Tulisan (part II) ini merupakan sambungan dari tulisan di link ini:
Keterangan :
- Tulisan/Kutipan dari Pdt. Budi Asali ada dalam warna ungu
- Tulisan saya ada dalam warna hitam tebal (bold)
- Tulisan Dji ji liong ada dalam warna hitam biasa.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
9) Ia percaya bahasa
Roh, nubuat, mimpi dari Tuhan, malaikat datang beri petunjuk firman, karunia
lakukan mujijat / kesembuhan; semua ini tak ada lagi. 1Kor 13:8 ditafsirkan
menunjuk pada selesainya penulisan Kitab Suci. Ia membahas kata Yunani TON
TELEION dalam ayat itu dan ia mengartikannya sebagai ‘the perfect thing’.
Tanggapan Budi Asali:
Sepanjang saya tahu, tak ada satupun Kitab Suci bahasa
Inggris yang menterjemahkan ‘the perfect thing’.
KJV: ‘But when that which is perfect is come, then that which
is in part shall be done away’.
RSV: ‘but when the perfect comes, the imperfect will pass
away’.
NIV: ‘but when perfection comes, the imperfect disappears’.
NASB: ‘but when the perfect comes, the partial will be done
away’.
ASV: ‘but when that which is perfect is come, that which is
in part shall be done away’.
NKJV: ‘But when that which is perfect has come, then that
which is in part will be done away’.
Dan sekalipun memang ada penafsir-penafsir yang menafsirkan
bahwa ini menunjuk pada selesainya penulisan Alkitab, tetapi hanya sangat
sedikit penafsir yang menafsir seperti itu. Pada umumnya para penafsir
mengatakan bahwa ini menunjuk pada saat kita masuk surga / pada kedatangan
Kristus yang keduakalinya.
1Kor 13:8-10 - “(8) Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan
berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (9) Sebab
pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (10) Tetapi jika
yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”.
Kalau kata-kata ‘jika yang sempurna tiba’ (ay 10) dianggap
menunjuk pada saat Alkitab lengkap, bagaimana mungkin pada saat itu pengetahuan
akan lenyap? Bukankah dengan lengkapnya Alkitab, pengetahuan bukan saja tidak
lenyap, tetapi makin bertambah?
Tetapi kalau diartikan menunjuk pada kedatangan Kristus yang
keduakalinya, maka itu memang memungkinkan, karena pengetahuan pada saat itu
pastilah sangat berbeda dengan pengetahuan kita di dunia ini. Jadi pengetahuan
yang sekarang ini, yang tidak lengkap / tidak sempurna, akan lenyap, digantikan
oleh pengetahuan yang sempurna / lengkap, yang sama sekali baru.
Adam Clarke (tentang 1Kor 13:10): “‘But when that which is
perfect.’ The state of eternal blessedness; then that which is in part – that
which is imperfect, shall be done away; the imperfect as well as the
probationary state shall cease for ever”.
Tanggapan Dji:
Kami percaya setiap kata bahkan setiap huruf yang diwahyukan
(dinubuatkan) Tuhan dalam Alkitab mempunyai makna yang dalam. Tidak boleh
diterjemahkan sembarangan.
Dalam seminar tersebut Dr. Suhento Liauw mengutip kata “TO
TELEION” dari Alkitab interlinear Hendrickson, bukan “TON TELEION” seperti yg
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div kutip, ini memperlihatkan Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div telah salah kutip dengan menambah satu huruf “N” pada kata “TO”,
sehingga menjadi TON TELEION. Padahal yg
dimaksud Dr. Suhento “TON TELEION” dalam seminar adalah justru jika mengacu
kepada orang sempurna itu (dalam bentuk accusative), dan jika dalam bentuk
Nominatif maka menjadi HO TELEIOS.
Tetapi dalam teks bahasa asli Yunani Textus Receptus (TR)
menuliskan “TO TELEION” yang berarti ini mengacu kepada “barang” bukan “orang”.
Ini bukti bahan yg dipakai oleh Dr. Suhento Liauw waktu
seminar di Surabaya
dan di tempat-tempat lain:
TO Teleion =
Barang Sempurna itu
TON Teleion = Orang
Sempurna itu
Maksud Dr. Suhento Liauw jika yang dimaksud di sini adalah
mengacu kepada Tuhan Yesus (dalam bentuk Accusative) maka seharusnya bunyinya
menjadi TON TELEION = Orang Sempurna itu. Jika tidak percaya silahkan buktikan
sendiri dengan membeli kaset VCD rekaman seminar ini tersedia di GBIA Graphe.
Dr. Suhento Liauw memang tidak mengutip kata “TO TELEION” yg
diterjemahkan “the perfect thing” dari Kitab Suci bahasa Inggris manapun,
karena beliau mengutipnya dari Alkitab Interlinear Hendrickson, silahkan Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div untuk mengeceknya kembali dalam Interlinear
Hendrickson. Dalam interlinear Hendrickson menerjemahkan TO TELEION= “the
perfect thing.”
Terjemahan NIV, KJV, RSV, ASV, NASB, NKJV semuanya ini
memang tidak menambahkan kata “thing” di situ, sehingga tidak jelas “the
perfect” di situ mengacu kepada orang atau barang! Jadi, harus kembali kepada
bahasa asli Yunaninya. Silahkan cek Textus Receptus (TR) atau Interlinear
Hendrickson.
Mari kita bedah kata “TO TELEION” menurut kamus The New
Analytical Greek Lexicon oleh Wesley J. Perschbacher : TO TELEION = Adjective
(kata sifat), Gender: Neutral, Singular (tunggal), Accusative (objek). Jadi,
ini cocok diterjemahkan mengacu kepada Alkitab (objek yg sempurna/barang yg
sempurna). Adalah suatu pelecehan dan penghinaan jika menafsir I Kor. 13:10 “To
Teleion” yg Netral, Accusative (objek) dimaksudkan mengacu kepada “Tuhan
Yesus”. Karena Tuhan Yesus bukan barang yang sempurna. Tuhan Yesus sudah
sempurna sebelum dunia ada, dan tidak perlu menunggu kedatangan kedua kalinya
untuk menyatakan IA sempurna.
Jika bahasa Yunaninya di sini (I Kor. 13:10) mengacu kepada
Tuhan Yesus, maka seharusnya bunyinya: HO TELEIOS, bukan To Teleion. Tuhan
Yesus adalah Subjek (Nominatif), Maskulin, tidak mungkin neutral dan
Accusative. Jadi, Tuhan Yesus tidak mungkin NEUTRAL (gender: netral), kecuali
ada yg menganggap-Nya “bencong/banci”. “banci/bencong” pun masih ada gendernya
kalau bukan Feminim maka ia Maskulin.
Jadi, kali ini saya bisa buktikan bahwa apa yang dituliskan
oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas ini adalah karena beliau tidak
teliti atau salahpaham sehingga salah kutip!.
Tanggapan Cahaya :
Kalau memang Suhento Liauw mengatakan TO TELEION, maka
benar bahwa Pak Budi salah kutip dengan mengatakan/menuliskan TON TELEION.
Pak Budi sama sekali tidak membahas bahasa Yunani dari
kata TO/TON TELEION, karena ia hanya membahas dari sisi biblical interpretation dari
1 Kor 13:10.
Cukuplah jika Dji mengatakan Pak Budi salah kutip, dan
tidak perlu berlebihan (lebay) menjelaskan Yunaninya yang bukan merupakan point
persoalan.
To Teleion tidak menunjuk pada Alkitab, tetapi pada saat
kita mati atau saat kedatangan Kristus yang kedua kalinya.
Penafsiran anda konyol, karena didalam seluruh konteks 1
Korintus.13:1-13 sama sekali tidak ada berbicara mengenai “selesainya penulisan
kitab suci”/”Alkitab”.
Menafsirkan satu bagian kitab suci harus melihat bagian
yang lain dari kitab suci.
1 Korintus 13:10 berhubungan dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Saya akan kutip 1 Korintus mulai dari ayat 8 – 13 agar
kita bisa melihat RANGKAIAN KALIMAT DAN IDE dimana dari sana kita bisa melihat apa yang dimaksud
dengan “yang sempurna” / “to teleion”
1 Korintus 13:8 Kasih
tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan
akan lenyap.
13:9 Sebab
pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
13: 10 Tetapi jika yang
sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.
13:11 Ketika aku
kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti
kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi
dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.
13:12 Karena sekarang
kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka.
Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi
nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.
13:13 Demikianlah
tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling
besar di antaranya ialah kasih.
Setelah berbicara pada ayat 10, Paulus mengambil analogi
“masa kanak-kanak dan dewasa” (ayat 11), dan “melihat dalam cermin” (ayat 12)
Semua analogi/gambaran yang dipakai oleh Rasul Paulus
tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan benda/suatu kitab.
Semua analogi/gambaran yang dipakai oleh Rasul Paulus ini
menunjuk pada “suatu waktu” dimana “kita MENJADI dewasa” dan “NANTI kita AKAN
melihat muka dengan muka”.
Kapankah saat itu tiba? Saat itu tiba ketika kita mati
atau Tuhan Yesus datang yang ke dua kalinya. Saat itulah kita disempurnakan,
yaitu saat kita dimuliakan didalam kerajaan surga.
Paulus meninggal dunia tanpa sempat melihat Alkitab
selesai di tulis / di bukukan.
Kalau memang “yang sempurna” itu menunjuk pada selesainya
Alkitab di tulis, maka pengharapan Paulus untuk “melihat muka dengan muka” dan
“mengenal dengan sempurna” adalah sia-sia.
Berikut saya berikan komentar dari beberapa ahli
theologia :
1Co 13:10 But when that which is perfect is come - At
death and in the last day. That which is in part shall vanish away - Both that
poor, low, imperfect, glimmering light, which is all the knowledge we now can
attain to; and these slow and unsatisfactory methods of attaining, as well as
of imparting it to others.
(John Wesley’s explanatory notes)
III. He takes occasion hence to show how much better it
will be with the church hereafter than it can be here. A state of perfection is
in view (1Co_13:10): When that which
is perfect shall come, then that which is in part shall be done away. When
the end is once attained, the means will of course be abolished. There will be
no need of tongues, and prophecy, and inspired knowledge, in a future life,
because then the church will be in a state of perfection, complete both in
knowledge and holiness. God will be known then clearly, and in a manner by
intuition, and as perfectly as the capacity of glorified minds will allow; not
by such transient glimpses, and little portions, as here. The difference
between these two states is here pointed at in two particulars: 1. The present
state is a state of childhood, the future that of manhood: When I was a
child, I spoke as a child (that is, as some think, spoke with tongues), I
understood as a child; ephronoun - sapiebam (that is, “I
prophesied, I was taught the mysteries of the kingdom of heaven, in such an
extraordinary way as manifested I was not out of my childish state”), I
thought, or reasoned, elogizomēn, as a child; but, when I became a man,
I put away childish things. Such is the difference between earth and
heaven. What narrow views, what confused and indistinct notions of things, have
children, in comparison of grown men! And how naturally do men, when reason is
ripened and matured, despise and relinquish their infant thoughts, put them
away, reject them, esteem as nothing! Thus shall we think of our most valued
gifts and acquisitions in this world, when we come to heaven. We shall despise
our childish folly, in priding ourselves in such things when we are grown up to
men in Christ. 2. Things are all dark and confused now, in comparison of what
they will be hereafter: Now we see through a glass darkly (en
ainigmati, in a riddle), then face to face; now we know in part,
but then we shall know as we are known. Now we can only discern things at a
great distance, as through a telescope, and that involved in clouds and
obscurity; but hereafter the things to be known will be near and obvious, open
to our eyes; and our knowledge will be free from all obscurity and error. God
is to be seen face to face; and we are to know him as we are known by
him; not indeed as perfectly, but in some sense in the same manner. We are
known to him by mere inspection; he turns his eye towards us, and sees and
searches us throughout. We shall then fix our eye on him, and see him as he
is, 1Jo_3:2. We shall know how we
are known, enter into all the mysteries of divine love and grace. O glorious
change! To pass from darkness to light, from clouds to the clear sunshine of
our Saviour's face, and in God's own light to see light! Psa_36:9. Note, It is the light of heaven only
that will remove all clouds and darkness from the face of God. It is at best
but twilight while we are in this world; there it will be perfect and eternal
day.
(Matthew Henry’s commentary on the whole Bible)
1Co 13:9-10
in part — partially and imperfectly. Compare a similar
contrast to the “perfect man,” “the measure of the stature of the fullness of
Christ” (Eph_4:11-13).
that which is in part — fragmentary and isolated.
(Jamieson, Fausset, and Brown Commentary )
1Co 13:10
But when that which is perfect is come - Does come; or shall
come. This proposition is couched in a general form. It means that when
anything which is perfect is seen or enjoyed, then that which is imperfect is
forgotten, laid aside, or vanishes. Thus, in the full and perfect light of day,
the imperfect and feeble light of the stars vanishes. The sense here is, that
“in heaven” - a state of absolute perfection - that which is “in part,” or
which is imperfect, shall be lost in superior brightness. All imperfection will
vanish. And all that we here possess that is obscure shall be lost in the
superior and perfect glory of that eternal world. All our present
unsatisfactory modes of obtaining knowledge shall be unknown. All shall be
clear, bright, and eternal.
(Albert Barnes’ Notes On The Bible).
When that which is perfect is come, then the partial
knowledge and prophecy will be done away. The imperfect will give way to the
perfect; the perishable to the enduring. "The perfect" was expected
at the coming of Christ. Some think that it came when the church was fully
matured, since the special gifts then ceased. If there is a reference to this,
the final and complete reference is to the glorified church.
(The People’s New Testament)
10) Mulai saat
Yesus mati sampai Kitab Suci selesai ditulis rasul-rasul jadi Standard kebenaran.
Tanggapan Budi Asali:
Kok Petrus bisa salah, dalam Kis 10 dan Gal 2?
Kis 10:13-15,34-35 - “(13) Kedengaranlah olehnya suatu suara
yang berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi
Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu
yang haram dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya
suara yang berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak
boleh engkau nyatakan haram.’ … (34) Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya:
‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (35)
Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan
kebenaran berkenan kepadaNya”.
Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia,
aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa
orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara
yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan
menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan
orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga
Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu
kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku
berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi,
hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa
saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.
Dan Yohanes bisa salah dengan menyembah malaikat?
Wah 19:10 - “Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk
menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: ‘Janganlah berbuat demikian! Aku
adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian
Yesus. Sembahlah Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat.’”.
Wah 22:8-9 - “(8) Dan aku, Yohanes, akulah yang telah
mendengar dan melihat semuanya itu. Dan setelah aku mendengar dan melihatnya,
aku tersungkur di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu
kepadaku, untuk menyembahnya. (9) Tetapi ia berkata kepadaku: ‘Jangan berbuat
demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, para
nabi dan semua mereka yang menuruti segala perkataan kitab ini. Sembahlah
Allah!’”.
Tanggapan Dji:
Rasul-rasul jelas menjadi standar Kebenaran ketika Alkitab
belum selesai ditulis (setelah kematian Yesus). Petrus dan Yohanes bisa
“SALAH” membuktikan mereka memang tidak
sempurna dalam menjadi standar kebenaran, makanya Tuhan janjikan akan mengirim
yg sempurna ( I Kor. 13:10 To Teleion) mengacu kepada Alkitab yg sempurna
(tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurang).
Tanggapan Cahaya :
Konyol benar! Bagaimana sesuatu yang bisa salah dijadikan
sebagai standar kebenaran?
Mengenai 1 Kor.13:10, saya sudah menanggapinya diatas.
11) Mat 11:13-14
- “(13) Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes
(14) dan – jika kamu mau menerimanya – ialah Elia yang akan datang itu.”.
Ini ditafsirkan, jika kamu mau menerima, ia adalah Elia,
jika tidak mau terima ia adalah Yohanes Pembaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’, yang
tidak membutuhkan tanggapan.
Tanggapan Dji:
Mat. 11:13-14 adalah PERKATAAN LANGSUNG DARI TUHAN YESUS
sendiri. Dr. Suhento Liauw hanya mengutipnya saja dari Alkitab. Silahkan para
pembaca membuka Alkitab sendiri dan baca sendiri Matius 11: 2-14 (tidak perlu
repot-repot menafsir). Bagaimana mungkin orang seperti Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div bisa berkata: “Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’?
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menghina perkataan Tuhan Yesus sendiri. Dr.
Suhento Liauw tidak akan terganggu dengan penghinaan yg lucu ini, hehehehe…..
Tanggapan Cahaya :
Yohanes MUSTAHIL berubah menjadi Elia, lalu berubah
menjadi Yohanes lagi, tergantung pada siapa yang mau menerimanya atau
menolaknya.
Dji, kamu kira ini tontonan sulap?
Kamu kira manusia zaman Yesus hidup adalah tukang sulap
yang suka merubah-rubah orang sesuai keinginan mereka untuk menerima atau
menolak?
Ngelindur kau!
Dalam Yoh 1:21, Yohanes Pembaptis sendiri berkata
bahwa ia bukanlah Elia!
Yohanes 1:21 Lalu
mereka bertanya kepadanya: "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?" Dan
ia menjawab: "Bukan!" "Engkaukah nabi yang akan datang?"
Dan ia menjawab: "Bukan!"
Kenapa dia disebut Elia yang akan datang?
Yohanes disebut Elia yang datang karena :
Luk 1:17 - “dan ia akan
berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati
bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada
pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat
yang layak bagiNya.’”.
12) Karena mau
gerejanya steril, Suhento Liauw selalu khotbah sendiri.
Tanggapan Budi Asali:
Lucu sekali. Kalau dia yang khotbah pasti steril? Jadi
ajarannya Suhento Liauw itu inerrant / infallible? Dan bagaimana kalau dia
mati? Anaknya sendiri steril atau tidak? Apa mungkin dua orang punya theologia
yang persis sama?
Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yang saya kasihi dalam Tuhan
Yesus. Bagaimana mungkin menyuruh orang lain yg tidak mengerti Alkitab
(Kebenaran) untuk berkhotbah di mimbar Tuhan? Cara satu-satunya menjaganya
steril adalah menyuruh orang-orang yg sepaham (satu doktrin) untuk berkhotbah
di mimbar Tuhan, atau memang harus khotbah sendiri. Tidak ada masalah dengan
pernyataan Dr. Suhento Liauw.
Tanggapan Cahaya :
Siapa yang menyuruh orang lain yang tidak mengerti
Alkitab untuk berkhotbah di mimbar? Anda mengigau?
Anda tidak menjawab pertanyaan Pak Budi : apakah ajarannya Suhento Liauw itu
inerrant / infallible?
13) Kata
‘Katolik’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli (Indonesia diterjemahkan ‘AM’),
disamakan dengan gereja Katolik!
Tanggapan Budi Asali:
Kata yang sama belum tentu artinya sama, dan kalau artinya
sama belum tentu menunjuk pada hal yang sama.
Kata ‘Katolik’ memang artinya ‘am’ atau ‘universal’. Jadi
kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy
Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak
salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal,
yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang jaman.
Encyclopedia Britannica 2010 dengan entry ‘Catholic’: “(from
Greek katholikos, ‘universal’), the characteristic that, according to
ecclesiastical writers since the 2nd century, distinguished the Christian
Church at large from local communities or from heretical and schismatic sects.
A notable exposition of the term as it had developed during the first three
centuries of Christianity was given by St. Cyril of Jerusalem in his Catecheses
(348):the church is called catholic on the ground of its worldwide extension,
its doctrinal completeness, its adaptation to the needs of men of every kind,
and its moral and spiritual perfection. The theory that what has been
universally taught or practiced is true was first fully developed by St.Augustine
in his controversy with the Donatists (a North African heretical Christian
sect) concerning the nature of the church and its ministry. It received classic
expression in a paragraph by St. Vincent of LĂ©rins in hisCommonitoria (434),
from which is derived the formula: ‘What all men have at all times and
everywhere believed must be regarded as true.’ St. Vincent
maintained that the true faith was that which the church professed throughout
the world in agreement with antiquity and the consensus of distinguished
theological opinion in former generations. Thus, the term catholic tended to
acquire the sense of orthodox. Some confusion in the use of the term has been
inevitable, because various groups that have been condemned by the Roman
Catholic Church as heretical or schismatic never retreated from their own claim
to catholicity. Not only the Roman Catholic Church but also the Eastern
Orthodox Church, the Anglican Church, and a variety of national and other
churches claim to be members of the holy catholic church, as do most of the
major Protestant churches”.
Tetapi istilah ‘Katolik’ juga digunakan oleh Gereja Roma
Katolik, mungkin karena mereka menganggap mereka adalah satu-satunya gereja
universal. Itu sebetulnya merupakan suatu penggunaan yang kontradiksi, karena
‘Roma’ merupakan sebutan yang bersifat lokal, sedangkan ‘Katolik’ sebutan yang
bersifat universal.
Bahwa mereka menggunakan kata itu secara salah, itu urusan
mereka. Tetapi kalau Suhento Liauw melarang / menyalahkan orang Kristen
menggunakan kata itu, merupakan suatu kebodohan! Mengapa? Karena gereja-gereja
yang dikecam oleh Gereja Roma Katolik sebagai gereja sesat, termasuk gereja
Protestan, juga mengclaim istilah itu bagi gereja mereka, karena mereka
menganggap gereja merekalah yang benar.
Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri mengakui dan setuju
atau menyatakan “tidak salah”. “Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli
versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus /
Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak
kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia
dan sepanjang jaman.” (padahal yg benar adalah yang kelihatan, jemaat = orang
percaya Yesus JELAS KELIHATAN).
Kalau orang percaya itu adalah hantu maka ia tak kelihatan.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas menggunakan kata
“tetapi KALAU Suhento Liauw melarang.……” “Kalau ini, kalau itu dan kalau-kalau”
nanti jadinya Pak! Janganlah membuat asumsi “Kalau ……..”
Tanggapan Cahaya :
Siapa yang percaya bahwa orang percaya itu hantu, dan ia
tidak kelihatan?
Kamu hantu-nya ya?
Visible and Invisible Church aja kamu tak tahu. Diajar apa kamu sama Liauw di GITS?
Kamu berulangkali membuat asumsi konyol, tetapi tuduh orang lain yang
berasumsi.
Diri sendiri salah, tetapi mengeluhkan orang lain.
14) Serang predestinasi dan katakan neraka bukan dicipta
untuk manusia tetapi untuk setan.
Mat 25:41 - “Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di
sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk,
enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan
malaikat-malaikatnya.”.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang kebodohan ini tidak saya berikan di sini
karena ini berhubungan dengan debat tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya
vs Steven Liauw + partnernya. Saya tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum
debat tanggal 24 Agustus itu terlaksana.
Tanggapan Dji:
ini juga tidak perlu saya tanggapi, kecuali
saya hanya bisa katakan: lihat saja model bahasa ini (menunjukkan siapa jati
diri Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sesungguhnya).
Tanggapan Cahaya :
Lihat saja model anak kemarin sore yang masih bau kencur
tetapi sudah petentang petenteng.
15) Dalam
kebaktian tak boleh ada pemberkatan pada akhir kebaktian. Pemberkatan ada pada
jaman keimaman Harun, jaman sekarang semua orang Kristen adalah imam, jadi tak
boleh ada satu memberkati yang lain. Pemberkatan nikah itu salah, seharusnya
peneguhan nikah.
Tanggapan Budi Asali:
Ajaran ini betul-betul gila, dan tak sulit untuk
membantahnya / menghancurkannya.
a) Dalam jaman
Perjanjian Lama, yang memberkati adalah imam besar, tetapi berkat itu
sebetulnya jelas bukan datang dari imam besar itu sendiri, tetapi dari Tuhan.
Jadi, imam besar itu hanyalah alat Tuhan.
Bil 6:22-27 - “(22) TUHAN berfirman kepada Musa: (23)
‘Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati
orang Israel,
katakanlah kepada mereka: (24) TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;
(25) TUHAN menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih karunia;
(26) TUHAN menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.
(27) Demikianlah harus mereka meletakkan namaKu atas orang Israel, maka
Aku akan memberkati mereka.’”.
Lalu mengapa dalam Perjanjian Baru, pendeta tak boleh jadi
alat Tuhan untuk memberikan berkat dalam kebaktian?
Tanggapan Dji:
Tidak ada orang (termasuk Dr. Suhento Liauw)
yg mengatakan berkat itu dari manusia, jelas berkat itu dari Tuhan baik dalam
Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.
Tanggapan Cahaya :
Pak Budi tidak pernah menulis/mengatakan bhw ada orang
yang mengatakan berkat itu dari manusia.
Mahasiswa koq suka ngelinduran!
Bedanya dalam zaman Perjanjian Lama memang semuanya masih
bersifat simbol, sehingga ada acara memberkati anak, dll. Sedangkan dalam
Perjanjian Baru semua orang percaya adalah sama di mata Tuhan, bahkan setiap
orang adalah imam yg rajani. I Pet. 2:9 “Tetapi kamulah (setiap orang percaya)
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan
Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari
Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang
ajaib:” Jadi, setiap orang percaya sekarang sudah bisa berdoa langsung kepada
Tuhan Yesus atau minta berkat sendiri dari Tuhan, tidak seperti dalam zaman
Perjanjian Lama yg memerlukan seorang imam. Justru atas dasar apa seorang
seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div merasa layak minta berkat bagi orang
lain?…… camkan ini Pak!…….
Tanggapan Cahaya :
1. Dalam PL
semuanya bersifat simbol? Memberkati anak itu simbol apa?
2. Kalau dalam PB semua orang percaya adalah imam dan
semua orang bisa meminta berkat dari Tuhan, apa salahnya meminta berkat bagi
orang lain?
b) Kalau karena
dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen adalah imam, dan karena itu tak
boleh orang Kristen yang satu memberkati orang Kristen yang lain, maka ingat
bahwa dalam jaman Perjanjian Lama imam punya tugas mengajar Firman Tuhan.
Mal 2:1-7 - “(1) Maka sekarang, kepada kamulah tertuju
perintah ini, hai para imam! (2) Jika kamu tidak mendengarkan, dan jika kamu
tidak memberi perhatian untuk menghormati namaKu, firman TUHAN semesta alam,
maka Aku akan mengirimkan kutuk ke antaramu dan akan membuat berkat-berkatmu
menjadi kutuk, dan Aku telah membuatnya menjadi kutuk, sebab kamu ini tidak
memperhatikan. (3) Sesungguhnya, Aku akan mematahkan lenganmu dan akan
melemparkan kotoran ke mukamu, yakni kotoran korban dari hari-hari rayamu, dan
orang akan menyeret kamu ke kotoran itu. (4) Maka kamu akan sadar, bahwa
Kukirimkan perintah ini kepadamu, supaya perjanjianKu dengan Lewi tetap
dipegang, firman TUHAN semesta alam. (5) PerjanjianKu dengan dia pada satu
pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya – pada pihak
lain ketakutan – dan ia takut kepadaKu dan gentar terhadap namaKu. (6)
Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada
bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang
dibuatnya berbalik dari pada kesalahan. (7) Sebab bibir seorang imam memelihara
pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan
TUHAN semesta alam”.
Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen
adalah imam, dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati orang
Kristen yang lain, maka konsekwensinya adalah: orang Kristen yang satu juga tak
boleh mengajar Firman Tuhan kepada orang Kristen yang lain! Semua orang Kristen
harus menjadi pengajar Firman Tuhan, dan lalu siapa pendengarnya?
Tanggapan Dji:
MEMBERKATI ORANG LAIN dan MENGAJAR FIRMAN TUHAN adalah dua
pekerjaan yg berbeda. Jangan disamakan!. Dalam PL memang tugas imam untuk memberkati
dan mengajar Firman Tuhan, tetapi dalam PB tidak boleh ada orang Kristen yg
berhak memberkati orang lain, yang ada adalah mengajarkan Firman Tuhan, seperti
yang kita lakukan saat ini [atau adanya jabatan yg alkitabiah dalam gereja
yaitu: 1. Gembala/Penatua/Penilik jemaat, 2. Guru Injil (mengajar ke dalam), 3.
Penginjil (mengajar/menginjil keluar, 4. Diaken (pembantu gembala)]
Tanggapan Cahaya :
1. Siapa yang menyamakan antara “memberkati orang lain”
dan “mengajarkan FT”?
2. PB tidak pernah melarang orang Kristen memberkati
orang lain. Anda jangan menambahi Alkitab, cep!
Konsekwensi yang Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div taruh di atas
adalah suatu asumsi yg berlebihan dan “mengada-ngada”, apakah faktanya semua
orang Kristen menjadi pengajar Firman hari ini? Atau apakah memang sudah tidak
ada yg jadi pendengar Firman hari ini?. Bukankah ini adalah asumsi
(konsekwensi) yang sangat berlebihan?…….Mari, lebih berhikmat lagi Pak!…..
Tanggapan Cahaya :
Pak Budi tidak pernah berasumsi bahwa semua orang adalah
pengajar firman Tuhan.
Yang Pak Budi katakan adalah :
“Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang
Kristen adalah imam, dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati
orang Kristen yang lain, maka konsekwensinya adalah: orang Kristen yang satu
juga tak boleh mengajar Firman Tuhan kepada orang Kristen yang lain! Semua
orang Kristen harus menjadi pengajar Firman Tuhan, dan lalu siapa pendengarnya?”
Dan itu adalah serangan untuk kamu jawab, tolol!
Untuk mengerti suatu kalimat aja kamu tak mampu.
c) Bandingkan juga
dengan ayat-ayat ini:
Ro 12:14 - “Berkatilah siapa yang menganiaya kamu,
berkatilah dan jangan mengutuk!”.
1Kor 4:12 - “kami melakukan pekerjaan tangan yang berat.
Kalau kami dimaki,kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar;”.
Ibr 7:7 - “Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih
rendah diberkati oleh yang lebih tinggi”.
Tanggapan Dji:
Ibrani 7:7 disimpan dulu, bahasnya di bawah
nanti.
Kita lihat 2 ayat ini dulu:
Roma 12:14 – “Berkatila ….” (KJV = BLESS)
I Kor. 4:12 “…kami memberkati…..” (KJV = we BLESS).
“BLESS” dalam kamus bahasa Inggris –Indonesia
artinya: 1. Memberkahi, merestui. 2. Mendoakan. –blessed ks. 1. Menyenangkan.
Jadi, ayat-ayat ini jangan dijadikan alasan untuk
berkat-memberkati, tetapi lebih cocok diartikan:
Roma 12:14 “Berdoalah(kpd) siapa yg menganiaya kamu,
berdoalah dan jangan mengutuk!” ini cocok dengan perintah Tuhan Yesus: Mat.
5:44 “Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan BERDOALAH bagi mereka
yang menganiaya kamu.” (saya akui bahwa saya mendoakan Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div ini supaya benar-benar dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil-Nya).
Tanggapan Cahaya :
Bless berarti
memberkati. Memberkati seringkali dilakukan dengan/dalam posisi berdoa.
Isi doa mu di atas sama dengan memberkati Pak Budi bahwa
Tuhan akan memakainya untuk memberitakan Injil.
Argumentasimu ini malah mendukung pengajaran “orang
Kristen boleh memberkati sesamanya”
Kini kita lihat Ibrani 7:7 “Memang tidak dapat disangkal,
bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.” Coba pembaca
sekarang juga, buka Alkitab masing-masing: konteks di ibrani 7:7 ini berbicara
siapa yg lebih tinggi itu? siapa yg boleh memberkati itu? jawabannya: Dia
adalah Melkisedek.
Siapakah Melkisedek itu?:
Kej.14:18 Melkisedek adalah Raja Salem
Ibrani 7:2 Melkisedek adalah Raja Salem, Raja Damai
Sejahtera = Yesus Kristus adalah Raja Damai Sejahtera.
Ibrani 7: 3 “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak
bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena
ia dijadikan sama dengan Anak Allah,
ia tetap menjadi imam sampai
selama-lamanya”.
Ibrani 6:20 “Di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi
kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai
selama-lamanya.” Siapakah Melkisedek sehingga Yesus Kristus menurut
peraturan-Nya? Melkisedek adalah Yesus Kristus sebelum datang dalam bentuk
daging dan darah (sebelum menjadi manusia Yesus) = yang disebut Theophany /
Christophany.
Jadi, bagaimana mungkin seorang Kristen (seperti Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div ini) bisa menggunakan ayat Ibrani 7:7 ini sebagai ayat
argumentasinya untuk memberkati orang lain?……
Tanggapan Cahaya :
Tafsiran tolol!
Melkisedek itu bukan Yesus Kristus.
Kalau Melkisedek = Yesus Kristus, tentu Alkitab tidak
akan menulis :
Ibrani 7: 3 “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak
bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena
ia dijadikan sama dengan Anak
Allah, ia tetap
menjadi imam sampai selama-lamanya”.
Ibrani 7:7 Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih
rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.
7:8 Dan di sini manusia-manusia fana menerima
persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa
Ia hidup.
Dll…
16) Nama Allah yang benar bukan YAHWEH tetapi YEHOVAH.
Alasan: karena dalam manuscript tertua yang gunakan huruf hidup (MT) namanya
disebutkan YEHOVAH.
Tanggapan Budi Asali:
Ini lucu karena MT bukan manuscript! Dalam manuscript tak
ada huruf hidup!Memang YAHWEHpun belum tentu benar, tetapi YEHOVAH pasti salah,
karena huruf hidupnya dipinjam dari ADONAY (dan mungkin juga dari ELOHIM).
Saya akan memberi kutipan dari buiku saya sendiri tentang
Yahweh-isme, yang berbunyi sebagai berikut:
Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah’ / ‘Yehovah’?
Di atas sudah saya jelaskan bahwa setiap kali bertemu dengan
nama YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan). Lalu pada suatu saat, ada
orang-orang yang memasukkan bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY, yaitu A –
O – A ke sela-sela dari YHWH itu, sehingga didapatkan YAHOWAH, dan seorang
dosen saya mengatakan bahwa dalam aksen Jerman (entah dari mana kok tahu-tahu
ada aksen Jerman), ini lalu berubah menjadi YEHOWAH atau YEHOVAH. Pulpit
Commentary dalam tafsirannya tentang Im 24:11 mengatakan bahwa perubahan
YAHOWAH menjadi YEHOWAH itu disebabkan karena: “the laws of the Hebrew language
required the first a to be changed into e, and hence the name Jehovah” (=
hukum-hukum dari bahasa Ibrani mengharuskan huruf a yang pertama untuk diubah
menjadi huruf e, dan karena itu menjadi Jehovah) - hal 383.
Catatan: perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, huruf V
dan W adalah sama.
The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’):
“YHWH was considered too sacred to pronounce; so ADONAY (my Lord) was
substituted in reading, and the vowels of this word were combined with the
consonants YHWH to give ‘Jehovah’, a form first attested at the beginning of
the 12th century AD” [= YHWH dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; maka
ADONAY (Tuhanku) dijadikan pengganti dalam pembacaan, dan huruf-huruf hidup
dari kata ini dikombinasikan dengan huruf-huruf mati YHWH untuk memberikan
‘Jehovah’, suatu bentuk yang pertama-tama ditegaskan pada permulaan abad ke 12
M.] - hal 478.
Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘God, Names of’):
“The divine name Yahweh is usually translated Lord in English versions of the
Bible, because it became a practice in late Old Testament Judaism not to
pronounce the sacred name YHWH, but to say instead ‘my Lord’ (Adonai) – a
practice still used today in the synagogue. When the vowels of Adonai were
attached to the consonants YHWH in the medieval period, the word Jehovah
resulted” [= Nama ilahi ‘Yahweh’ biasanya diterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan) dalam
versi-versi Alkitab bahasa Inggris, karena menjadi suatu praktek dalam Yudaisme
Perjanjian Lama belakangan, untuk tidak mengucapkan nama keramat / kudus YHWH,
tetapi mengatakan ‘Tuhanku’ (ADONAY) sebagai gantinya - suatu praktek yang
masih digunakan jaman ini dalam sinagog. Pada waktu huruf-huruf hidup dari
ADONAY diberikan pada huruf-huruf mati YHWH pada jaman abad pertengahan, kata
Yehovah dihasilkan].
a D o N a Y
¯ ¯
¯
Y H W H
® YaHoWaH ® YeHoWaH / YeHoVaH
Encyclopedia Britannica memberikan penjelasan yang agak
berbeda. Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup yang
dimasukkan di sela-sela YHWH itu diambil bukan hanya dari kata ADONAY (=
Tuhan), tetapi juga dari kata ELOHIM (= Allah). Dari kata yang pertama
didapatkan A – O – A dan dari kata yang kedua didapatkan E – O – I.
Penggabungannya dimasukkan ke sela-sela YHWH. Untuk bunyi huruf hidup pertama,
yang diambil adalah E, untuk yang kedua diambil O, dan untuk yang ketiga
diambil A. Jadi, muncul YEHOWAH / YEHOVAH.
Encyclopedia Britannica 2007: “The Masoretes, who from about
the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew
Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew
words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into
being” [= Para ahli Taurat Yahudi, yang dari kira-kira abad ke 6 sampai abad ke
10 bekerja untuk mereproduksi text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan
huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan tanda-tanda huruf-huruf hidup dari
kata-kata Ibrani Adonai atau Elohim. Maka, nama buatan YEHOVAH (YeHoWaH)
tercipta].
a D o N a Y
¯ ¯
¯
Y H W H
® YeHoWaH / YeHoVaH
e L o H i M
Louis Berkhof rupanya juga sependapat, karena ia berkata:
“And therefore in reading the Scriptures they substituted for it either ’Adonai
or ’Elohim; and the Masoretes, while leaving the consonants intact, attached to
them the vowels of one of these names, usually those of ’Adonai” [= Dan karena
itu dalam membaca Kitab Suci mereka (orang-orang Yahudi) menggantikannya atau
dengan ADONAY atau ELOHIM; dan ahli-ahli Taurat Yahudi, sementara mereka
membiarkan huruf-huruf mati itu utuh, melekatkan kepada huruf-huruf mati itu
huruf-huruf hidup dari salah satu dari nama-nama ini, biasanya huruf-huruf
hidup dari ADONAY] - ‘Systematic Theology’, hal 49.
Dari penjelasan ini bisa dinyatakan bahwa penyebutan YEHOVAH
(atau dalam bahasa Inggris ‘Jehovah’), sebenarnya pasti salah, karena bunyi
huruf hidupnya diambil dari kata ADONAY, atau dari ADONAY dan ELOHIM.
Tanggapan Dji :
Saya tidak mau terlalu mengomentari ini, karena Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div sendiri menyatakan “belum tahu mana yg benar”, sambil
menyatakan penyebutan YEHOVAH “pasti salah”. Padahal sudah dikasih tahu oleh
Dr. Suhento Liauw tentang penyebutan yg benar.
Tanggapan Cahaya :
Hehehe…tanpa argumentasi apa-apa, anda langsung loncat
pada jurang kesimpulan bahwa Suhento Liauw benar
Izinkan saya tambahkan sedikit penjelasan: Mat. 5:18 “Karena
Aku (Tuhan Yesus) berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan
bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi.” Ini artinya Tuhan pasti sanggup memelihara NAMA-NYA
yg KUDUS dan keramat itu. Mana mungkin NAMA TUHAN bisa hilang beberapa huruf
hidup dan tidak diketahui oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div dan Louis Berkhof
?……
Saya lebih percaya kepada Alkitab (kata-kata Tuhan Yesus)
dari pada percaya kepada Louis Berkhof atau yg lainnya.
Tanggapan Cahaya :
Huruf Ibrani hanya mengenal konsonan dan tidak mengenal
huruf hidup (vocal). Dalam manuskrip asli berbahasa Ibrani, YHWH sama sekali
tidak ada huruf hidupnya.
Jadi bagaimana anda bisa berbangga bhw Mat 5:18 adalah
jaminan bhw nama Tuhan tidak bisa hilang huruf hidup (vocal) nya?
Bagaimana bisa dikatakan hilang kalau sesuatu itu memang
tidak pernah ada?
17) Ia percaya
semua bayi yang mati masuk surga. Dasar Alkitab yang ia berikan adalah 1Raja
14:13 - “Seluruh Israel akan
meratapi dia dan menguburkan dia, sebab hanya dialah dari pada keluarga
Yerobeam yang akan mendapat kubur, sebab di antara keluarga Yerobeam hanya
padanyalah terdapat sesuatu yang baik di mata TUHAN, Allah Israel.”.
Ia berkata anak Yerobeam ini belum akil balik / dewasa dan
karena itu Tuhan menemukan adanya sesuatu yang baik dalam dirinya (ia belum
punya dosa dari dirinya sendiri).
Tanggapan Budi Asali:
Sangat lucu, jadi dosa asal tak membuat Allah murka kepada
seseorang. Kalau begitu mengapa bayi bisa mati? Juga anak Yerobeam itu bukan
bayi / anak kecil. Kata Ibrani yang digunakan adalah NAAR, yang bisa berarti
‘boy’ (= anak laki-laki) ataupun ‘youth’ (= pemuda). Karena itu anak itu sudah
pasti punya dosa dari dirinya sendiri. Kalau dikatakan Allah mendapati sesuatu
yang baik dalam dirinya maka itu pasti menunjukkan anak itu sudah beriman,
karena tanpa iman tidak mungkin seseorang bisa memperkenan Tuhan.
Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan
kepada Allah.”.
Mungkin karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan
penyembahan berhala yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam), dan itulah hal yang
baik yang ada pada anak itu. Adanya hal yang baik ini pasti juga merupakan
hasil pekerjaan Tuhan dan kasih karuniaNya dalam diri anak itu, sehingga
sekalipun ia dilahirkan dalam keluarga yang brengsek, ia sendiri bisa beriman
dan mempunyai kesalehan, sehingga bisa memperkenan Tuhan.
Tanggapan Dji:
Semua dosa manusia (dosa seisi dunia) telah ditanggung Tuhan
Yesus ( I Yoh. 2:2 “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan
untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”), tentu termasuk
dosa bayi Yerobeam.
Tanggapan Cahaya :
Kalau dosa semua manusia seisi dunia telah ditanggung
Tuhan Yesus, tentu semua manusia seisi dunia juga selamat.
Tak peduli manusia itu percaya Yesus atau tidak, dosa
semua manusia seisi dunia ditanggung Tuhan Yesus.
Ini adalah ajaran sesat universalisme!
1 Yoh 2:2, frasa ‘seluruh dunia’ tidak bisa diartikan
letterlejk, tetapi harus dilihat konteks dan keseluruhan pengajaran Alkitab.
Arti frasa “seluruh dunia” adalah “seluruh manusia di
dunia yang percaya kepada Kristus” atau “seluruh kaum pilihan Allah”.
Manusia yang belum akil balik (setelah dewasa) berdosa atas
keputusannya sendiri (jadi harus bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus yg
telah menanggung semua dosanya).
Tanggapan Cahaya :
Manusia yang belum akil balik = anak-anak, bukan “setelah
dewasa”, cep!
Semua manusia, baik besar kecil, tua muda, dewasa
anak-anak maupun bayi, semuanya berdosa.
Roma 5:12 Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke
dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu
telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.
Yang saya garis bawahi itu, terjemahan yang tepat adalah
:
“semua manusia telah berdosa” = “all have sinned”
Jadi, saya melihat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div hanya bisa
berkata (tentang bayi Yerobeam masuk Sorga): “Mungkin…..karena ia beriman maka
ia tidak setuju dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh ayahnya
(Yerobeam)”. Sekali lagi Theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menggunakan
asumsi dan asumsi Mungkin (May be…..May be…..) dan ini pun jika bayi di situ
“dipaksa” diterjemahkan sudah dewasa (boy = anak laki-laki).
Tanggapan Cahaya:
1. Alkitab tidak menceritakan apa-apa tentang anak itu.
Kemungkinan yang diberikan Pak Budi itu sangat memungkinkan. Apalagi Alkitab
menyatakan bahwa :
Ibr 11:6a - “Tetapi
tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”.
Argumen diatas belum
anda bantah tetapi anda hanya mengeluh dan mengeluh kenapa orang lain seperti
itu dan tidak seperti ini.
2. Anda dan kelompok Kristen Fundamental mengaku Sola
Scriptura, tetapi anehnya didalam menafsirkan Alkitab langsung ditelan mentah2
terjemahan bahasa Indonesianya tanpa melihat ke dalam bahasa aslinya, lalu
ditafsirkan secara benar. Itu tidak anda lakukan.
Kita lihat mengenai kata “anak” yang bernama Abia dalam
sepanjang 1 Raja-Raja pasal 14 ini :
Ayat 1 & 5, kata “anak” (bahasa Inggris : “son” ) berasal
dari kata dalam bahasa Ibrani “BEN”
Ayat 3 & 17, kata “anak” (bahasa Inggris : “child”) berasal
dari kata dalam bahasa Ibrani “NA’AR”
Ayat 12, kata “anak” (bahasa Inggris : “child”) berasal
dari kata dalam bahasa Ibrani “YELED”
Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries memberi penjelasan
tentang ketiga kata tersebut diatas sbb :
H1121
בּן
bĂŞn
bane
From H1129; a son (as a builder of the
family name), in the widest sense (of literal and figurative relationship,
including grandson, subject, nation, quality or condition,
etc., (like H1, H251, etc.): -
+ afflicted, age, [Ahoh-] [Ammon-] [Hachmon-] [Lev-]ite, [anoint-]ed
one, appointed to, (+) arrow, [Assyr-] [Babylon-] [Egypt-] [Grec-]ian, one
born, bough, branch, breed, + (young) bullock, + (young) calf, X came up in,
child, colt, X common, X corn, daughter, X of first, + firstborn, foal, + very
fruitful, + postage, X in, + kid, + lamb, (+) man, meet, + mighty, + nephew,
old, (+) people, + rebel, + robber, X servant born, X soldier, son, + spark, +
steward, + stranger, X surely, them of, + tumultuous one, + valiant[-est],
whelp, worthy, young (one), youth.
H5288
× ×˘×¨
na‛ar
nah'-ar
From H5287; (concretely) a boy (as active),
from the age of infancy to adolescence; by implication a servant; also
(by interchange of sex), a girl (of similar latitude in age): - babe,
boy, child, damsel [from the margin], lad, servant, young (man).
H3206
ילד
yeled
yeh'-led
From H3205; something born, that is, a lad
or offspring: - boy, child, fruit, son, young man (one).
Mengingat :
1. Ketiga kata dalam bahasa Ibrani yang dipakai itu
mengandung arti, diantaranya : “anak laki-laki” (boy/son) dan “dewasa” (youth).
2. Keluarga Yerobeam menyembah berhala sehingga menyakiti
hati Tuhan, oleh karena itu Tuhan berniat melenyapkan semua keluarga Yerobeam. Tetapi
tentang anak itu (ayat 13) Tuhan menyatakan : “sebab di antara keluarga
Yerobeam hanya padanyalah terdapat sesuatu yang baik di mata TUHAN, Allah Israel.”.
Tuhan MENGKONTRASKAN antara tindakan Yerobeam sekeluarga
DENGAN anak itu.
Ini menandakan bhw anak itu berkenan di mata Tuhan karena
anak itu beriman.
Saya kutip lagi kata-kata Pak Budi diatas :
“Kalau dikatakan
Allah mendapati sesuatu yang baik dalam dirinya maka itu pasti menunjukkan anak
itu sudah beriman, karena tanpa iman tidak mungkin seseorang bisa memperkenan
Tuhan.
Ibr 11:6a - “Tetapi
tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”.
Mungkin karena ia
beriman maka ia tidak setuju dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh
ayahnya (Yerobeam), dan itulah hal yang baik yang ada pada anak itu. Adanya hal
yang baik ini pasti juga merupakan hasil pekerjaan Tuhan dan kasih karuniaNya
dalam diri anak itu, sehingga sekalipun ia dilahirkan dalam keluarga yang
brengsek, ia sendiri bisa beriman dan mempunyai kesalehan, sehingga bisa
memperkenan Tuhan.”
18) Dalam
pengajaran, Suhento Liauw ini sering memfitnah orang:
a) Ia menunjukkan
foto di koran, ada 4 orang, themanya kira-kira penyatuan / penyamaan Kristen
dengan Katolik. Lalu berkata: yang ini James Ryadi (memang benar), yang ini
Stephen Tong (ngawur, itu pasti bukan Stephen Tong). Lalu di koran itu ditulis
nama Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia.
Tanggapan Budi Asali:
Ini saya protes dalam acara tanya jawab dan saya jelaskan:
yang satu memang James Riady, yang satu lagi Yakub Susabda, tetapi tak ada
Stephen Tong, itu FITNAH! Dia agak malu, lalu bilang kalau fotonya kabur jadi
mirip Stephen Tong. Padahal fotonya nggak mirip sama sekali dengan Stephen
Tong! Dan kalau memang tidak tahu, lebih baik jangan omong tentang kejelekan
orang lain, atau itu harus dianggap sebagai FITNAH!
Tanggapan Dji:
Saya sekali lagi MENYATAKAN RAGU dan INI TIDAK BISA
DIPERCAYA atas koment Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini, karena lihat saja
pernyataannya di atas: “Themanya kira-kira……..(maaf, saya ulangi: “Themanya
kira-kira….” )
Tanggapan Cahaya :
Kalau anda meragukan kenapa tidak diupload saja VCD nya seputar kasus ini di internet seperti
tantangan anda diatas, yang saya kutip di bawah ini :
“Jika tidak percaya
silahkan buktikan sendiri dengan membeli kaset VCD rekaman seminar ini tersedia
di GBIA Graphe.”
Membeli VCD? Tak usahlah!
Mengenai "Themanya kira-kira", itu tak jadi soal karena yang point utama adalah tuduhan Suhento bhw foto itu adalah fotonya Stephen Tong.
Mengenai foto di koran itu memang buram (tidak jelas siapa)
dan itu memang koran tentang STT Reformed Injili Indonesia, dan kata Dr. Suhento
Liauw (ketika saya konfirmasi langsung dengan beliau) beliau berkata: justru
yang sebut “Stephen Tong” itu adalah audiens seminar, bukan Dr. Suhento Liauw
yg menyebutnya.
Setahu saya: Dr. Suhento Liauw bukanlah tipe orang yg
demikian (suka fitnah), apalagi seminar-seminar tersebut biasanya ada direkam,
jauhlah kiranya beliau berbuat demikian.
(untuk Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ketahui, bahwa: Kami
semua mengasihi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div, Bapak James Ryadi, Bapak Stephen
Tong yg luarbiasa tetap semangat, and we pray for them, we pray for all
Indonesian people)
Silahkan pembaca yg menilai sendiri saja! Siapa yg suka
fitnah dan tanpa dasar Alkitab! Dan siapa yg mengasihi sesuai perintah Tuhan!.
Tanggapan Cahaya :
1. Teman anda yang ikut dalam seminar tersebut, yang
bernama Dance S. Suat, dalam sebuah komentar di FB secara implicit menyatakan
bahwa yang pertama kali mengatakan itu adalah fotonya Stephen Tong adalah
Suhento Liauw.
Berikut pernyataan Dance S. Suat menanggapi status salah
seorang teman yang menampilkan link tanggapan Pak Budi terhadap seminarnya
Suhento Liauw :
” Masalah foto, memang itu
kekeliruan. Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut.” (Dance S.Suat)
Ataukah permintaan
maafnya Dance S.Suat itu karena ia sendiri ikut memfitnah?
Dan secara tolol, si
Dance malah meminta maaf ke kami dan bukannya ke Pak Tong sendiri.
2. Kalau memang betul
yang mengatakan pertama kali bhw itu adalah fotonya Pak Tong adalah audience
dan bukan Suhento, kenapa Suhento agak malu ketika di counter oleh Pak Budi bhw
itu bukan fotonya Stephen Tong, dan tidak menjawab saat itu “bukan saya yang
mengatakan, tetapi audience.
3. Jemaat Golgotha
yang hadir di seminar tersebut semua membenarkan bahwa yang berbicara pertama
kali bhw itu adalah fotonya Pak Tong adalah Suhento Liauw.
4. Untuk
kebenarannya, silahkan upload video pada bagian tsb (secara utuh, tanpa
diedit/dipotong) di internet. Saya yakin
kalian tidak akan berani karena kalian gerombolan pendusta!
b) Calvin /
Calvinist ada jejak darah, dalam persoalan kematian Servetus. Lucu, yang
menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan! Orang gila ini senang
memfitnah!
Tanggapan Budi Asali:
Ini fitnahan yang lazim dalam kalangan Arminian! Entah
mereka tidak tahu sejarahnya atau pura-pura tidak tahu, itu bukan urusan saya.
Tetapi siapapun mau bicara tentang kejelakan orang, ia harus tahu bahwa apa
yang ia bicarakan itu pasti benar. Kalau tidak, itu merupakan FITNAH!
Perlu diketahui beberapa hal dalam persoalan penghukuman
mati terhadap Servetus dengan dibakar pada jaman Calvin:
1. Servetus dihukum
mati bukan karena dia anti Calvinisme, tetapi karena ia bukan saja tak percaya
pada doktrin Allah Tritunggal, tetapi lebih dari itu, ia menghujatnya
mati-matian dengan mengatakan hal itu sebagai ‘monster berkepala tiga’ dsb
sehingga menimbulkan kemarahan dari semua orang Kristen dan bahkan Katolik di
seluruh dunia.
2. Calvin memang
yang melaporkan dia kepada pemerintah / polisi pada waktu ia secara berani mati
muncul di Geneva. Tetapi yang menangkap, mengadili, menjatuhkan hukuman mati
dengan dibakar, dan melaksanakan hukuman mati itu adalah pemerintah /
pengadilan.
3. Calvin justru
memintakan keringanan supaya hukuman itu diubah dari dibakar menjadi
pemenggalan, tetapi permintaan Calvin ditolak oleh pengadilan.
Semua cerita ini ada dalam buku sejarah dari Philip Schaff
(orang ini ahli sejarah, dan ia bukan Calvinist), dan itu bisa saya buktikan.
Philip Schaff: “if we consider Calvin’s course in the light
of the sixteenth century, we must come to the conclusion that he acted his part
from a strict sense of duty and in harmony with the public law and dominant
sentiment of his age, which justified the death penalty for heresy and
blasphemy, and abhorred toleration as involving indifference to truth Even
Servetus admitted the principle under which he suffered; for he said, that
incorrigible obstinacy and malice deserved death before God and men” - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 690.
Philip Schaff: “Calvin never changed his views or regretted
his conduct towards Servetus. Nine years after his execution he justified it in
self-defence against the reproaches of Baudouin (1562), saying: ‘Servetus
suffered the penalty due to his heresies, but was it by my will? Certainly his
arrogance destroyed him not less than his impiety. And what crime was it of
mine if our Council, at my exhortation, indeed, but in conformity with the
opinion of several Churches, took vengeance on his execrable blasphemies? Let
Baudouin abuse me as long as he will, provided that, by the judgment of
Melanchthon, posterity owes me a debt of gratitude for having purged the Church
of so pernicious a monster.’” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 690-691.
Philip Schaff: “Let us remember also that it was not simply
a case of fundamental heresy, but of horrid blasphemy, with which he had to
deal. If he was mistaken, if he misunderstood the real opinions of Servetus,
that was an error of judgment, and an error which all the Catholics and
Protestants of that age shared” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 691.
Philip Schaff: “It is not surprising that this book gave
great offence to Catholics and Protestants alike, and appeared to them
blasphemous. Servetus calls the Trinitarians tritheists and atheists. He
frivolously asked such questions as whether God had a spiritual wife or was
without sex. He calls the three gods of the Trinitarians a deception of the
devil, yea (in his later writings), a three-headed monster” - ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 718-719.
Philip Schaff: “Servetus charges the Reformed Christians of
Geneva that they had a gospel without a God, without true faith, without good
works; and that instead of the true God they worshipped a three-headed
Cerberus” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 731.
Catatan: Cerberus = anjing berkepala tiga yang menjaga Hades
dalam mitologi Romawi dan Yunani (Webster’s New World Dictionary, College
Edition).
Philip Schaff: “He calls all Trinitarians ‘tritheists’ and
‘atheists.’ They have not one absolute God, but a three-parted, collective,
composite God – that is, an unthinkable, impossible God, which is no God at
all. They worship three idols of the demons, – a three-headed monster, like the
Cerberus of the Greek mythology. One of their gods is unbegotten, the second is
begotten, the third proceeding. One died, the other two did not die. Why is not
the Spirit begotten, and the Son proceeding? By distinguishing the Trinity in
the abstract from the three persons separately considered, they have even four
gods. The Talmud and the Koran, he thinks, are right in opposing such nonsense
and blasphemy” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 741-742.
Philip Schaff: “Shortly after the publication of the
‘Restitution,’ the fact was made known to the Roman Catholic authorities at
Lyons through Guillaume Trie, a native of Lyons and a convert from Romanism,
residing at that time in Geneva. He corresponded with a cousin at Lyons, by the name of Arneys, a zealous Romanist, who
tried to reconvert him to his religion, and reproached the Church of Geneva
with the want of discipline. On the 26th of February, 1553, he wrote to Arneys
that in Geneva vice and blasphemy were punished, while in France a dangerous
heretic was tolerated, who deserved to be burned by Roman Catholics as well as
Protestants, who blasphemed the holy Trinity, called Jesus Christ an idol, and
the baptism of infants a diabolic invention. He gave his name as Michael
Servetus, who called himself at present Villeneuve, a practising physician at Vienne. In confirmation he sent the first leaf of the
‘Restitution,’ and named the printer Balthasar Arnoullet at Vienne.
This letter, and two others of Trie which followed, look very much as if they
had been dictated or inspired by Calvin. Servetus held him responsible. But
Calvin denied the imputation as a calumny. At the same time he speaks rather
lightly of it, and thinks that it would not have been dishonorable to denounce
so dangerous a heretic to the proper authorities. He also frankly acknowledges
that he caused his arrest at Geneva.
He could see no material difference in principle between doing the same thing,
indirectly, at Vienne and, directly, at Geneva.
He simply denies that he was the originator of the papal trial and of the
letter of Trie; but he does not deny that he furnished material for evidence,
which was quite well known and publicly made use of in the trial where
Servetus’s letters to Calvin are mentioned as pieces justificatives. There can
be no doubt that Trie, who describes himself as a comparatively unlettered man,
got his information about Servetus and his book from Calvin, or his colleagues,
either directly from conversation, or from pulpit denunciations. We must acquit
Calvin of direct agency, but we cannot free him of indirect agency in this denunciation.
Calvin’s indirect agency, in the first, and his direct agency in the second
arrest of Servetus admit of no proper justification, and are due to an excess
of zeal for orthodoxy” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal
757-759.
Philip Schaff: “The final responsibility of the
condemnation, therefore, rests with the Council of Geneva, which would probably
have acted otherwise, if it had not been strongly influenced by the judgment of
the Swiss Churches and the government of Bern.
Calvin conducted the theological part of the examination of the trial, but had
no direct influence upon the result. His theory was that the Church may convict
and denounce the heretic theologically, but thathis condemnation and punishment
is the exclusive function of the State, and that it is one of its most sacred
duties to punish attacks made on the Divine majesty. ‘From the time Servetus
was convicted of his heresy,’ says Calvin, ‘I have not uttered a word about his
punishment, as all honest men will bear witness; and I challenge even the
malignant to deny it if they can.’One thing only he did: he expressed the wish
for a mitigation of his punishment. And this humane sentiment is almost the
only good thing that can be recorded to his honor in this painful trial” -
‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 767-768.
Philip Schaff: “… the wish of Calvin to substitute the sword
for the fire was overruled” (= … keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan
pedang ditolak) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.
Philip Schaff: “The severest charge against him is
blasphemy. Bullinger remarked to a Pole that if Satan himself should come out
of hell, he could use no more blasphemous language against the Trinity than
this Spaniard; and Peter Martyr, who was present, assented and said that such a
living son of the devil ought not to be tolerated anywhere. We cannot even now
read some of his sentences against the doctrine of the Trinity without a
shudder. Servetus lacked reverence and a decent regard for the most sacred
feelings and convictions of those who differed from him” - ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 781-788.
Tanggapan Dji:
Point b) di atas menurut saya itu sudah bercampur-aduk
antara pernyataan Dr. Suhento Liauw dengan “kekesalan” Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div sendiri.
Tanggapan Cahaya :
Hehehe…mahasiswa koq blo’on, ga bisa memahami kalimat
yang mudah.
Hemat saya pernyataan Dr. Suhento Liauw harusnya begini:
(silahkan Pembaca teliti dan cermat)
Dr. Suhento Liauw: b) Calvin / Calvinist ada jejak darah,
dalam persoalan kematian servetus (titik).
Tanggapan Cahaya :
Hehehe…gak menanggapi apa-apa, tapi sok pinter.
Tetapi karena tidak sabar dan tidak teliti maka “bukti
kekesalan” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini menggabungkannya menjadi
pernyataan Dr. Suhento Liauw juga. (Mohon kerelaan hatinya untuk koreksi dan
mengakuinya saja Pak? Ini terlihat jelas kok?) (saya tidak mau “menuduh” Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div melakukan Fitnah kpd Dr. Suhento Liauw, sekalipun
buktinya ini sudah kuat) saya menganggap Bapak ini khilaf saja. Bahkan karena
terlalu tidak sabar dan tidak teliti (saya dapat memakluminya) Belum-belum
sudah bilang “Lucu, yang menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi
pengadilan! orang gila ini senang memfitnah!” padahal bagian ini (“Lucu, yang
menghukum mati Servetus …..dan seterusnya… !”) harusnya ini masuk ke dalam
bagian Tanggapan Budi Asali. Begitu toh Pak?……. monggo ditanggapi….. tapi kalau
tidak ditanggapi ya sudahlah…maklumkan sajalah…… (We love you brother…..)
Tanggapan Cahaya :
Guru dan murid sama-sama tidak punya urat malu!
Sudah memfitnah sak enak udele dewe, eh..malah berlaku
kayak blo'on.
Sudah ditunjukkan bukti-bukti yang di tulis oleh Philip Schaff (ahli sejarah yang
obyektif/netral/bukan dari golongan Calvinisme), tetapi tetap bebal tanpa argument
apa-apa, hanya asal pokok’e.
Oke, kita kembali ke laptop….(versi Tukul “empat mata”)
Tanggapan untuk point:
Servetus dihukum mati dalam zaman Calvin (tidak ada yg bisa
membantahnya), Servetus memang pengajar bidat (sesat) yg tidak percaya kepada
doktrin Allah Tri Tunggal. Tetapi seberapa sesat pun seorang Servetus maka ia
tidak layak mendapatkan hukuman mati. Orang Kristen Alkitabiah memandang
perbedaan penafsiran dan perbedaan kepercayaan / keyakinan agama sebagai
sesuatu yang lazim dan umum. Orang Kristen Alkitabiah tidak boleh
memberikan “stempel” tanda setuju
Servetus atau “servetus-servetus lain” untuk dihukum mati karena perbedaan
doktrin/perbedaan keyakinan.
Tanggapan Cahaya :
Pada zaman Calvin, hukuman
mati terhadap bidat adalah hal yang wajar.
Dan kalau kita mundur
ke belakang, Perjanjian Lama memerintahkan hukuman mati terhadap penyesat /
nabi palsu (Kel 22:20 Im 24:16 Ul 13:5-15 Ul 17:2-5), tetapi Perjanjian Baru
memerintahkan pengucilan, bukan penghukuman mati.
Berikut ini komentar
Sejarahwan : Philip Schaff :
“He must be judged by the
standard of his own, and not of our, age. The most cruel of those laws -
against witchcraft, heresy, and blasphemy - were inherited from the Catholic
Middle Ages, and continued in force in all countries of Europe,
Protestant as well as Roman Catholic, down to the end of the seventeenth
century. Tolerance is a modern virtue” (= Ia harus dinilai oleh standard
jamannya sendiri, bukan standard jaman kita. Hukum-hukum yang paling kejam,
yang menentang sihir, ajaran sesat dan penghujatan, diwarisi dari Katolik abad
pertengahan, dan tetap berlaku di semua negara-negara Eropa, baik yang
Protestan maupun yang Katolik, terus sampai akhir abad ke 17. Toleransi adalah
kebajikan / sifat baik modern) - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 493-494.
Memang benar
perkataan Schaff diatas.
Kalau kita (saat ini)
menilai tindakan hukuman mati di PL (zaman dulu) yang diperintahkan Tuhan
kepada bangsa Israel
terhadap penyesat/nabi palsu, maka kita melihat bhw itu kejam dan intoleran.
Kalau mau salahkan
tindakan tsb, salahkan Tuhan nya yang memberikan perintah tsb.
Kita harus fair
didalam menilai orang dalam zaman yang berbeda dengan kita sekarang ini hidup.
Tidak seperti Dji yang mencoba bertololgetika dengan segala
jurus fallacynya.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri pun “mengakui” bahwa
Calvin yg melaporkan Servetus kepada polisi di Genewa. Walaupun memang
pengadilan yg jatuhkan hukuman mati, tetapi andil Calvin dalam melaporkan
Servetus itu sudah menjadi bukti keterlibatan John Calvin dalam kematian
Servetus. Mudah dimengerti toh!…. Apalagi waktu itu seorang John Calvin (tahun
1541-1564) sangat berpengaruh di Genewa.
“John Calvin justru meminta keringanan untuk Servetus” (Faktanya:
Permohonannya tidak dikabulkan dan Servetus mati dibakar). Ini kedengaran
sangat memprihatinkan. Apakah John Calvin benar-benar meminta keringanan untuk Servetus? (kini
tinggal tanda tanya saja?)
Tanggapan Cahaya :
1. Yang jatuhkan hukuman mati adalah pengadilan Genewa,
dan bukan Calvin. Dan yang menghukum mati adalah algojo, bukan Calvin.
2. Meragukan fakta adalah tindakan orang yang sukanya
ngelindur dengan segudang asumsinya.
19) Kesan yang
didapat adalah: ia anggap dan nyatakan gerejanya sebagai ‘the only true
church’, dan anjurkan orang pindah ke gerejanya! Katolik, Kharismatik,
Calvinist, tokoh-tokoh reformasi (Martin Luther, Calvin, dsb), semua digempur.
Tanggapan Budi Asali:
Saya menganggap semua orang yang menganggap gerejanya
sebagai ‘the only true church’, sebagai orang-orang sesat. Saksi Yehuwa
mempunyai pandangan seperti itu, dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh juga
mempunyai kepercayaan seperti itu, dan itu saya anggap sebagai salah satu bukti
kesesatan mereka.
Saya sering mengecam banyak pendeta dan gereja sebagai
sesat, tetapi saya tidak pernah punya anggapan / pemikiran / kepercayaan bahwa
gereja saya adalah ‘the only true church’!
Tanggapan Dji:
Point 19) Sekali lagi ini terlihat lebih jelas “siapa yang
ngawur”? Kesan mestinya ditaruh pada bagian Tanggapan Budi Asali. Tapi yah kita
maklumkanlah……….
Adalah hal yg baik dan sah-sah saja jika ada orang
menganggap gerejanya yg paling benar daripada gereja orang lain. Justru adalah
aneh jika ada gembala atau “pendeta” yg tidak yakin bahwa gerejanya paling
benar! Perbedaan keyakinan agama saja merupakan sesuatu yg lazim dan umum dalam
dunia keKristenan, apalagi perbedaan “keyakinan gerejanya paling benar!” ini
mah hal yg biasa…..
Tanggapan Cahaya :
Tidak ada gereja di
bumi ini yang sempurna karena didalamnya juga berisi orang-orang Kristen yang tidak sempurna. Ini fakta!
Dengan menganggap
gereja sendiri yang paling benar itu menandakan dia seorang pendusta.
Apalagi dengan
menyakan gerejanya sebagai : ‘the only true church’, itu bukan hanya tindakan
pendusta tetapi juga tindakan narsis yang berlebihan.
Demikianlah tanggapan dari saya. Terima kasih.
Salam damai sejahtera buat kita semua dalam Tuhan Yesus
Kristus. Segala kemuliaan dan hormat hanya bagi Tuhan kita Yesus Kristus. Amin!
MARANATHA!
MARANATHA! MARANATHA!
Tanggapan Cahaya :
Salam damai sejahtera yang kamu tulis diatas itu sama dengan memberkati sesama orang kristen. Berarti itu salah dan harus kamu hapus!
Satu hal lagi, Dede Wijaya (salah seorang dari kelompok Liauw) pernah menulis "GBU" di FB.
Ini menunjukkan ajaran Liauw bahwa orang Kristen tidak boleh memberkati satu sama lain tidak ditaati/sering dilanggar oleh pendukungnya.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar