviction concerning aspects of the doctrine and religious practice which the church had long understood to be taught by the Word of God. For those who remain persuaded that the church’s classic confessions of faith are faithful to Scripture, there must be discernment as to what should be let go from the past life of the church. Believers five hundred years ago could not have imagined the society we have today. Many social and technological developments have an effect for good on the lives of the Lord’s people. But what ministers and elders, in being admitted to office, have vowed to conserve are those aspects of the church’s historic identity which are doctrinal or which constitute specifically religious practice. To have a classical Reformed persuasion means that one adheres to the same doctrine and religious practice as that of the Reformation, such as was embodied in the Reformed confessions of the sixteenth and seventeenth centuries, in the belief that these are in accord with the Word of God. In these areas our church seeks to preserve or restore historic doctrine and practice. (= Apakah Reformed klasik itu? ... Mempunyai keyakinan / kepercayaan Reformed klasik berarti bahwa seseorang menganut / setia pada doktrin dan praktek agamawi yang sama seperti yang dianut oleh Reformasi, seperti yang diwujudkan dalam pengakuan-pengakuan Reformed dari abad ke 16 dan 17, dalam kepercayaan bahwa hal-hal ini sesuai dengan Firman Allah. Dalam daerah-daerah / bidang-bidang ini gereja kami mengusahakan untuk memelihara atau memulihkan doktrin dan praktek yang bersifat sejarah.).
Catatan:
2.   Saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

Tulisan ini justru menunjukkan bahwa dengan istilah ‘Reformed klasik’ ia mau mempertahankan / menjaga theologia Reformed yang sejati dari perubahan-perubahan, dan tetap mempertahankan theologia Reformed yang sejati dari abad ke 16 dan 17.

Dari pada menimbulkan kerancuan karena kesalah-pahaman jemaat, saya merasa Pdt. Andi Halim sebaiknya membuang istilah ‘Reformed klasik’ itu. Ajaran yang kita percayai adalah ‘Reformed’, dan ajaran Pdt. Stephen Tong dan Pdt. Sutjipto Subeno adalah ‘Arminian’ atau paling-paling ‘semi-Reformed’.

Bandingkan dengan kata-kata Loraine Boettner (seorang ahli theologia Reformed) di bawah ini.
Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all ages (= Orang yang menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang specific; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang specific yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

2)   Himbauan kepada semua pendeta / penginjil dari GRII.
Siapapun anda, kalau anda memang bukan Reformed, jangan memfitnah kami yang betul-betul Reformed (saya dan Pdt. Andi Halim), juga jangan memfitnah ajaran Reformed yang sejati, dengan mengatakan semua itu sebagai Hyper-Calvinisme!
Tidak mungkin sebagai hamba Tuhan anda tidak menyadari kalau fitnah seperti itu adalah dosa.

Tetapi bisa saja anda tidak menganggap diri memfitnah, kalau anda tak tahu apa sebenarnya Hyper-Calvinisme itu. Untuk menjelaskan hal itu, saya kutipkan dari buku Edwin Palmer di bawah ini.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.

Catatan: buku ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh LRII / toko buku Momentum, disertai dengan prakata oleh Pdt. Stephen Tong! Juga LRII / toko buku Momentum menterjemahkan dan menerbitkan buku ‘Systematic Theology’ karangan Louis Berkhof, yang juga jelas-jelas adalah Reformed sejati seperti saya dan Pdt. Andi Halim. Baik Edwin Palmer maupun Louis Berkhof, keduanya percaya penetapan dosa dan segala sesuatu.

Apakah saya atau Pdt. Andi Halim, atau pandangan Reformed sejati yang kami ajarkan, membuang tanggung jawab manusia? Sama sekali tidak ada hal seperti itu! Saya memberitakan Injil luar biasa banyak, dan saya berdebat dengan segala macam orang sesat dalam kalangan Kristen, bahkan saya berdebat dengan orang-orang Islam, dengan tujuan untuk memberitakan Injil! Itu tidak mungkin saya lakukan kalau saya adalah seorang Hyper-Calvinist!

3)   Himbauan untuk Pdt. David Tong dan Pdt. Benyamin Intan.
Dari Pdt. Andi Halim dan dari beberapa sumber lain, saya mendapat berita bahwa Pdt. David Tong dan Pdt. Benyamin Intan adalah Reformed sejati, yang mempercayai penetapan dosa dan segala sesuatu. Tetapi mengapa tak bersuara sama sekali??
Ada orang yang mengatakan bahwa bapak-bapak berdua tidak mungkin mau ‘merusak’ pelayanan Pdt. Stephen Tong dengan memberitakan ajaran Reformed yang sejati yang bapak-bapak percayai. Saya tidak tahu ini benar atau tidak, tetapi kalau ini benar, maka ini menunjukkan bahwa bapak-bapak lebih mengutamakan pelayanan Pdt. Stephen Tong dari pada kebenaran yang bapak-bapak percayai! Bandingkan sikap itu dengan ayat-ayat di bawah ini:
Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu.”.
Luk 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”.

Thomas Manton (tentang Yak 3:17): “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be blended together in confusion than one jot of truth perish (= Jika perhatian yang paling utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa) - hal 316.

Calvin, dalam komentarnya tentang Ef 5:11, berkata: “But rather than the truth of God shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= Dari pada kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).

Kalau orang yang doktrinnya benar bungkam 1000 bahasa, sedangkan orang yang doktrinnya salah justru vokal / berkoar kemana-mana (seperti Pdt. Sutjipto Subeno), kemana arah kekristenan ini jadinya?

Seorang yang bernama Edmund Burke berkata: “All that is necessary for the triumph of evil is that good men do nothing” (= Semua yang dibutuhkan supaya kejahatan menang adalah bahwa orang-orang yang baik tidak melakukan apa-apa) - ‘Streams in the Desert’, vol 2, June 13 (ini suatu buku saat teduh tahunan).

4)   Himbauan untuk Pdt. Stephen Tong (dan sinode GRII).
Untuk Pdt. Stephen Tong, saya yakin mutlak bahwa bapak tahu kalau ajaran / kepercayaan bapak jelas ‘bukan Reformed’. Saya sebetulnya tak peduli hal ini, karena kepercayaan memang tak bisa dipaksakan, dan setiap orang berhak memilih aliran apapun yang ia sukai.
Yang saya persoalkan adalah: kalau bapak bukan Reformed, mengapa memakai nama ‘Reformed’? Ini yang menimbulkan segala masalah. Pdt. Andi Halim mengatakan kepada saya bahwa bapak pernah mengatakan bahwa aliran GRII memang bukan ‘Reformed’ tetapi ‘Reformed Injili’. Aliran baru? Tetapi kalau memang demikian, himbauan saya adalah: bersikaplah konsisten. Dalam setiap khotbah / pengajaran bapak, jangan sebut diri ‘Reformed’, tetapi sebut diri ‘Reformed Injili’. Kenyataannya bukan itu yang saya dengar kalau saya mendengar khotbah / pengajaran bapak. Bapak hanya menyebut ‘Reformed’! Bukankah itu menimbulkan kerancuan? Apakah bapak tidak merasakan / menganggap ini sebagai penipuan terhadap seluruh kekristenan?

Saya kira semua masalah yang sekarang ada, seperti pertengkaran antara Pdt. Sutjipto Subeno dan saya / Pdt. Andi Halim, juga fitnah dari para pendeta GRII (bukan semua, tetapi banyak) terhadap saya / Pdt. Andi Halim / Reformed yang sejati dengan menyebut kami sebagai Hyper-Calvinist, sumbernya adalah pada ketidak-konsistenan bapak dalam hal ini. Bapak adalah tokoh yang didewakan oleh banyak pengikut bapak, dan pendeta-pendeta GRII, sehingga mereka tidak mau bapak saya sebut sebagai ‘bukan Reformed’, atau ‘semi-Reformed’, atau bahkan ‘Arminian’, dan akibatnya mereka membela bapak secara membuta dengan memfitnah saya (dan Pdt. Andi Halim) sebagai Hyper-Calvinist!

Jadi, saya memberanikan diri untuk menghimbau kepada bapak, kalau bapak memang peduli tentang semua pertengkaran / perpecahan ini, dan kalau bapak mau konsisten, pilihlah satu dari dua hal ini, ubah nama ‘Reformed’ itu, atau ubahlah pandangan dan ajaran bapak, dan jadilah Reformed yang sejati!

Catatan: saya tidak pernah memusuhi bapak. Sebagai bukti bahwa saya tak memusuhi bapak, pada waktu Pdt. Suhento Liauw dari Gereja Baptis Independen Jakarta memfitnah bapak dalam seminarnya yang saya hadiri di Surabaya, saya membantahnya di depan umum, dan semua ini juga saya masukkan internet. Juga kalau ada acara yang bapak adakan di Surabaya, saya tak pernah melarang jemaat saya untuk menghadirinya.
Saya memang beberapa kali menyerang ajaran / khotbah bapak, dan memasukkannya ke internet. Tetapi saya melakukan itu semua, sama sekali bukan untuk menjatuhkan bapak, ataupun merusak nama bapak! Coba bapak pikirkan, kalau saya menyerang bapak itu, saya dapat keuntungan apa? Sama sekali tidak dapat keuntungan, malah dapat kerugian, karena sangat banyak orang fanatik terhadap bapak, dan menjadi marah kepada saya, pada saat saya menyerang bapak. Itu saya sadari sepenuhnya pada waktu saya menyerang bapak! Tetapi saya tetap melakukannya. Mengapa dan untuk apa? Saya melakukan semua itu demi kebenaran! Saya sadar bapak punya nama besar, dan itu menyebabkan banyak orang mengaminkan apapun yang bapak katakan. Karena itu, adalah sangat membahayakan kalau bapak mengajar salah. Dan karena itu, kalau saya mendengar ajaran salah, apalagi sesat, dari bapak, saya menulis serangan, supaya orang melihat adanya pandangan alternatif. Kalau mereka tetap memilih percaya kepada ajaran salah / sesat dari bapak, itu urusan mereka, tetapi setidaknya saya sudah melakukan tanggung jawab saya. Tetapi yang jelas, saya tidak melakukan itu karena memusuhi bapak.

Saya tahu banyak orang di sekeliling bapak senang menjilat bapak, kontras dengan saya yang ‘menyerang’ bapak. Tetapi pikirkan ayat di bawah ini:

Amsal 27:5-6 - “(5) Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. (6) Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.”.



-o0o-

Lampiran:
1.   Scan surat gugatan cerai dari Francisca (lihat siapa yang menggugat cerai, dan apa alasan cerai).
2.   Scan surat-surat / notulen rapat GKRI Exodus dalam proses pemecatan saya (lihat apa alasan pemecatan).

-o0o-