Jakarta,
12 Juni 2012
Tanggapan
seorang murid dari Dr. Suhento Liauw yang bernama Dji ji liong (belum wisuda
/Mahasiswa Theologia) untuk Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div atas catatan dan
tanggapan tgl 7 Juni 2012 yang berjudul:
ANUGERAH ALLAH mengenai:
“PEMBAHASAN SEMINAR SUHENTO LIAUW
TENTANG ESKATOLOGI.”
Tanggapan
Budi Asali:
Hmmm,
saya tantang debat, Suhento Liauw serahkan kepada anak-anaknya (Steven dan
Andrew) yang masih ingusan. Saya serang seminarnya, ia berikan ‘murid’nya yang
masih bau kencur. Betul-betul pengecut! Tetapi dalam seminarnya, ia bercerita
(baca: membual) tentang debat yang ia lakukan dengan Islam, Yahweh-isme dan
sebagainya. Kalau itu memang benar, mengapa ia tak berani lawan saya? Saya
ingin ingatkan kpd Suhento Liauw ttg 1Pet 3:15b - “Dan siap sedialah pada
segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang
meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu,
tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,”.
Saya
meminta pertanggungan jawab dari anda Suhento Liauw, ttg ajaran Arminian anda
dan ttg semua fitnahan yg anda dan Steven lakukan thdp Calvinist, Calvinisme,
dan Calvin sendiri! Jgn jadi pengecut dg sembunyi di belakang anak2mu atau ‘murid’mu,
dan dengan demikian tidak mentaati firman Tuhan dalam 1Pet 3:15 itu!!
Saya
ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Suhento Liauw yg memberikan kesempatan
dan izin kepada saya untuk memberikan tanggapan kepada Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div.
Sebelum
menanggapi catatan dan tanggapan Bapak Pdt. Budi Asali (tgl 7 Juni 2012), saya
ingin pembaca memperhatikan beberapa ayat Firman terlebih dahulu:
Amsal 10:13 “Di
bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi
punggung orang yang tidak berakal budi.
Amsal 10:14 “Orang
bijak menyimpan pengetahuan, tetapi mulut orang bodoh adalah kebinasaan yang
mengancam.”
Amsal 14:3 “Di
dalam mulut orang bodoh ada rotan untuk punggungnya, tetapi orang bijak
dipelihara oleh bibirnya.”
Amsal 15:2
“Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan, tetapi mulut orang bebal
mencurahkan kebodohan.”
Amsal 15:14 “
Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk
dengan kebodohan.”
Amsal
24:7 “Hikmat terlalu tinggi bagi orang bodoh; ia tidak membuka mulutnya di
pintu gerbang.
Pkh. 10:12
“Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan
orang itu sendiri.”
Tanggapan Budi
Asali:
Hmmm, org
bijaknya yg mana dan org bebalnya yg mana? Baru baca sepintas tulisanmu, saya
sdh melihat kalau kata2 ‘mulut org bodoh’ paling cocok, bukan hanya utk kamu,
tetapi jg Liauw2 itu (bapak dan anak2nya), yg juga sdh saya baca tulisan2nya!
Keterangan: Point-point
(dari no. 1- no. 19) adalah catatan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div atas
pernyataan-pernyataan Dr. Suhento Liauw dalam acara seminar tgl: 1 Juni 2012 di
Surabaya. Karena point-point yang telah ditulis oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M.
Div ini dikutip dari penjelasan seminar oleh Dr. Suhento Liauw maka tidak tertutup kemungkinan adanya
salah kutip/salah paham oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri terhadap
penjelasan dari Dr. Suhento Liauw (sesuai warna tulisan aslinya: diblok warna hitam).
Untuk informasi
lebih lanjut silahkan menghubungi www.graphe-ministry.org untuk
mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap).
Selamat
menikmati dengan teliti tanggapan-tanggapan saya di bawah ini: ( ups...satu
lagi: Pembaca bisa memperhatikan setiap “
gaya bahasa” tanggapan yg keluar dari hati Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
mengingat ada Firman Tuhan yg berkata: “Mat. 15:18 “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang
menajiskan orang”):
Tanggapan Budi
Asali:
Hahaha, nak,
tanggapan saya thdp seminar Suhento Liauw ini boleh dikatakan mrpk salah satu
tulisan saya yg paling lembut / halus, tetapi kamu ‘sakit hati’ gurumu disikat
dg sikat yg halus ini?
Mau saya
beri contoh yg ‘kasar’, nak?
Hai kamu orang-orang
bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci
yang menguduskan emas itu? - Yesus, Mat 23:17.
"Jangan kamu
memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan
mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya,
lalu ia berbalik mengoyak kamu." - Yesus, Mat 7:6.
"Hai kamu orang bodoh, betapa
lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah
dikatakan para nabi! - Yesus, Luk 24:25.
Hati-hatilah terhadap anjing-anjing,
hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap
penyunat-penyunat yang palsu, - Paulus, Fil 3:2.
Bagi mereka cocok apa
yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke
muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya." - Petrus,
2Pet 2:22.
"Hai kamu
keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu
dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? - Yohanes Pembaptis, Mat
3:7b.
Jadi, kalau seluruh
Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa
roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah
akan mereka katakan, bahwa kamu gila? - Paulus, 1Kor 14:23 (keterangan,
ia jelas tak menyalahkan orang yang memaki gila dalam ayat ini).
Tetapi sekalipun kami
atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang
berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah
dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi:
jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan
apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. - Paulus, Gal 1:8-9.
"Pergilah dan
katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan
orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. -
Yesus, Luk 13:32.
Katanya kalian dari GBIA, dan ‘A’ itu singkatan Alkitabiah, tetapi kok
salahkan aku yang lebih halus / lembut dari kata-kata Yesus, Paulus, dsb, dalam
alkitab??? Aku bisa beri jauh lebih banyak lagi kalau aku mau, tetapi ini cukup
untuk membuktikan ketidak-tahuanmu tentang Alkitab!
O ya aku lupa bahwa aku punya satu contoh lagi. Ini dia!
“Pemikiran seperti ini sungguh salah.
Jika kita menerapkan logika ini, maka sungguh berbahaya. Jika iman kita sungguh
adalah urusan Yesus saja, dan tidak ada tanggung jawab kita, untuk apa dalam
Alkitab ada begitu banyak ayat yang menyuruh kita untuk beriman? Ada begitu
banyak ayat yang menyuruh kita tetap pada iman. Bukankah Yesus yang beriman
untuk kita? Nah, disinilah terlihat kebodohan
dari pemikiran seperti ini. Tidak ada orang lain yang dapat beriman untuk orang
lain. Ayat ini mengajarkan doktrin bahwa Yesuslah yang memungkinkan adanya
iman. Tanpa Yesus, manusia bahkan tidak dapat memilih antara percaya Yesus atau
tidak. Tanpa Yesus, tidak ada objek yang dapat kita imani. Yesus pulalah yang
memberikan kita kekuatan untuk terus beriman, dan memungkinkan iman kita
bertumbuh. Jika kita memegang teguh iman kita, itu adalah karena Yesus! Tetapi
tidak berarti kita tidak punya tanggung jawab untuk tinggal dalam iman. Juga
tidak berarti kita tidak dapat memilih untuk keluar dari iman.” - Dr. Steven E. Liauw - tulisan di internet berjudul “Mengenai Apakah Seseorang Yg
Sudah Diselamatkan Dapat Meninggalkan Iman dan Terhilang”.
Ayo, katakan kpd dosenmu sendiri, nak, bahwa
dia org bebal dsb! Hahahaha. Para pembaca, nikmatilah gaya bahasa di atas ini!
Satu
tambahan lagi, nak, ttg Mat 15:18 yg kamu kutip itu. Aku setuju bahwa apa yg
keluar dr mulutku, memang berasal dr hatiku. Lalu mengapa ‘kasar’? Krn hatiku marah
membaca tulisan2 kalian yg memfitnah dan salah atau bahkan sesat,
dan sama sekali tidak cocok dg alkitab, atau bahkan memutarbalikkan
dan menambahi alkitab!! Salahkah orang
Kristen punya hati seperti itu??? Aku ingin ingatkan kamu bahwa pada
waktu Paulus mengetahui bahwa jemaat Korintus sabar terhadap nabi2 palsu, ia
jutru mengecam mereka!
2Kor 11:4 -
“Sebab
kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain
dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain
dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu
terima.”.
Dan sesuai
dengan itu, rasul Yohanes (atau bahkan Yesus) memuji jemaat Efesus yang marah /
tidak dapat sabar terhadap nabi2 palsu.
Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap
orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya
rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati
mereka pendusta”.
Catatan: kontextnya menunjukkan bahwa ini dianggap sebagai sesuatu yang
baik dalam diri jemaat Efesus, dan dipuji oleh Yohanes / Yesus!
Pada tanggal 1 Juni 2012 yang lalu Pdt. Dr. Suhento Liauw mengadakan acara
seminar “ESKATOLOGI” di Surabaya di mana seminar ini juga dihadiri oleh Pdt.
Budi Asali, M. Div.
Berikut ini adalah catatan dan tanggapan Pdt. Budi Asali terhadap hal-hal
yang dibicarakan Suhento Liauw dalam seminarnya :
Dalam seminar itu, Suhento Liauw mengajarkan hal-hal ini:
1) Seminar berhubungan dengan pengetahuan
/ pikiran, kalau KKR hanya dengan perasaan. Karena itu dia buat seminar, bukan
KKR.
Tanggapan Budi Asali:
Omong kosong, semua tergantung siapa yang berkhotbah dalam seminar atau KKR
itu. Kalau yang berkhotbah memang adalah orang-orang yang senang mengobarkan
emosi, baik KKR ataupun seminar akan berhubungan dengan perasaan saja.
Sebaliknya kalau yang berkhotbah adalah orang-orang yang memang menekankan
pendidikan dan pengajaran, maka baik KKR maupun seminar akan berhubungan dengan
pikiran dan memberikan pengetahuan.
Tanggapan
Dji:
Saya
yakin semua orang setuju bahwa seminar tentu
lebih MENEKANKAN PENGETAHUAN dari pada KKR. Karena dalam seminar yang diadakan
oleh Dr. Suhento Liauw selalu ADA SESI TANYA JAWAB. Sedangkan dalam KKR tidak
mungkin ada sesi tanya jawab. Fakta yang sulit dipungkiri bahwa hampir semua KKR mengedepankan emosi (perasaan).
Seminar adalah pola belajar yang akademis, seminar berbeda dengan KKR. Seminar
bersifat Pendalaman Alkitab (PA) sedangkan KKR bersifat Pendalaman Emosi
(Perasaan). Seminar menyelidiki kitab suci (Alkitab) apakah benar demikian,
persis seperti dalam Kis 17:11 Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik
hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima
firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab
Suci untuk mengetahui,
apakah semuanya itu benar demikian.
Tanggapan Budi
Asali:
‘Semua orang’ yg
mana? Yg sama tololnya dengan kalian?
Nak, kamu
tak menjawab kata-kataku! Coba ikutlah KKR kalau yg khotbah adalah aku, maka
kamu pasti dapat pengetahuan!
Siapa yang
ajari kamu, nak, bahwa Kis 17:11 itu ‘suatu seminar’? Jadi kakek gurumu ngajar
seperti itu (bahwa KKR hanya perasaan, seminar beri pengetahuan), dasar
alkitabnya apa, nak? Sia-sia gerejamu namanya pakai kata ‘alkitabiah’, tetapi
kenyataannya kosong! Tak terlalu berbeda dg sekte yg namanya muluk sekali,
yaitu ‘Saksi Yehuwa’, tetapi dalam kenyataannya mrk adalah ‘saksi setan’!
Memang gampang membuat nama yg gemerlapan, tetapi memberikan pengajaran yg
gemerlapan, adalah suatu persoalan yg sama sekali berbeda! Mungkin yg hrs
ditekankan dari nama gerejamu adalah kata ‘Independent’ (= bebas
/ tak tergantung)! Gerejamu memang bebas dan tak tergantung apapun, termasuk
terhadap alkitab / Firman Tuhan! Semua org bebas / ‘semau gue’ dlm mengajar
apapun yg bagaimanapun tololnya dan gilanya!
Kamu
mengatakan ‘hampir semua’, nak, dan itu mungkin benar. Ini menunjukkan bahwa
sebagian besar org mengadakan KKR secara salah (termasuk org2 GBIA barangkali,
krn kalian kok begitu yakin?), tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ada orang2
yg melakukan KKR dg benar, dan memberikan pengetahuan.
Menurut
aku, nak, setiap acara pemberitaan firman, apakah itu khotbah, pengajaran,
seminar, KKR, ceramah, dan bahkan sekedar renungan, dsb, shrsnya memberi
pengetahuan! Kalau tidak, dinamakan apapun, itu adalah salah, dan pada
hakekatnya bukan pemberitaan Firman!
1Kor 14:26 - “Jadi bagaimana sekarang,
saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang
mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau
penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa
roh, tetapi semuanya itu harus
dipergunakan untuk membangun.”.
Kata
‘membangun’ dlm RSV/NASB diterjemahkan ‘edification’,
dan dlm KJV ‘edifying’, nak! Tahu apa
artinya itu? Kalau nggak ngerti lihat kamus atau tanya kakek gurumu!
Ada atau
tidak acara tanya jawab, tak ada urusannya dg memberi pengetahuan atau tidak.
Kalau yg mengajar memang org yg senang dg perasaan, diadakan tanya jawabpun
juga tak akan memberi pengetahuan. Sebaliknya kalau yg mengajar adalah org yg
senang memberi pengetahuan, tanpa tanya jawabpun akan dapat pengetahuan!
2) Kalau ada free will - harus ada
pilihan, berbuat dosa atau berbuat baik.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini
berhubungan dengan debat tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven
Liauw + partnernya. Saya tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal
24 Agustus itu terlaksana.
Tanggapan
Dji: Karena Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div merasa “belum saatnya” untuk
memberikan tanggapan, maka tidak ada yang perlu ditanggapi selain saya hanya
melihat Kebenaran dari pernyataan Dr. Suhento Liauw bahwa setiap manusia
mempunyai free will (mempunyai kehendak bebas yaitu mempunyai pilihan untuk
berbuat dosa atau berbuat baik).
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, bocah
ingusan ini mau memancing aku utk berikan senjataku? Hehehe. Nak, sebetulnya
aku tak terlalu pusing guru2mu tahu senjataku, krn tahupun mrk tak akan bisa
jawab. Krn itu aku juga tak takut tulisan2ku, termasuk yg akan jadi bahan debat
nanti, dipajang di web kami. Aku juga tak takut kirim buku2ku, yg berkenaan dg
topik debat nanti, kpd Steven, waktu Dede Wijaya pesankan buku2 itu utk dia. Tetapi
aku mau yg ini jadi surprise! Kamu mau ikut pandangan mrk yg tolol berkenaan dg
free will itu, yg dg 1 kalimat saja bisa aku hancurkan, itu urusanmu.
Berharaplah kamu tidak mati dulu, sebelum kamu mendengar 1 kalimat
penjelasanku, supaya jgn kamu mati dlm kesalahan. Bisa2 kamu ketemu Yesus yg
berkata: ‘Mengapa kamu percaya ajaran setolol itu, hai ular beludak yg bodoh
dan buta? Bukankah Aku sudah memperingati kamu tentang adanya serigala yg
menyamar seperti domba?’. Dia lebih kasar dr aku, ingat itu?
3) Ia percaya komandan setan namanya Lucifer.
Tanggapan Budi Asali:
Ini memang kesalahan yang umum, tetapi salah.
Kata / nama ‘Lucifer’ muncul dalam terjemahan KJV dalam
Yes 14:12 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘Bintang Timur’), dan kalau saudara membaca kontextnya
jelas bahwa istilah ini menunjuk kepada raja Babel, bukan kepada komandan setan.
Yes 14:4,12,22,23 - “(4) maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini
tentang raja Babel, dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir si
penindas sudah berakhir orang lalim! ... (12) ‘Wah, engkau sudah jatuh dari
langit, hai Bintang Timur, putera
Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan
bangsa-bangsa! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan mereka,’ demikianlah firman
TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya,
anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan membuat Babel menjadi
milik landak dan menjadi air rawa-rawa, dan kota itu akan Kusapu bersih dan
Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam”.
Yes 14:12 (KJV): ‘How art thou fallen from heaven, O Lucifer, son of the morning! how art thou cut down to the ground,
which didst weaken the nations!’.
Calvin (tentang Yes 14:12): “The exposition of this passage, which some have given, as if it referred
to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows that these
statements must be understood in reference to the king of the Babylonians. But
when passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to the
context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it
was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king
of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions
have no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang
tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan
setan, muncul / timbul dari ketidaktahuan; karena kontex secara jelas
menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya
dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara
sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa
kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari
ketidaktahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja
dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena
penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita
mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.
Adam Clarke (tantang
Yes 14:12): “And although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet
this has been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels, who
is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet
as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his
prophets should call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would be
strange indeed. But the truth is, the text speaks nothing at all concerning
Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many divines have with
great confidence deduced from this text. O how necessary it is to understand
the literal meaning of Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara
explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan
kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak
pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama
umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya
menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul
merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak berbicara
sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan kejatuhan
itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini oleh
banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari
Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa
dicegah!] - hal 82.
Tanggapan
Dji:
Yesaya
14:1-16 konteksnya berbicara tentang Raja Babel, dan tentu
di situ ada OKNUM DI BALIK Raja Babel yaitu Lucifer (Bintang Timur).
Dalam Yesaya 14:12 “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur,
putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan
bangsa-bangsa! (konteksnya harus lanjut baca minimal hingga ayat 13-14) Engkau
yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak
mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di
atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi
ketinggian awan-awan, HENDAK MENYAMAI
Yang Mahatinggi!....”
Orang
yang Sekolah Dasar (SD) saja sudah dapat mengerti dan memahami bahwa konteks di sini adalah menunjuk kepada komandan setan
yaitu Lucifer. Tidak mungkin HANYA menunjuk kepada raja Babel dalam pandangan
Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div. Jadi, konteksnya
jelas menunjuk Lucifer yang ingin mengatasi bintang-bintang Allah, ingin duduk
di bukit pertemuan, ingin mengatasi ketinggian awan-awan bahkan ingin MENYAMAI Yang Mahatinggi (Tuhan).
Bagaimana
mungkin orang sekaliber Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div hanya berkata “ini
memang kesalahan yang umum, tetapi salah.” Dan
juga TERLIHAT JELAS Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div lebih percaya kpd komentar Calvin dan Adam Clarke yang menyebut
(Yes. 14:12) Lucifer ini sebagai “dongeng dan cerita bohong. Dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat aneh/gila/tidak masuk akal.”
Justru menurut saya: Bpk. Pdt. Budi Asali beserta Calvin dan Adam Clarke yang
aneh KARENA TIDAK MAU MEMPERCAYAI kata-kata Alkitab
itu sendiri.
Tanggapan Budi
Asali:
Nak, guru2mu memang terlalu sederhana (baca:
tolol) pikirannya, shg tak mengerti bahwa Yes 14 itu menggunakan bahasa puisi,
yg tentu saja tak bisa dihurufiahkan. Itu hanya menunjukkan kesombongan raja
Babel, yg ingin makin lama makin berkuasa. Sebodoh apapun dia, tak mungkin dia
betul2 mau sama tinggi dg Allah yg di sorga! Kalau mau menghurufiahkan, coba
baca ay 18-20nya: “Semua bekas raja bangsa-bangsa berbaring
dalam kemuliaan, masing-masing dalam rumah kuburnya. Tetapi engkau ini telah
terlempar, jauh dari kuburmu, seperti taruk yang jijik, ditutupi dengan mayat
orang-orang yang tertikam oleh pedang dan jatuh tercampak ke batu-batu liang
kubur seperti bangkai yang terinjak-injak. Engkau tidak akan bersama-sama
dengan raja-raja itu di dalam kubur, sebab engkau telah merusak negerimu dan
membunuh rakyatmu. Anak cucu orang yang berbuat jahat tidak akan disebut-sebut
untuk selama-lamanya.”.
Coba
tafsirkan bagian ini, nak, supaya cocok dg komandan setanmu!
Jadi, nak,
kontext yg mana? ‘Kontext’mu sdh aku hancurkan! Kamu menulis ‘tentu di situ ada
oknum dibalik raja Babel yaitu Lucifer (Bintang Timur)’. Bgm bisa mengatakan
‘tentu’ kalau tak ada dasarnya sama sekali? O ya, ini tentu penafsiran
‘Independent’ (bebas) alias semau gue dr gerejamu! Hehehe.
Babel dan
rajanya merupakan sesuatu yang bersifat sejarah, nak, dan salah satu hukum
penafsiran adalah: cerita sejarah tak boleh disimbolisir! Kalau sejarah bisa /
boleh disimbolisir maka dr text apapun bisa didapatkan ajaran yg bagaimanapun!
Jadi, mengatakan raja Babel itu simbol dr komandan setan, mrpk ketololan.
Cerita
sejarah bisa menunjuk kpd sesuatu / seseorang, hanya kalau itu merupakan TYPE.
Sudah dapat pelajaran Hermenutics, nak? Tetapi TYPE selalu menunjuk ke
depan, nak, tak pernah ke belakang. Padahal kejatuhan setan ada di belakang
jauh sekali, dibandingkan dg kehidupan Babel dan rajanya.
Jadi,
diapakanpun, kecuali disulap, atau ditafsirkan ‘secara Independent’,
raja Babel ini tak bisa menunjuk kpd komandanmu, nak! Hehehe, guru2mu pandai
sulap, nak???
Kata2mu yg paling bawah aku ulang
di sini: “Justru menurut
saya: Bpk. Pdt. Budi Asali beserta Calvin dan Adam Clarke yang aneh KARENA TIDAK MAU MEMPERCAYAI kata-kata Alkitab itu sendiri”.
Aku tanya, nak, dimana alkitab (Yes
14 itu) katakan bahwa Lucifer / Bintang Timur itu nama dr komandan setan????
Jawab ini, nak, cari sampai rambutmu botak, kalau kamu bisa menemukannya!
Kalau kamu tak bisa menemukan, dan
pasti kamu tak bisa menemukan, maka kesimpulannya: ajaran Suhento itu, JUGA MeRuPaKan SUATU PENAFSIRAN! Jadi, dengan
alasan apa kamu bilang aku lebih percaya Calvin dan Clarke dari pada alkitab
sendiri?
Kamu juga
tak perhatikan kata2 Clarke bahwa nama Lucifer itu berarti ‘pembawa terang’ dan
krn itu jelas tak cocok utk komandan setan. Kalau kamu bilang cocok, kamu
membela komandan setan, nak! Jawab aku, nak: kamu percaya komandan setan itu
adalah pembawa terang???? Hmmm, kalau ya, pasti dia adalah ‘pembawa terang’ dlm
arti yg sama spt guru2mu dan kakek gurumu!
Anak SD
tahu kalau itu menunjuk kpd komandan setan? Oh, tentu saja, itu tak
mengherankan, krn anak SD kan masih tolol, sama spt kamu, nak, dan juga guru2mu
dan kakek gurumu! Kalau mahasiswa Fakultas, apalagi sarjana, pasti tak berpikir
demikian.
Info
tambahan, nak: Adam Clarke itu seorang Arminian, yg keras, sama spt kalian!
Tetapi ia mempunyai pengetahuan yg lebih banyak di ujung kukunya, dr seluruh gereja
kalian dlm kepala kalian. Dan sekalipun dlm hal2 yg berhubungan dg 5 points Calvinisme
ia tolol spt kalian, tetapi dlm hal ini ia pandai.
4) Waktu Nuh keluar dari bahtera, lalu beri persembahan kepada
Allah, dan Allah mencium baunya dan lalu ‘menjadi bahagia’!
Tanggapan Budi Asali:
a) Dari mana gerangan omong kosong itu? Dalam Kitab Suci saya
tak ada!
Kej 8:20-22 - “(20) Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari
segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram
diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas
mezbah itu. (21) Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu,
berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya: ‘Aku takkan mengutuk bumi ini lagi
karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah
Kulakukan. (22) Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan
menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam.’”.
Tanggapan
Dji:
Dalam
Kejadian 8:21 SECARA JELAS DAN GAMPANG DIMENGERTI bahwa TUHAN mencium
persembahan yang HARUM itu. HARUM dalam pengertian bahasa manusia
bahwa Tuhan senang atau Tuhan bahagia. Oleh karena itu Tuhan berfirman dalam
hatiNya: Aku takkan mengutuk bumi ini lagi........
Saya
yakin bahwa Bpk. Budi Asali, M. Div tentu tidak akan ketemu dalam Alkitabnya yg
tertulis “lalu bahagia”. Karena “Tuhan mencium persembahan yang HARUM itu”
adalah bahasa antromorfisme (bahasa yang Tuhan pakai supaya manusia tahu, bahwa
Tuhan senang / bahagia atas persembahan Nuh itu.)
Bagaimana
mungkin orang seperti Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div tidak bisa mengerti
ini?.....hehehehe... sabar ya pak?....
Tanggapan Budi
Asali:
Aku ngerti
bahasa itu nak, tetapi kamu yg tidak ngerti maksudku (atau pura2 nggak ngerti?).
Yg aku tekankan bukan ‘bahagia’, tetapi ‘menjadi’. Kalau saat itu Ia ‘menjadi’
senang / bahagia, bukankah secara implicit tadinya Ia tidak bahagia?
Bisakah Allah tidak bahagia, nak?
Memang
kalau dilihat ayat alkitab itu sendiri, tak ada kata ‘bahagia’, nak! Yg ada
hanya ‘Tuhan mencium persembahan yg harum’ dsb. Lalu mengapa
mesti ditafsirkan ‘bahagia’ oleh kakek gurumu yg ‘alkitabiah’ itu? Dia sulapan
lagi? Menurut aku, dan juga Adam Clarke, jauh lebih tepat ditafsirkan bahwa Ia
mencium bau harum persembahan itu, dan itu ‘memperkenan hatiNya’. Ini juga
bahasa Anthropomorphisme, nak, tetapi ‘memperkenan hati’ berbeda dg ‘menjadi
bahagia’! Bilang kakek gurumu itu utk lebih hati2 dlm menggunakan kata. Jangan
ngawur saja spt anak SD atau spt org yang tak pernah sekolah.
b) Kalau Allah ‘menjadi bahagia’, berarti tadinya tidak
bahagia?
Tanggapan
Dji:
Ini
adalah asumsi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri yang berlebihan dan membuat
pertanyaan ukuran anak SD. Padahal tidak ada pernyataan Dr. Suhento Liauw
yang mengatakan “tadinya Allah tidak bahagia”. Allah selalu bahagia sekalipun
tidak ada manusia. jadi, jangan membuat asumsi-asumsi yang berlebihan dan konyol, Bapak Pendeta Budi Asali, M. Div!.
Tanggapan Budi
Asali:
Oh, tadi
anak SDmu mengerti, skrg mrk salah mengerti. Mrk terlalu banyak kumpul org2
GBIA barangkali, shg dr pandai menjadi tolol?
Aku
maksudkan ‘implicit’, nak! Itu bukan konyol, nak! Juga bukannya berlebih2an. Coba
jelaskan bagaimana ‘menjadi bahagia’, itu tadinya bisa ‘sudah bahagia’?
Jadi, org yg sudah berbahagia bisa dikatakan ‘menjadi bahagia’???
Kalau aku
‘menjadi kaya’, maka tadinya aku tidak kaya. Kalau aku menjadi marah, tadinya
aku tidak marah. Kalau Allah ‘menjadi bahagia’????? Jawab sendiri, nak! Dan
cobalah utk tidak konyol dan berlebihan!
5) Darah di ambang pintu (tulah ke 10) diberikan di atas, kiri dan
kanan, membentuk salib! Juga ular tembaga ditaruh di atas tiang, supaya tidak
melorot diberi kayu horizontal, dan lagi-lagi membentuk salib!
Tanggapan Budi Asali:
Tafsiran kampungan dan menambahi Alkitab (bertentangan dengan Sola
Scriptura)!
Kel 12:7 - “Kemudian dari darahnya haruslah diambil sedikit dan
dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada
rumah-rumah di mana orang memakannya.”.
Memang ada kata-kata ‘kedua tiang pintu’, berarti di kiri dan kanan, lalu
ada ‘ambang atas’, berarti di atas, tetapi kalau tidak ada ‘di bawah’,
bagaimana bisa membentuk salib???
Lalu tentang peristiwa ular tembaga, mari kita lihat ceritanya dalam
Alkitab.
Bil 21:4-9 - “(4) Setelah mereka berangkat dari gunung Hor,
berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu
tidak dapat lagi menahan hati di tengah jalan. (5) Lalu mereka berkata-kata
melawan Allah dan Musa: ‘Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya
kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air,
dan akan makanan hambar ini kami telah muak.’ (6) Lalu TUHAN menyuruh ular-ular
tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang
Israel yang mati. (7) Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan
berkata: ‘Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau;
berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkanNya ular-ular ini dari pada kami.’ Lalu
Musa berdoa untuk bangsa itu. (8) Maka
berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada
sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap
hidup.’ (9) Lalu Musa membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang;
maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu,
tetaplah ia hidup”.
Dimana gerangan ada kata-kata ‘supaya tidak melorot lalu diberi kayu
horizontal’? Lagi mengigau, Pak Suhento?
Hal lain yang harus diketahui adalah: sebetulnya kita tidak tahu bagaimana
bentuk salib Kristus. Kata ‘salib’ dalam bahasa Yunani adalah STAUROS, dan
sebetulnya berarti ‘an upright pole’ (= tiang tegak). Dan salib yang
paling awal memang hanya berbentuk satu tiang tegak. Karena itu tak perlu
merasa heran kalau Saksi Yehuwa menggunakan tiang tegak sebagai salib Kristus.
Tetapi memang belakangan muncul variasi-variasi bentuk salib, sehingga ada yang
berbentuk X, Y, T, dan juga seperti salib yang kita kenal. Lalu yang mana yang
merupakan salib yang digunakan untuk Yesus? Satu-satunya alasan untuk memilih
salib yang paling umum adalah karena dikatakan bahwa di atas kepala Yesus
dituliskan kata-kata ‘Yesus dari Nazaret, raja orang Yahudi’. Kalau salib
berbentuk X, Y, atau T, dimana tulisan itu mau diletakkan? Jadi, dipilih salib
yang kita kenal itu. Tetapi ini argumentasi yang sangat lemah, karena untuk
salib yang manapun, bisa diberi tulisan, menggunakan papan yang diikat dengan
tali. Apalagi salib yang berbentuk tiang tegak, tentu tak ada masalah dengan
pemberian tulisan itu.
Kesimpulan: bahwa salib Yesus dikatakan berbentuk seperti yang
sekarang kita kenal, merupakan sesuatu yang sangat tidak pasti!
Tanggapan
Dji:
Dr.
Suhento Liauw seorang Kristen Fundamental Alkitabiah mengajarkan Alkitab adalah
satu-satunya Firman Tuhan (di luar
Alkitab tidak ada Firman Tuhan), TIDAK MUNGKIN menambahi Firman Tuhan atau
mengurangkan Firman Tuhan, karena itu bertentangan dengan pengajaran dan
keyakinannya sendiri.
Tanggapan Budi Asali:
Kamu naif,
nak! Saksi Yehuwa juga mengakui kalau alkitab adalah satu2nya Firman Allah,
tetapi tafsiran mrk lucu2, hampir sama lucunya dg tafsiran kakek gurumu!
Utk bisa
membentuk salib yg dimaksudkan oleh Suhento Liauw, maka hrs ada atas, bawah,
kiri dan kanan, bukankah begitu, nak? Dia punya cuma atas, kiri, kanan, kok
bisa jadi salib? O ya, tentu bisa krn dia pesulap, atau penafsir ‘independent’
/ ‘bebas’!
Darah di
ambang pintu (Domba Paskah dalam tulah ke 10 ) jelas mengacu kepada Yesus
Kristus yang disalibkan (Yoh. 1:29 “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia
berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”) Darah domba
paskah yang dibubuhkan kedua tiang pintu dan ambang atas hanya mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus disalibkan untuk semua
manusia yang berdosa. Adalah sangat mengherankan saya jika Bapak Pendeta Budi
Asali, M. Div ini meributkan/mempermasalahkan “bentuk salibnya”. Beliau mengkritik lambang yang dibubuhkan, bukannya
melihat inti/hakekat dari perayaan
domba paskah dan ular tembaga itu sendiri. Tentang ular tembaga yang dibuat
oleh Musa ini Rasul Yohanes berkata: (Yoh. 3:14-15) “Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”
Tanggapan Budi
Asali:
Aku sdh
tahu kalau domba Paskah maupun ular tembaga mrpk TYPE2 dr Yesus, nak. Aku tahu
itu sebelum kamu lahir, nak. Aku tak persoalkan itu, tetapi hanya bgm bisa
atas, kiri, kanan, kok membentuk salib? Itu dlm bahasa Inggrisnya ‘ridiculous’
atau ‘absurd’, nak!
Jg kayu horizontalnya
muncul dr mana, nak? Disulap lagi, nak? Kalau itu tidak menambahi alkitab, itu
namanya apa, nak?
Aku
meributkan / mempermasalahkan bentuk salibnya, nak? Yg meributkan / mempermasalahkan
bentuk salibnya kan kakek gurumu sendiri, nak? Bukankah dia yg mengatakan darah
di atas, di kiri, di kanan ambang pintu membentuk salib? Juga bahwa tiang utk
ular tembaga diberi kayu horizontal shg membentuk salib?
Aku bukan
mengkritik lambangnya, nak! Lambangnya tak salah, mengapa aku kritik? Aku mengkritik
kakek gurumu, pada waktu ia menceritakan lambang itu, krn ia menceritakannya secara
berbeda dg waktu alkitab menceritakannya! Ngerti, nak? Bilang dia, supaya
jgn terlalu banyak berkhayal, atau menafsir secara ‘independent’, tetapi lebih
banyak baca alkitab.
6) Baptisan harus selam, kalau tidak seperti Kain yang beri
persembahan hasil bumi dan bukan binatang. Kata Yunani BAPTIZO artinya dicelup
/ direndam. Jadi, orang yang dibaptis percik sama saja dengan belum dibaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Dalam seminar itu mula-mula ia mengatakan baptisan itu bukan merupakan
sesuatu yang hakiki untuk keselamatan, tetapi anehnya pada waktu menekankan
keharusan baptisan selam, ia mengatakan bahwa orang yang menggunakan baptisan
percik adalah seperti Kain, yang bukannya mempersembahkan binatang tetapi
mempersembahkan tanaman. Bukankah ia menjadikannya sebagai sesuatu yang
bersifat hakiki / mutlak untuk keselamatan? Ia secara bodoh mengajarkan sesuatu
yang bertentangan dengan ajarannya di bagian depan.
Kata Yunani BAPTIZO memang bisa berarti ‘celup’ atau ‘rendam’, tetapi tidak
harus berarti seperti itu! Akan saya buktikan dari penggunaan kata itu dalam
Alkitab sendiri.
1. Mark 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih
dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang,
umpamanya hal mencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”.
KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they eat not. And
many other things there be, which they have received to hold, as the washing of
cups, and pots, brasen vessels, and of tables’ (= Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka
tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti
pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja).
Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi
footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno
yang memberikan kata-kata itu.
Kalau kata-kata itu memang
orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa pembaptisan / pencucian dalam
ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena bagaimana mungkin orang
merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal,
bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci
tersebut. Dan kalau kata-kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang
mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang
itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.
Tanggapan
Dji:
Hampir
semua mahasiswa theologi tahu apa arti literal / hurufiah kata “BAPTIZ = selam/celup,”
sedangkan ”RANTIZ = percik”.
Tanggapan Budi
Asali:
Lagi2
‘hampir semua mahasiswa’ yg mana? Dr sekolah theologia kalian, yg suka menafsir
secara independent itu? Hahaha.
Aku pakai Bible Works 7, yg
aku tahu Suhento Liauw juga punya di laptop yg dia pakai waktu seminar. Aku
sorot kata ‘baptized’ dlm KJV dr Mat 3:6, dan di sebelah kanan muncul
penjelasan / arti sbb:
907
bapti,zw baptizo
{bap-tid'-zo}
Meaning: 1) to dip repeatedly, to immerse, to submerge
(of vessels sunk) 2) to cleanse by dipping or submerging, to
wash, to make clean with water, to wash one's self, bathe 3) to
overwhelm
Karena
itu aku katakan bahwa BAPTIZO BISA berarti ‘selam’ (maksudnya itu salah satu
arti, tetapi bukan satu-satunya arti!). Dalam arti-arti yang diberikan
oleh Bible Works 7 itu, ada arti ‘mencuci’,
‘membersihkan dengan air’. Ini tidak harus dilakukan dengan merendam, nak!
Kalau kamu punya sepeda motor dan kamu mau mencucinya, kamu rendam sepeda motormu?
Kalau ya, lain kali coba cuci pesawat terbang atau kereta api, nak!
Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div SENDIRI DI ATAS MENGAKUI bahwa “Dr.
Suhento Liauw mengajarkan baptisan itu bukan
merupakan sesuatu yang hakiki untuk keselamatan.” Tetapi kemudian justru komentar Bpk. Pdt. Budi Asali,
M. Div sendiri yang “menyerang balik”
dengan berkata “Dr. Suhento menjadikannya (baptisan) sebagai sesuatu yang bersifat
hakiki/mutlak untuk keselamatan?” ini adalah BUKTI FITNAH seorang Bapak yang bernama Pdt. Budi Asali,
M. Div, yang bertentangan dengan ajaran guru kami Dr. Suhento Liauw.
Tanggapan Budi
Asali:
Nak, kamu
tak mengerti maksudku atau pura2 tak mengerti? Kalau yg pertama, kamu tolol,
kalau yg kedua, kamu pendusta! Yg mana yg benar, nak?
Aku justru
menunjukkan kalau ajaran kakek gurumu itu saling bertentangan. Mula2 dia mengatakan
bahwa baptisan itu tidak hakiki, tetapi lalu belakangan dia katakan bahwa kalau
tidak dibaptis selam, itu spt Kain yg memberi persembahan tanaman! Bukankah
jadi hakiki, nak? Jadi, ini seranganku,
nak, bukan fitnahan. Coba jawab, nak! Dan minta tolong kakek gurumu!
Mengenai
“Baptizo” dalam Markus 7:4 penggunaan Yunaninya (TR) adalah BAPTISONTAI. Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div sendiri juga MENGAKUI bahwa arti Baptizo adalah “celup atau
rendam”. Tetapi herannya ia tidak mau
menaati perintah baptis itu sendiri, dengan mengatakan kata itu (baptizo) “tidak
harus berarti seperti itu (maksudnya tidak harus celup/rendam).”
Tanggapan Budi
Asali:
STTmu pasti
kekurangan murid, nak, krn kalau aku punya murid setolol kamu, sdh aku pecat dari
dulu. Orang setolol kamu, jadi tukang parkirpun nggak pantas, nak!
Kalau aku
katakan, “‘heart bisa berarti jantung”, maka maksudnya “tidak hrs
berarti ‘jantung’”. Ngerti maksudku, nak? ‘Heart’ bisa berarti lain,
yaitu ‘hati’ (bukan ‘hati’ dlm arti organ tubuh, nak, tetapi ‘hati’ sbg pusat
dr manusia). Apanya yg kontradiksi? IQmu berapa nak? Ada 30??? Kamu mestinya
bukan masuk sekolah theologia, tetapi SLB!
Kalau
ada orang berkata “jalan” tetapi maksudnya “lari” atau ia berkata “duduk”
tetapi maksudnya “berdiri”... yah.....akan repot kita memahami omongan orang
demikian.
Tanggapan Budi Asali:
Ini tak ada
hubungannya dg kata2ku, nak!
Tetapi coba
baca kalimat ini dan artikan! “Kemarin ada kecelakaan, dan korbannya segera ‘dilarikan’ ke rumah sakit”.
Atau kalimat ini. “Org itu ditangkap polisi krn ‘melarikan’ anak gadis di bawah umur”. Apa arti ‘dilarikan’ dan ‘melarikan’ di sini? Mrk
sungguh2 lari?
Kesimpulan
saya: Kalau Alkitab bilangnya “Baptis” maka itu harusnya selam/rendam/celup ke
dalam air, bukan percik seperti yang DI-INGIN-KAN
oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini.
Tanggapan Budi Asali:
Siapa
menginginkan percik, nak? Pandanganku dlm baptisan adalah ini: semua boleh, mau
selam, mau tuang, mau percik, aku tak pusingkan yg manapun. Justru kalian yg
sok benar, yg anggap selam sbg satu2nya baptisan yg sah. Itu yg aku anggap
tolol!
Seharusnya
sebagai orang yang mengakui Alkitab satu-satunya firman Tuhan (Sola Scriptura)
kita tidak perlu meragukan ada kebiasaan orang Yahudi yang merendam belanga
atau meja sekalipun, dengan mencari alasan-alasan yg “aneh” untuk tidak mau
menaati Firman Tuhan, dengan gampangnya Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div berkata “biasanya
orang mencuci barang-barang itu
dengan mencurahkan air ke benda tersebut.” Padahal ini hanya sebuah asumsi
praduga beliau belaka. Dari mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div mengetahui bahwa
“biasanya” orang mencuci
barang-barang itu dengan mencurahkan air? Ini adalah praduga tanpa bukti.
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, kamu
mewarisi kebiasaan kakek gurumu, dg memberi pernyataan tanpa dukungan apapun.
Apa alasannya mengatakan itu kebiasaan mrk? Kalau aku, aku punya logikanya yg
sgt masuk akal. Mrk hidup di tanah yg sukar dpt air, jadi pasti menghemat air.
Tetapi kamu bilang mrk terbiasa mencuci meja dg merendamnya? Dpt air dr mana, nak?
Embahmu yg kirim?
Dan jawab
pertanyaanku di atas tadi. Kamu mencuci sepeda motor dengan merendam? Kalau ya,
coba lain kali cucikan mobilku! Hahaha!
Dalam
imamat 14:5 “imam harus memerintahkan supaya burung yg seekor disembelih di
atas belanga tanah berisi air mengalir (tentu pencucian belanga ini terjadi di
dalam sungai), bukan dibasuh atau disiram. ini salah satu contoh ayat yg
mendukung belanga di rendam/dicelup di
dalam air.
Tanggapan Budi Asali:
Im 14:5 - “Imam harus memerintahkan supaya burung
yang seekor disembelih di atas belanga tanah berisi air mengalir”.
Bagian mana
dr ayat itu yg menunjukkan kalau belanga direndam dlm air? Dan dr mana kamu
bilang bahwa ini mrpk ‘pencucian belanga’? Kamu buta huruf, nak?
Bandingkan dg tafsiran Adam Clarke ttg ayat ini, nak!
Adam
Clarke: “[Over running water.] Literally,
"living," that is, spring water. The meaning appears to be this: Some
water (about a quarter of a log, an eggshell and a half full, according to the
rabbis) was taken from a spring, and put into a clean earthen vessel, and they
killed the bird over this water, that the blood might drop into it; and in this
blood and water mixed they dipped the instrument before described and sprinkled
it seven times upon the person who was to be cleansed. The living or spring
water was chosen because it was purer than what was taken from pits or wells,
the latter being often in a putrid or corrupt state; for in a ceremony of
purifying or cleansing, everything must be as pure and perfect as possible”.
Catatan: kalau tak mengerti bahasa Inggrisnya, tanya
kakek gurumu, nak!
2. Luk 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci(EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.
Orang mencuci tangan tidak
harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada
tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’.
Tanggapan
Dji:
Lukas
11:38 “tidak mencuci” di sini berarti tidak mencuci dengan tidak mencelupkan/tidak merendamkan tangan-Nya ke dalam air. Justru tidak ada bukti kuat bahwa ayat
ini bisa berarti mencurahkan air
pada tangan. “Mencurahkan air pada
tangan” adalah hasil penafsiran Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri untuk mendukung doktrinnya.
Tanggapan Budi
Asali:
Lagi2 logikanya, org yg hrs hemat air tentu tak
mencuci tangan dg merendam. Disamping itu, William Barclay, yg jago dlm urusan
tradisi, latar belakang dsb, mengatakan sbb dlm tafsirannya ttg Mark 7:1-4 (yg
juga membicarakan ttg cuci tangan yg sama spt dlm Luk 11:38): “There
were definite and rigid rules for the washing of hands. Note that this
hand-washing was not in the
interests of hygienic purity; it was ceremonial
cleanness which was at stake. Before every meal, and between each of the
courses, the hands had to be washed, and they had to be washed in a certain
way. The hands, to begin with, had to be free of any coating of sand or mortar
or gravel or any such substance. The water for washing had to be kept in
special large stone jars, so that it itself was clean in the ceremonial
sense and so that it might be certain that it had been used for no other
purpose, and that nothing had fallen into it or had been mixed with it. First, the
hands were held with finger tips pointing
upwards; water was poured
over them and had to run at least down to the wrist; the minimum
amount of water was one quarter of a log, which is equal to one and a half
egg-shells full of water. While the hands were still wet each hand had to be
cleansed with the fist of the other. That is what the phrase about using the
fist means; the fist of one hand was rubbed into the palm and against the
surface of the other. This meant that at this stage the hands were wet with
water; but that water was now unclean because it had touched unclean hands. So,
next, the hands had to be held with
finger tips pointing downwards and water had to be poured over them in such a
way that it began at the wrists and ran off at the finger tips.
After all that had been done the hands were clean”.
Ngerti bahasa Inggris, nak? Kalau tidak, tanya
kakek gurumu, ya nak? Atau baca tanggapan Pdt Esra thdp tulisanmu, yg juga
memberikan kutipan dari William Barclay, tetapi dlm versi Indonesia. Dan asal
tahu saja, nak, Barclay ini jago dlm urusan tradisi dan kebudayaan pd jaman itu
di tempat itu! Dan ia mengatakan bhahwa tradisi cuci tangan ini airnya
dicurahkan, bukan tangannya direndamkan ke dalam air, nak! Lebih cocok dg
baptis tuang, nak, tidak cocok dg baptis selam.
3. 1Kor 10:2 - ‘dibaptis dalam awan dan dalam laut’.
Kata Yunaninya adalah EBAPTISANTO.
Dua hal yang harus
diperhatikan:
a. Orang Israel
berjalan di tempat kering (Kel 14:22). Yang terendam air adalah orang
Mesir!
b. Awan tidak ada
di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Kel 14:19-20). Juga awan itu
tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan awan untuk memberi
hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih cocok dengan baptisan
percik, bukan selam.
Jadi jelas bahwa orang Israel
tidak direndam / diselam dalam awan dan dalam laut!
Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word baptism does
not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that
neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting
untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya
di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh
mereka).
Tanggapan
Dji:
I Kor.
10:2 “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua (orang-orang Israel yg
menyeberangi laut Merah) telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.” Paulus
sendiri mencatatkan begitu adanya, dan memang begitu fakta sejarahnya. Theologi Rasul Paulus mengatakan
“mereka semua telah dibaptis dalam awan
dan dalam laut. Ini bertentangan dengan theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M.
Div yang mengatakan “mereka (orang Israel) tidak
direndam/diselam dalam awan dan dalam laut!.” Ajaran Dr. Suhento Liauw
adalah sama seperti yg diajarkan oleh Rasul Paulus, yaitu melihat orang-orang
Israel telah dibaptis dalam awan dan laut, ini bertentangan dengan ajaran Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div yg mengatakan mereka tidak dibaptis dalam awan dan
dalam laut.
Jelas
orang Israel berjalan di tempat kering (Kel. 14:22 dan ayat 29) tetapi tempat kering
di dalam laut (di tengah-tengah laut). “Sedang di kiri dan di kanan mereka air
itu sebagai tembok bagi mereka.” Bukankah ini sudah sangat jelas bahwa mereka
semua telah masuk ke dalam laut Merah?
Tidakkah ini membuat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengerti Baptisan yg
dimaksud oleh Rasul Paulus dalam I Kor. 10:2 ?........ atau adakah bangsa Israel melewati laut Merah
dengan dipercik/dicurahkan air laut?...atau diteteskan air seperti dugaan Bpk.
Budi Asali, M. Div?......... (tidak ada yang salah dengan pernyataan Barnes di
atas, karena orang Israel memang awan dan air tidak menyentuh mereka), tetapi
ini juga bukan otomatis berarti
mereka tidak dibaptis dalam awan dan air, karena
Theologi Rasul Paulus meneguhkan bahwa
bangsa Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut. (1Kor. 10:2). Sekali lagi
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini bertentangan dengan theologi Paulus.
Tanggapan Budi Asali:
Mereka
memang masuk ke Laut Teberau, tetapi mereka tidak terendam air, nak! Kamu
sendiri menuliskan ‘tempat kering’! Yang terendam air, adalah orang Mesir. Jadi, dengan praktek baptis
selam, kamu jadi seperti Firaun dan kambrat2nya! Hahaha.
Aku kira
aku tak perlu jelaskan point ini lebih jauh, krn yg punya otak pasti sdh
mengerti maksudku! Kalau ada yg belum mengerti, mrk tak punya otak, jadi
dijelaskan lagi juga percuma!
4. Ibr 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macampembasuhan (BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup
insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.
Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macampersembahan’. Ini salah
cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.
Terjemahan Lama:
‘berbagai-bagai basuhan’.
NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).
NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang bersifat upacara keagamaan).
RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian).
KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).
Kata Yunaninya adalah
BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’.
Kalau kita memperhatikan
kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’
dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak
diartikan selam / celup, tetapi percik.
Tanggapan
Dji:
Dalam
Ibrani 9:10 memang bahasa Yunani yang digunakan di situ adalah BAPTISMOIS
(LAI.2009 Terjemahkan: pelbagai macam pembasuhan). Ayat ini tidak otomatis mendukung pembasuhan dgn
cara percik, karena kata yang dipakai adalah BAPTISMOIS. Jadi, ayat ini justru
mendukung pembasuhan dengan cara direndam/dicelup, karena arti Baptis
adalah rendam/celup.
Sedangkan
dalam Ibrani 9:13 kasusnya berbeda, (bukan menggunakan BAPTIMOIS) kata yg
dipakai adalah RANTIZOUZA dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik), Ibr. 9:19 kata yg dipakai
adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik), Ibr. 9:21 kata yg dipakai
adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik).
Jadi, dalam
bahasa aslinya (Yunani) Ibr. 9:10 dari kata BAPTISMOIS (celup/rendam) sedangkan
dalam Ibr. 9:13, 19, 21 dari kata RANTIZ (percik), bukan dari kata “baptis”
seperti dugaan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas yg tidak teliti
memperhatikan bahasa Yunani dalam Ibr. 9:13, 19, 21 dengan berkata “karena itu jelas bahwa disini kata “baptis”tidak diartikan
selam/celup, tetapi percik.” Padahal dalam bahasa aslinya untuk ke tiga ayat ini (ibr. 9:13, 19, 21) memang menggunakan kata “Rantiz” (bukan
kata “Baptiz” yg diduga oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div). Jangan disama-ratakan
dong Pak?..... kasihan orang yg tidak teliti nanti. Karena dalam ayat Ibrani
9:10 saja yg menggunakan kata Baptiz
di situ, yg lainnya memang menggunakan kata Rantiz.
Sekali lagi ini membuktikan keinginan
Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div yg ingin mencomot ayat-ayat tertentu (tanpa
memperhatikan akar kata ibr. 9:13, 19, 21) untuk mendukung doktrin perciknya.
ini saya
MASIH BELUM MENGUTIP BUKTI-BUKTI bahwa
Alkitab mendukung Baptisan selam / rendam / celup ke dalam air.
Tanggapan Budi
Asali:
Siapa yg mengatakan
kedua kata itu sama, nak? Baca lagi kata2ku di atas, nak! Lalu, sekarang kita
baca seluruh kontext, ya nak?
Ibr 9:9-14 - “(9) Itu adalah kiasan masa
sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak
dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka,
(10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah
peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu
pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal
yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang
lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang tidak
termasuk ciptaan ini, -- (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya
ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah
anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah
mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah
lembu jantan dan percikan abu
lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara
lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal
telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang
tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang
sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
John Owen: “They consisted in, or were concerning ‘divers
washings’ Baptismo>v is any kind of washing,
whether by, dipping or sprinkling, - putting the thing to be washed into the
water, or applying the water unto the thing itself to be washed. Of these washings there
were various sorts or kinds under the law: for the priests were washed, Exodus
29:4; and the Levites, Numbers 8:7; and the people, after they had contracted
any impurity, Leviticus 15:8, 16. But the apostle seems to have particular
respect unto the washings of the priests and of the offerings in the court of
the tabernacle, before the altar; for these were such, as without which the
gifts and sacrifices could not be rightly offered unto God” (= ) - ttg Ibr 9:10.
John Owen: “And therefore the words in the close of the verse,
expressing the end and effect of these ordinances, ‘sanctifieth the unclean
unto the purifying of the flesh,’ are not to be restrained unto them
immediately foregoing, ‘the ashes
of an heifer sprinkled;’ but an equal respect is to be had unto the other sort,
or ‘the blood of bulls and of goats.’” (= ) - ttg
Ibr 9:13.
John Owen: “Wherefore by ‘bulls and goats,’ by a usual synecdoche,
all the several kinds of clean beasts, whose blood was given unto the people to
make atonement withal, are intended. So is the matter of all sacrifices
expressed, Psalm 50:13, ‘Will I eat the flesh of bulls, or drink the blood of
goats?’ Sheep are contained under goats, being all beasts of the flock. And it
is the ‘blood’ of these bulls and goats which is proposed as the first way or
means of the expiation of sin, and purification under the law. For it was
by their blood, and that as offered at the altar, that atonement was made,
Leviticus 17:11. Purification was also made thereby, even by the sprinkling of it” (= ) - ttg Ibr 9:13.
John Owen: “The second thing mentioned unto the same end, is ‘the
ashes of an heifer,’ and the use of them; which was by ‘sprinkling.’ The
institution, use, and end of this ordinance, are described at large, Numbers
19. And an eminent type of Christ there was therein, both as unto his
suffering and the continual efficacy of the cleansing virtue of his blood in
the church” (= ) - ttg Ibr 9:13.
John Owen: “The blood of the heifer being slain, was sprinkled
by the priest seven times directly before the tabernacle of the congregation,
verse 4: so is the whole church purified by the sprinkling of the blood of Christ” (= ) - ttg Ibr 9:13.
John Owen: “(6.) Cedar wood, hyssop, and
scarlet, were to be cast into the midst of the burning of the heifer, verse 6; which
were all used by God’s institution in the purification of the unclean, or the
sanctification and dedication of any thing unto sacred use, to teach us
that all spiritual virtue unto these ends, really and eternally, was
contained in the one offering of Christ. (7.) Both the priest who sprinkled
the blood, the men that slew the heifer, and he that burned her, and he that
gathered her ashes, were all unclean, until they were washed, verses 7-10: so
when Christ was made a sin-offering, all the legal uncleannesses, that is, the
guilt of the church, were on him, and he took them away” (= ) - ttg Ibr 9:13.
John Owen: “The manner of the application of this purifying water was
by sprinkling, being sprinkled; or rather, transitively, ‘sprinkling
the unclean.’ Not only the act, but the efficacy of it is intended. The manner
of it is declared, Numbers 19:17, 18. The ashes were kept by themselves. When
use was to be made of them, they were to be mingled with clean living water,
water from the spring. The virtue was from the ashes, as they were the ashes of
the heifer slain and burnt as a sin-offering. The water was used as the means
of their application. Being so mingled, any clean person might dip a bunch of
hyssop (see Psalm 51:7) into it, and sprinkle any thing or person that
was defiled. For it was not confined unto the
office of the priest, but was left unto every private person; as is the
continual application of the blood of Christ. And this rite of sprinkling
was that alone in all sacrifices whereby their continued efficacy unto
sanctification and purification was expressed. Thence is the blood of Christ
called ‘the blood of sprinkling,’ because of its efficacy unto our
sanctification, as applied by faith unto our souls and consciences” (= ) - ttg Ibr 9:13.
Aku yakin kamu pusing kalau baca kata2 John Owen ini. Kalau tak
mengerti, tanya kakek gurumu, dan kalau dia tak mengerti juga, SURUH DIA TANYA
AKU!
Argumentasi-argumentasi lain bahwa bahwa baptisan tidak harus dilakukan
dengan selam, tetapi boleh dengan percik, adalah:
a) Ada banyak
kasus dimana rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam.
Dalam Kitab Suci ada banyak
contoh dimana baptisan tidak dilakukan di sungai. Juga tidak diceritakan adanya
kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kis 2:41 Kis 9:18 Kis
10:47-48 Kis 16:33). Kis 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan
bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman karena hal itu terjadi di
dalam penjara!
Charles Hodge, seorang ahli
theologia Reformed dan pendukung baptisan percik, berkata:
“In Acts 2:41, three thousand
persons are said to have been baptized at Jerusalem apparently in one day at the season of Pentecost in
June; and in Acts 4:4, the same
rite is necessarily implied in respect to five thousand more. ... There is in summer no running stream in the
vicinity of Jerusalem, except the mere rill of Siloam of a few rods in length;
and the city is and was supplied with water from its cistern and public
reservoirs. From neither of these sources could a supply have been well
obtained for the immersion of eight thousand persons. The same scarcity of water
forbade the use of private baths as a general custom” [= Dalam Kis 2:41, dikatakan bahwa 3000 orang
dibaptiskan di Yerusalem, dan itu jelas terjadi dalam satu hari pada musim Pentakosta di bulan Juni; dan dalam Kis 4:4, secara tidak langsung bisa dipastikan bahwa upacara
yang sama dilakukan terhadap 5000 orang lebih. ...Pada musim panas,
tidak ada sungai mengalir di Yerusalem dan sekitarnya, kecuali sungai kecil
dari Siloam yang panjangnya beberapa rod (NB: 1 rod = 5 meter); dan kota itu,
baik sekarang maupun dulu, disuplai dengan air dari bak / tangki air dan waduk
/ kolam air milik / untuk umum. Tidak ada dari sumber-sumber ini yang bisa
menyuplai air untuk menyelam 8000 orang. Kelangkaan air yang sama melarang
penggunaan bak mandi pribadi sebagai suatu kebiasaan umum] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.
Catatan: Kis 4:4 seharusnya ‘menjadi 5000 orang’, bukan ‘bertambah dengan
5000 orang’.
Charles Hodge lalu menambahkan
sebagai berikut:
“The baptismal fonts still
found among the ruins of the most ancient Greek churches in Palestine, as at
Tekoa and Gophna, and going back apparently to very early times, are not large
enough to admit of baptism of adult persons by immersion, and were obviously
never intended for that use” (= Bak-bak untuk membaptis yang ditemukan di
antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa
dan Gophna, dan jelas berasal dari waktu yang sangat awal, tidak cukup besar
untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan
untuk penggunaan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.
Tanggapan
Dji:
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div ini sangat mempercayai kata-kata dari Charles Hodge
(dari pada untuk percaya kpd kata-kata
dari Alkitab), bahkan ia lupa untuk menganalisa Alkitab dan bahkan lupa untuk
menganalisa tulisan Charles Hodge sendiri, sehingga ia berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan
selam”. Jangan pakai rasa-rasa,
dong Pak ?..........(bagaimana mungkin Bapak membangun doktrin/pengajaran dengan
perasaan?)
Tanggapan Budi
Asali:
Kamu bilang
aku lebih percaya kpd Hodge dari pada kpd alkitab. Aku tanya: dimana dlm ayat
ini dikatakan ‘baptisan SELAM’? Mana kata2nya, nak? Kamu lagi2 buta huruf atau
berhalusinasi? Yg mengatakan bahwa ini ‘selam’, JUGA Menafsirkan, nak! Jadi, aku lebih percaya Hodge dp para
penafsir2 yg tolol itu, bukan lebih percaya Hodge dp alkitab!
Dlm
berargumentasi, kdg2 memang ada argumentasi yg tidak bisa dipastikan 100 %,
tetapi 95 % atau 99 %, dan kalau aku menggunakan argumentasi yg spt itu, aku
secara jujur menggunakan kata ‘rasanya’ atau kata yg sejenis dg kata itu.
Kalau cuma yakin 99 % mengapa dipakai? Semua org berargumentasi dg cara itu,
nak! Dan dlm beragumentasi ttg ‘ketidak-harusan’ menggunakan baptisan selam,
aku menggunakan beberapa / banyak argumentasi yg aku yakin 99 % ini, shg
beberapa dr argumentasi yg meyakinkannya cuma 99 %, pd waktu digabungkan,
menjadi mustahil utk salah! Ngerti, nak? Kata2mu yg tahu2 lari kpd ‘perasaan’
cuma membuktikan ketololanmu!
Mari kita
lihat: (per ayat akan di kupas
tuntas):
Tanggapan Budi Asali:
Jgn sok
pinter kalau bicara, nak. Tingkatanmu belum memungkinkan kamu mengupas ayat2
alkitab, apalagi mengupas tuntas! Bahkan kakek gurumu belum tingkatannya utk
lakukan itu, apalagi kamu yang masih bau kencur! Aku tak sembarang bicara, karena
aku lihat bagaimana kakek gurumu menafsirkan ayat2 alkitab, sehingga menjadi
lelucon!
Kata
Alkitab:
Kis. 2:41 “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan
pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” Ayat ini
adalah lanjutan dari Kis. 2:1
“Ketika tiba hari Pentakosta, SEMUA
ORANG PERCAYA berkumpul di satu
tempat”. SEMUA ORANG PERCAYA berarti
termasuk 12 Rasul dan 120 orang yg berkumpul juga (pada hari
pemilihan Matias jadi Rasul menggantikan Yudas). jadi, ketika jumlah 3.000
orang dibaptis dalam satu hari, itu bukanlah
suatu angka yg sulit untuk dibaptis selam, karena yg membaptis tentu
bukanlah Rasul Petrus seorang diri. Yang membaptis mereka (3.000 orang) minimal
ada 12 orang Rasul yg membaptis atau bisa jadi yg 120 orang itu juga ikut
membaptis. Jika 3.000 orang dibagi 132 orang untuk dibaptis maka masing-masing
orang hanya membaptis antara 22 atau 23 orang. Jadi, tidak sampai satu jam
sudah selesai acara pembaptisan selam. Jadi, mengapa “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam” Bapak Budi Asali,
M. Div ?........ Kitab Suci juga TIDAK
BERKATA “TIDAK ADA KOLAM DAN TIDAK ADA SUNGAI”. Kitab Suci berkata mereka
semua (3.000 orang) dibaptis yang artinya diselam. (entah diselam di kolam atau
di sungai, atau di bak mandi itu bukan esensinya, esensinya adalah mereka
diselam/dibaptis).
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, anak
kemarin sore ini memang sok pinter. 12 rasul semua membaptis aku setuju saja,
tetapi 120 org itu jemaat awam, dan anak bau kencur ini katakan mrk ikut
membaptis??? Aku tanya: di GBIA mu apakah org awam boleh membaptis? Kalau kamu
menganggap 120 org ini ikut membaptis, mengapa GBIAmu tidak mengikuti ayat ini
(sesuai dengan tafsiranmu)? Jadi, pilihanmu adalah; atau GBIAmu tak alkitabiah,
atau kamu sedang mengigau dlm menafsirkan ayat ini! Mau yg mana, nak?
Yerusalem
cuma ada satu kolam, yaitu kolam Siloam (Yoh 9:7). Kalau kamu bilang ada kolam yg lain di Yerusalem, tunjukkan dr
alkitab, nak! Kamu yg bilang ada, jadi beban pembuktian ada padamu! Mereka
sangat kekurangan air. Kolam itu milik umum. Kristen adalah agama yg ditentang
oleh mayoritas Yahudi saat itu, dan juga oleh Romawi yg berkuasa saat itu. Kamu
pikir dg logikamu yg cuma sedikit itu, apakah mereka akan memperbolehkan 132 orang
pembaptis + 132 orang yg dibaptis, semuanya mencebur ke dlm kolam itu. Dan yg
132 yg dibaptis terus bergantian dg 132 org yg lain, sampai jumlah 3000 itu
selesai. Setelah selesai, aku yakin kolam itu jadi kolam susu coklat, yg pasti
akan membuat sukacita semua org Yahudi dan Romawi yg anti Kristen. Bagus bukan,
logikamu, nak????
Atau krn
baptis selam, mungkin kolam yg dalamnya 5,7 m itu memungkinkan mrk membaptis
sambil disusun ke bawah, pasti bisa 3 susun, dan yg dibawah pakai masker
oksigen!
Sekarang
kalau yang membaptis hanya 12 org rasul, maka tiap2 rasul harus membaptis 250
org. Kalau 1 orang perlu waktu 1 menit, yang mana kelihatannya mustahil, maka
tetap dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam! Pasti para rasul kena flu pada malamnya!
Dan kalau membaptisnya spt pdt2 jaman sekarang pd waktu membaptis selam, dimana
tangan pdt menahan org yg digeblakkan ke belakang, maka pasti para rasul punya
bicep spt Arnold Swarzeneger!
Mau tahu
ukuran kolam itu, nak?
Easton’s Bible Dictionary (ttg ‘Siloam’): “The pool is 53 feet in length from north to
south, 18 feet wide, and 19 deep”.
Jadi kolam
hanya berukuran panjang sekitar 16 m, lebar 4,80 m, dan dalamnya 5,70 m.
Bayangkan bagaimana 264 org masuk ke kolam sekecil itu, lalu yg 132 keluar dan
diganti dg 132 org yg lain. Pasti meriah sekali ya, jadi spt masuk diskotik yg
penuh sesak!
Mau yg
lebih heboh lagi?
Smith’s Bible Dictionary (ttg ‘Siloam’): “This pool is oblong, about 52 feet long, 18
feet broad and 19 feet deep; but it is never filled, the water either
passing directly through or being maintained at a depth of three or four feet”.
Jadi kolam
yg dalamnya 5,7 m itu hanya diisi sebanyak 3-4 kaki (90 cm - 120 cm). Kalau mau
selam pasti akan menyukarkan, apalagi kalau spt grj yg melakukan selam dg
orgnya digeblakkan kebelakang. Dan pasti membuat susun tak mungkin, dan juga yang
sdh sesak menjadi makin sesak lagi!
Mari
perhatikan dengan teliti: Systematic Theology Charles Hodge vol.
III hal. 534 yg dikutip Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div tidak bisa dijadikan standar kebenaran (karena Charles Hodge
berkata “Kis 2:41 terjadi di bulan Juni,
di musim panas, tidak ada sungai yg mengalir di Yerusalem dan sekitarnya
kecuali sungai kecil dari Siloam). Charles Hodge ingin menutup kemungkinan argument baptis selam, tetapi akhirnya ia sendiri menambahkan
“bak-bak
untuk membaptis yg ditemukan di
antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa
dan Gophna dan jelas berasal dari waktu yg sangat awal...”.kemudian Charles Hodge kembali cepat-cepat
menutup kemungkinan baptis selam dengan melanjutkan berkata “tidak
cukup besar untuk baptisan orang
dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk
penggunaan seperti itu.” –‘Systematic Theology’-Vol. III hal. 534.
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div terlalu cepat dan terlalu yakin kepada omongan Charles
Hodge daripada untuk percaya kepada tulisan Alkitab sendiri. Saran saya untuk
Charles Hodge dan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div: BAK-BAK UNTUK MEMBAPTIS YG DITEMUKAN di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina SUDAH JELAS FUNGSINYA YAITU UNTUK MEMBAPTIS
SELAM, tidak mungkin BAK-BAK itu
untuk dijadikan kolam renang anak sekolah minggu atau untuk pelihara bebek
gereja!.
Tanggapan Budi
Asali:
Dlm seminar
Suhento Liauw kemarin, ia mengecam org2 dr kelompok Yahweh-isme, yg setelah ia
tujukkan encyclopedia, dictionary dsb yg menunjukkan bahwa kata ‘Allah’ berasal
dr kata ‘al’ dan ‘ilah’, yg artinya ‘the God’, tetapi tak mau percaya pd buku2
itu.
Padahal
encyclopedia dan dictionary itu yg menulis juga org, bukan begitu nak? Bedanya
Hodge menulis buku tafsiran. Sama2 org. Mengapa org2 dr kelompok Yahweh-isme
itu hrs percaya pd encyclopedia dan dictionary milik Suhento, sedangkan murid
Suhento boleh mengabaikan kata2 Hodge, yg aku yakin tidak kalah terpelajar
dibandingkan dg penulis2 encyclopedia / dictionary itu?
Disamping,
kalau kamu mau tak percaya Hodge, maka konsistenlah dg ketidak-percayaanmu.
Kamu mau menerima kata2 dia ttg bak2 itu, tetapi tidak mau menerima kata2 dia
selanjutnya yg mengatakan bak2 itu kecil shg tak mungkin digunakan untuk baptis
selam. Bukankah tak konsekwen, nak??? Ini bukan masakan dr restoran Padang,
nak, yg enak diambil, yg tidak enak, ditinggalkan!
Kalau bak
itu memang utk membaptis, dan baknya kecil, maka baptisan bisa dilakukan dg
tuang atau percik. Mungkin lebih cocok tuang. Lalu mengapa pakai bak? Kok tidak
gelas isi air saja langsung dituangkan? Kalau pakai bak, org yg dibaptis bisa
berdiri di bak itu, shg air yg dituangkan ke kepalanya tidak membasahi lantai
tetapi ditampung oleh bak itu. Kalau tanpa bak, air yg membasahi lantai dlm
kebaktian tentu saja tidak menyenangkan! Kecuali mbahmu mau jadi tukang pelnya!
Hehehe.
Kata
Alkitab:
Kis. 9:18 ini adalah pertobatan Rasul Paulus. Paulus melihat cahaya memancar
dari langit ketika ia dalam perjalanan
ke Damsyik, tetapi ketika Paulus bertobat ia
sedang di rumah Yudas alamatnya: Jalan Lurus (Kis. 9:11). Jadi, posisi Paulus
bukan sedang dalam perjalanan lagi, tetapi ia
ada di rumah Yudas. Jadi, mengapa “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan
selam”, Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div? Bagaimana mungkin orang
sekaliber Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” (Padahal dalam
ayat ini juga tidak dibilang “tidak
ada kolam dan tidak ada sungai di rumah Yudas alamat Jalan Lurus itu”). Dari
mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div bisa tahu bahwa di rumah Yudas tidak ada
kolam/sungai/bak? Sedangkan praduga Bapak tanpa dasar dan bukti.
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, anak
tolol ini memang otaknya kecil sekali (kalau ada). Ttg kata ‘rasanya’ sdh saya
jelaskan di depan, tak perlu diulang. Ttg rumah Yudas, kamu bilang ‘tidak
dibilang tidak ada kolam atau sungai’? Mengapa mengumbar ketololanmu di
sini, nak? Memangnya rumahmu atau rumah mbahmu ada sungainya? Tentang kolam
renang, pelajari buku2 yg menunjukkan keadaan rumah pd saat itu, dan sadarilah,
mrk bukan punya rumah di Beverly Hills yg lalu pakai kolam renang segala
macam. Pasti jg ada sauna, kolam yakuzi, lapangan tenis dan bahkan lapangan
golf!
Kalau bak
mandi, mungkin punya, sekalipun ini juga sgt belum tentu. Di ayatnya jg tak
dikatakan ada bak! Putri Firaun, yg jelas tinggal di istana saja, mandinya di
sungai (Kel 2:5)!
Dan kalau diandaikan
saja ada bak mandi, berapa besarnya bak mandi yg dimiliki? Jaman modern ini
saja, di rumahku ada bak mandi, yg baru aku ukur, dan ukurannya 65 cm x 63,5
cm, dan dalamnya 66 cm. Jadi aku kira kalau mau baptis selam disana, org yg
dibaptis hrs adalah gadis plastik dr sirkus, yg bisa tekuk tubuhnya sampai
masuk dlm kotak yg kecil! Apalagi kalau si pembaptis juga masuk ke dlm bak,
pasti setelah dipres spt itu, keluarnya jadi kembar siam!
Kata
Alkitab:
Kis. 10:47-48 Posisi Kornelius
(seorang perwira pasukan Italia) sedang
di rumahnya sendiri ketika mereka di baptis. Seorang perwira pasukan Italia
lebih memungkinkan memiliki kolam pribadi di rumahnya atau minimal bak-bak
mandi, atau rumahnya dekat sungai. Jadi, posisi Kornelius bukan sedang di
jalanan. Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan
apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini adalah praduga belaka yg dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Tanggapan Budi Asali:
Lagi2 aku
ingatkan, nak, ini bukan jaman modern, dan tempatnya bukan di Beverly Hills!
Pikiranmu itu hrs dikontextualisasikan ke jaman kuno, nak! Pasti dia bukan
hanya punya kolam renang yg ukuran olimpiade, tetapi juga lapangan golf, tenis,
fitness center, yakuzi, sauna dsb, bukan? Kamu menggelikan, nak!
Kata
Alkitab:
Kis. 16:33 sekali lagi DENGAN SEMBARANGAN
dan TIDAK TELITI Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengatakan “baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman karena hal itu terjadi DI DALAM PENJARA!”
Mari
kita lihat dan teliti Firman Tuhan (jangan ikut sembarangan menuduh seperti
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini). Pertanyaan kunci: Di manakah POSISI Paulus, POSISI kepala penjara Filipi dan POSISI keluarganya ketika
mereka memberi diri dibaptis? Jawabannya:
Kis. 16: 32 mereka ada DI RUMAH kepala
penjara, BUKAN sedang di dalam PENJARA seperti yg dikatakan oleh Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div di atas.
Konteks
Kisah Rasul 16:28-31 posisi Paulus dan kepala penjara masih di penjara, ayat 32
secara jelas memberitahukan kita Posisi
Paulus dan kepala penjara sudah di rumah
kepala penjara itu, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan
kepada semua orang yang ada di rumahnya.
Ayat 33 mereka memberi diri dibaptis (tafsiran saya: dengan pergi ke sungai/kolam,
pergi dari rumahnya utk baptisan selam), kemudian ayat 34 mereka kembali lagi ke rumah kepala penjara untuk menjamu makan kpd
Paulus. “Lalu ia membawa mereka ke
rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira,
bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.”
Jadi,
bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya
tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata
demikian? Bukankah ini adalah praduga
belaka yg tanpa dasar Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Tanggapan Budi
Asali:
Anak tolol yg sok
pinter ini mau pakai alkitab, tetapi tak bisa pakai dg benar.
Aku ulang sebagian dr kata2mu di
atas ya? Kamu menulis: “Pertanyaan kunci: Di manakah POSISI Paulus, POSISI kepala penjara Filipi dan POSISI keluarganya ketika
mereka memberi diri dibaptis?
Jawabannya: Kis. 16: 32 mereka ada DI
RUMAH kepala penjara, BUKAN sedang di dalam PENJARA seperti
yg dikatakan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas. Konteks Kisah Rasul
16:28-31 posisi Paulus dan kepala penjara masih di penjara, ayat 32 secara
jelas memberitahukan kita Posisi
Paulus dan kepala penjara sudah di rumah
kepala penjara itu, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan
kepada semua orang yang ada di rumahnya.
Ayat 33 mereka memberi diri dibaptis
(tafsiran saya: dengan pergi ke sungai/kolam, pergi dari rumahnya utk baptisan
selam), kemudian ayat 34 mereka
kembali lagi ke rumah kepala penjara untuk menjamu makan kpd Paulus. “Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan
menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan
seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.””.
Nak, apakah kata2mu yg aku beri
garis bawah tunggal tidak bertentangan dg kata2mu yg aku beri garis bawah
ganda? Dia dan keluarga dibaptis dimana? Menurut yg di atas mrk dibaptis di
rumah kepala penjara, tetapi yg bagian bawah mengatakan, tafsiranmu, mrk pergi
ke sungai / kolam utk dibaptis selam?
Kis 16:29-34 - “(29)
Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh,
lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan
Silas. (30) Ia mengantar mereka ke
luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah
yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" (31) Jawab mereka:
"Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau
dan seisi
rumahmu." (32) Lalu mereka
memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di
rumahnya. (33) Pada jam itu juga
kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga
ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. (34) Lalu ia
membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan
kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah
menjadi percaya kepada Allah”.
Saya kutip buku saya sendiri ttg
Kisah Rasul:
“Baptisan dilakukan di dalam
penjara. Memang ay 30 mengatakan mereka ‘keluar’, tetapi mereka baru
betul-betul keluar dari penjara dalam ay 34, sehingga kata ‘keluar’
dalam ay 30 mungkin sekedar berarti bahwa mereka pergi dari penjara
bagian dalam (bdk. ay 24), ke penjara bagian luar dimana lebih banyak
cahaya dan udara segar. Karena penjara tidak mempunyai kolam, di sini
hampir pasti tidak digunakan baptisan selam. Dari sini terlihat dengan jelas
bahwa baptisan selam bukanlah satu-satunya cara membaptis yang benar!”.
Sekarang
saya bahas kata2mu lagi. Coba perhatikan text di atas pd bagian yg saya cetak
miring. Ay 31 itu tentu tak bisa diartikan bahwa kalau kepala penjara percaya
maka ia selamat dan seisi rumahnya juga selamat. Juga tak bisa diartikan bahwa
kalau ia percaya dan selamat, maka seisi rumahnya dijanjikan utk juga percaya
dan selamat. Tetapi maksudnya ia hrs percaya maka ia selamat, seisi rumahnya juga
harus percaya maka mereka juga selamat. Krn itu ia tak mau hanya ia yg
mendengar injil, tetapi ia mengajak seisi rumahnya utk juga ikut mendengar
injil dr Paulus.
Sekarang
ay 32, nak! Kamu katakan ini sudah ada di rumah kepala penjara? Dasar goblok!
Kata2 ‘yg ada di rumahnya’ tidak menunjuk pd tempat dimana mrk berada, tetapi menjelaskan kata
‘semua orang’ (jadi,
maksudnya ‘seluruh keluarganya’).
Bible Knowledge Commentary: “The words ‘and your household’ mean those
members of his house”.
Catatan: yang tulis buku tafsiran ini adalah John Walvoord! Embahnya
dispensationalist modern!
Jadi,
pemberitaan injil dilakukan masih di dlm penjara. Lalu mrk dibaptis, juga masih
di dlm penjara. Setelah semua selesai, maka dlm ay 34 mereka keluar dari
penjara dan pergi ke rumah kepala penjara, dan makan disana.
Tafsiranmu,
nak, yg bilang dlm ay 33, mrk pergi ke kolam atau sungai, lalu kembali ke rumah
kepala penjara, kamu dpt dr ayat mana? Alkitab mbahmu ada ayat spt itu???
Alangkah alkitabiahnya, betul2 cocok dg nama ‘alkitabiah’ dr GBIA!!
Sekarang mari kita melihat baptisan sida-sida dalam Kis 8:26-40. Apakah
ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:
1.
Kis 8:36 - ‘ada air’.
Yunani: TI HUDOR [a certain
water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada sedikit air,
sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Charles Hodge: “He was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when
Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain
water (EPI TI HUDOR, to some water)’.There is no known stream in that region of
sufficient depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian melalui bagian padang
pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya, ‘Dan
ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air tertentu
(EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya
sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang
manusia] -‘Systematic Theology’, vol III, hal 535.
2. Kis 8:38-39 berkata ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.
Apakah ini menunjuk pada
baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini bisa diartikan 2
macam, yaitu:
a.
Sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.
b.
Sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata
kakinya, lalu keluar dari air.
Untuk mengetahui yang mana
yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis 8:38-39 itu sekali lagi.
Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanyaturun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.
Kalau istilah ‘turun ke dalam
air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan
bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak
mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua.
Ini juga cocok dengan point pertama di atas yang menunjukkan bahwa air di situ
cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Tanggapan
Dji:
Kis.
8:36 – “ada air”. Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air
tertentu / sedikit air)]. “sedikit air” adalah relatif. “Sedikit” bagi orang tertentu bisa berarti “cukup banyak untuk membaptis selam”. Jika Alkitab mendukung baptis percik, maka sudah tentu Sida-sida itu
mengeluarkan air minumnya yg dibawanya dalam keretanya atau yg dibawa oleh anak
buahnya. (Tidak mungkin seorang sida-sida yg menempuh perjalanan jauh tidak
membawa air minum) Mengapa mereka masih melanjutkan perjalanan (dan menunggu)
sampai di “suatu tempat yang ada air”? ini sudah sangat jelas bahwa sida-sida
itu dibaptis selam. “Mereka melanjutkan perjalanan mereka (menandakan sida-sida
sudah percaya / diselamatkan), dan (sambil menanti dlm perjalanan) tiba di
suatu tempat (sungai/kolam) yang ada airnya (tidak mungkin airnya hanya sampai
pada lutut / hanya semata kaki, tetapi pasti airnya cukup untuk selam ). Lalu
kata sida-sida itu: “Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku
dibaptis?”. Seorang sida-sida tidak mungkin “kampungan” turun ke sungai / kolam
yg dalam airnya hanya sampai selutut / hanya semata kaki, karena anak SD pun
tahu bahwa itu bisa saja berlumpur / air yg kotor.
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, ada
dua hal yg aku harus akui ttg mana kamu pintar. Pertama, kamu pintar sekali
mencari apa yg tidak ada dlm alkitab! Dan yg kedua, kamu pintar membengkokkan
dan memperkosa ayat alkitab supaya jadi sesuai apa maumu! Itu sikap yg kurang
ajar terhadap alkitab / Firman Tuhan! Aku sarankan, nak, hormatilah alkitab / Firman
Tuhan, atau kamu akan dibinasakan Tuhan dlm neraka!
Kontextnya
bicara ttg baptisan, lalu bicara ttg ‘sedikit air’. Logikanya kita hrs
menganggap itu sedikit dibandingkan dengan lautan Pasifik? Atau sedikit dalam
urusan membaptis? Pikir sendiri, nak!
Kamu
simpulkan, sedikit, tetapi cukup untuk selam. Hehehe. Lalu utk apa dikatakan
sedikit, padahal kontextnya ttg baptisan? Mestinya dikatakan ‘banyak’ atau
‘cukup banyak’ atau ‘banyak sekali sampai bisa dibuat mandi dan berenang dan
mencuci kapal terbang’!
Air minum
utk membaptis? Pertama, tak dikatakan bahwa dia bawa air minum. Siapa bilang kalau lewat
padang pasir hrs bawa air? Kalau tak bawa air tetapi bawa semangka 1 kontainer,
apa tidak bisa? Tetapi semangka, biarpun banyak airnya, tak bisa dan tak boleh
dipakai utk membaptis! Kedua kalau dia bawa, itu perlu utk minum krn ada
di padang pasir. Kalau dihabiskan utk membaptis, lalu dia dehidrasi, lalu mati,
mbahmu yg tanggung jawab? Ketiga, sangat mungkin mereka memang tahu
bahwa di dekat sana ada ‘sedikit air’ itu. Jadi, utk apa pakai air minum yg sangat
berharga? Tunggu sebentar toh akan ada air!
Oh, sekarang
anak SDmu tahu2 jadi pinter lagi, sampai2 ia tahu geography disana, dan bahkan
tahu air sedikit itu kotor atau tidak. Yang aku tahu, hanya berdasarkan
alkitab, bahwa ayatnya tak bilang apa2 tentang apakah airnya kotor atau bersih!
Juga
andaikatapun airnya semata kaki dan kotor, apa keberatannya sida2 dan Filipus
turun ke air yg kotor padahal hanya mengotori mrk sampai mata kaki? Kalau
kamu jadi mereka, kamu keberatan melakukan pengorbanan itu, dan itu kamu anggap
sebagai pengorbanan yg terlalu besar buat Tuhanmu, yg sdh rela mencurahkan
darahnya sampai mata kakiNya, utk keselamatanmu (itu kalau kamu orang
pilihan)??? Kalau kamu diajar spt itu di GBIA, aku sarankan, nak, cari gereja
yg lebih baik, yg lebih menekankan keharusan utk rela berkorban bagi Tuhan kita
yg sdh lebih dulu berkorban bagi kita!
Hehehe, aku
Calvinist, percaya predestinasi, tetapi saat ini aku sedang menginjili kamu (yg
terus terang aku tak yakin kekeristenannya). Padahal org Arminian sering tuduh
Calvinist, krn percaya predestinasi, tidak perlu memberitakan Injil! Dlm
sepanjang tulisan tololmu tak ada penginjilan sama sekali, nak! Tulisan kita
dibaca banyak orang, nak, jadi dg memberitakan Injil dlm tulisan ini, aku
memberitakan Injil kepada banyak org!
Jadi,
Kis. 8:38-39 berkata “turun ke dalam
air.....keluar dari air” adalah persis seperti baptisan Yesus / baptisan Yohanes di sungai Yordan.
Sehingga sida-sida itu betul-betul
terendam total, lalu keluar dari air. Orang yg membaptis yaitu Filipus
sudah tentu ikut terendam (tetapi
Filipus yg membaptiskan sida-sida itu). Adalah
sangat bodoh jika berasumsi atau
beranggapan bahwa orang yang membaptis jika “ikut terendam” otomatis
sama dengan membaptis ulang diri sendiri. Bukankah Yohanes Pembaptis sendiri juga “ikut terendam” di dalam air
ketika ia membaptis Tuhan Yesus?. Orang yg membaptis orang lain tidak
mungkin ikut diselamkan! (ini adalah bukti
asumsi Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri). Menurut saya: Filipus jelas TIDAK IKUT DISELAMKAN!, tetapi Filipus ikut terendam
sampai pinggang/dada lalu membaptiskan (menyelamkan sida-sida itu).
Jadi,
bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya
tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata
demikian? Bukankah ini adalah praduga
belaka yg tanpa dasar Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....
Tanggapan Budi
Asali:
Aku
kutipkan lagi dr exposisiku ttg Kis 8 pd waktu aku bahas ajaran Pdt. Stephen
Tong tentang Khong Hu Cu:
Lukas, sebagai
penulis kitab Kisah Rasul, secara menekankan, menggabungkan Filipus dan
sida-sida sebagai subyek, dan menggunakan hanya satu kata kerja untuk subyek
gabungan itu. Mari kita perhatikan textnya sekali lagi.
Ay 38-39a: (38) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan
keduanya turun ke dalam air, baik
Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. (39a) Dan setelah mereka
keluar dari air, ...”.
Keterangan:
a) Untuk
kata kerja ‘turun’ subyeknya
digabungkan, yaitu ‘keduanya’. Lalu ditekankan
lagi dengan kata-kata ‘baik Filipus maupun sida-sida itu’.
b) Untuk
kata kerja ‘keluar’, subyeknya
digabungkan lagi, yaitu ‘mereka’.
Karena itu, kalau kata-kata ‘turun ke
dalam air’ diartikan sebagai
‘terendam di bawah permukaan air’ untuk sida-sida (yang menunjukkan baptisan
selam), maka itu juga harus berlaku untuk Filipus.
Dan kalau kata-kata ‘keluar
dari air’ diartikan ‘keluar dari
bawah permukaan air’ untuk sida-sida (yang menunjukkan baptisan selam), maka
lagi-lagi itu juga harus berlaku untuk Filipus.
Dan ini jelas tidak mungkin! Bagaimana
mungkin yang dibaptis direndam di bawah air bersama-sama dengan yang membaptis?
Lenski: “Those who make the words ‘they both
went down EIS, into, the water’ a part of the baptismal act in order to obtain
immersion by means of EIS To
HUDOR, ‘into the water,’ prove too much: Philip went down under the water as
well as the eunuch” (= Mereka yang membuat kata-kata ‘keduanya turun ke dalam
EIS, ke dalam, air’ sebagian dari tindakan baptisan untuk mendapatkan baptisan
selam dengan cara EIS TO HUDOR, ‘ke dalam air’, membuktikan terlalu banyak:
Filipus maupun sida-sida turun ke bawah air / permukaan air) - hal 347.
Lenski: “The difficulty lies in AMPHOTEROI,
‘both,’ Luke even adding: ‘both Philip and the eunuch.’ To be sure, EIS and EK
are correlatives; as far as the one takes ‘into,’ so far the other takes ‘out
of.’ But these prepositions apply to ‘both Philip and the eunuch.’ Take your
choice: ‘to’ the water, ‘from’ the water; or stepping ‘into’ and again stepping
‘out of’ the water; or ‘down under’ the water and again ‘up from under’ the
water. Total immersion if you prefer, but for ‘both.’ Not we but Luke combine
them”
(= Kesukarannya terletak dalam AMPHOTEROI,
‘keduanya’, dan Lukas bahkan menambahkan ‘baik Filipus maupun sida-sida itu’.
Memang EIS dan EK berhubungan; kalau yang satu diartikan ‘ke dalam’ maka yang
lain diartikan ‘keluar dari’. Tetapi kata-kata depan ini berlaku untuk
Filipus maupun sida-sida. Tentukan pilihanmu: ‘ke’ air, ‘dari’ air; atau
melangkah ‘ke dalam’ dan lalu melangkah ‘keluar dari’ air; atau ‘turun ke
bawah’ air dan lalu ‘naik dari bawah’ air. Engkau boleh memilih perendaman
total, tetapi untuk ‘keduanya’. Bukan kami, tetapi Lukas, menggabungkan mereka) - hal 347.
Dalam kasus
Yoh. Pembaptis membaptis Yesus, tak ada dua subyek disatukan dg satu kata
kerja! Jadi, jangan disamakan, tolol!
b) Hal-hal lain yang mendukung baptisan percik:
1.
Penekanan arti baptisan adalah sebagai simbol penyucian / purification. Padahal dalam Kitab Suci purification selalu disimbolkan dengan percikan:
a.
Kel 24:8 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata
‘menyiramkannya’ seharusnya adalah ‘memercikkannya’. NIV:‘sprinkled’ (= memercikkan).
b.
Kel 29:16,21 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata
‘kausiramkan’ seharusnya adalah ‘percikkanlah’ [NIV: ‘sprinkle’ (=
percikkanlah)].
c.
Im 7:14 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkan’
seharusnya adalah ‘memercikkan’ [NIV: ‘sprinkles’ (=
memercikkan)].
d.
Im 14:7,51 - ‘memercik’.
e.
Im 16:14 - ‘memercikannya’.
f.
Bil 8:7 - ‘percikkanlah’.
g.
Bil 19:18 - ‘memercikkannya’.
h.
Yes 52:15 (NIV) - ‘He will sprinkle many nations’ (= Ia akan memerciki banyak bangsa).
i.
Ibr 9:13 - ‘percikan’.
j.
Ibr 9:19,21 - ‘memerciki’ dan ‘dipercikinya’.
k.
Ibr 10:22 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘telah
dibersihkan’ seharusnya adalah ‘telah diperciki’ [NIV: ‘sprinkled to cleanse’ (= diperciki untuk membersihkan)].
l.
Ibr 12:24 - ‘darah pemercikan’.
Tanggapan
Dji:
Semua
ayat yg dikutip oleh Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div di atas ini semuanya
berbicara tentang ibadah simbolik di Perjanjian Lama [Ibrani (PB) yg dikutip
juga konteksnya berbicara tentang ibadah simbolik]. Ibadah simbolik bukan
ibadah hakekat. Percik dalam zaman
PL JELAS BERBEDA dengan BAPTISAN
orang percaya dalam Perjanjian Baru
(Ibadah hakekat). Ini dua hal yg berbeda, jangan disama ratakan untuk
membangun/mendukung doktrin percik!.
Tanggapan Budi Asali:
Maknanya
sama, bodoh! Tujuannya utk pemurnian / purification!
Kalau
begitu korban PL selalu korban berdarah, jadi Yesus, karena PB, tak perlu
berdarah? Begitu? Kenyataannya Yesus hrs mati melalui kematian yg berdarah!
Domba korban tak boleh ada cacat. Mengapa Allah begitu cerewet? Karena itu
adalah TYPE dari Yesus yg suci. Harus ada persamaan antara TYPE dlm PL dan anti
TYPE dalam PB!
2. Luk 3:16 - ‘Aku membaptis kamu dengan air’ (I
baptize you with water).
Kata ‘with water’ / ‘dengan air’ (Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan sebagai selam, karena kita
tidak berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi
kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi
kalau baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.
Mat 3:11 memang
menggunakan kata Yunani EN, tetapi kata EN bukan hanya bisa diartikan
sebagai in (= di
dalam), tetapi juga sebagai with (= dengan).
Kesimpulan: baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau
saudara sudah dibaptis dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada
orang-orang bodoh yang mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan
selam. Ingat bahwa pada waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan
yang pertama!
Tanggapan
Dji:
Luk.
3:16 dan Mat. 3:11 Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri mengakui bahwa EN bisa juga diartikan sebagai in (= di dalam). Saya kutipkan lagi pernyataan Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div sendiri di atas “tetapi kita berkata “aku menyelam kamu di
dalam air.” (entah Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sudah mengakui
kebenaran ini atau “tidak sengaja” mengakuinya). Bagi orang Yahudi yg
menggunakan bahasa Yunani waktu itu tidak sulit untuk memahami “aku menyelam
kamu di dalam air.” Hanya praduga dan asumsi belaka yg dibangun oleh Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div ini.
Tanggapan Budi Asali:
Rupanya kamu tak terlalu bisa
bahasa Indonesia. Bisanya apa? Bahasa Madura? Tak mengerti arti kata ‘bisa’????
Bisa saja EN diartikan ‘in’ (= di dlm), tetapi bisa juga diartikan ‘with’ (=
dgn). Jadi artinya bukan cuma satu. Bisa yg ini atau yg itu. Ini di depan sdh
saya jelaskan!
Yg pakai EN hanya Mat 3:11, yg Luk
3:16 pakai kata yg berbeda, shg hrs diartikan ‘dengan’! Kalau Mat 3:11 bisa
diartikan 2 macam, yg masuk akal diambil arti sehingga sesuai dengan ayat
paralelnya dlm Lukas, atau diambil arti yg lain, sehingga jadi berbeda atau
bahkan bertentangan dengan ayat peralelnya dalam Lukas? Pikir sendiri, nak!
Dan kalau pakai kata ‘dengan air’,
bgm ini bisa cocok dg baptisan selam?
Kamu potong2 kata2ku shg kacau
balau. Pura2 tolol atau memang tolol?
Aku kutip lagi kata2ku: “Kata ‘with water’ / ‘dengan air’ (Yunani:
HUDATI) ini tidak cocok diartikan sebagai selam, karena kita tidak berkata ‘aku
menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau
baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.”.
Sekarang kata2mu “Bagi
orang Yahudi yg menggunakan bahasa Yunani waktu itu tidak sulit untuk memahami
“aku menyelam kamu di dalam air.””.
Lagi2, baca yg benar semua tulisanku, nak, kamu makin kebelakang makin jadi moron! Tak ada kata ‘dalam’, yg ada
kata ‘dengan’, krn yg di Lukas hrs dipilih arti yg sesuai dg yg di Matius. Dan
bagi org manapun yg mengerti bahasa, kata2 ‘aku menyelam kamu dengan
air’ mrpk suatu kegilaan (apakah ini bahasa Indonesia ‘Independent’??)! Kalau
‘aku menuangi / memerciki kamu dengan air’, itu cocok!
Kesimpulan Dji: Baptisan SELAM adalah satu-satunya
baptisan yang sah. Karena itu, kalau saudara belum dibaptis (selam) maka
saudara harus dibaptis ulang (karena saudara pada dasarnya memang belum
dibaptis/belum di selamkan) tetapi baru di rantis=di percik. Namun demikian, Baptisan bukan sesuatu yg hakiki dalam
keselamatan. Baptisan adalah tanda pertobatan, tanda
murid sejati Yesus, tanda orang menggabungkan diri ke dalam satu jemaat lokal
yg independent.
TIDAK ADA LARANGAN untuk “membaptis
ulang” dalam Alkitab. Justru dalam Alkitab Rasul Paulus bahkan membaptis ulang
mereka yg awalnya “sudah dibaptis” namun belum mengerti. Silahkan baca: Kis. 19:3-5 “Lalu
kata Paulus kepada mereka: “Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah
dibaptis?” Jawab mereka: “Dengan baptisan Yohanes.” Kata Paulus: “Baptisan
Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada
orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yg datang kemudian dari
padanya, yaitu Yesus.” Ketika mereka mendengar hal itu, MEREKA MEMBERI DIRI
MEREKA DIBAPTIS (ULANG) dalam nama Tuhan Yesus.”. Haleluya!
Silahkan pembaca menilai mana yg sesuai
Alkitab dan mana yg ingin membangun doktrin tanpa dasar!
I Tes. 5:21 “Ujilah segala sesuatu dan
peganglah yang baik.”
Tanggapan Budi Asali:
Menganggap
/ mengajar bahwa baptisan selam adalah satu2nya baptisan yg sah, memberikan
beban kpd kalian sendiri, utk membuktikan bahwa semua baptisan dlm alkitab, tanpa satu perkecualianpun, adalah baptisan selam.
Sebaliknya
bagi saya, cukup membuktikan adanya satu
baptisan dlm alkitab yg bukan baptisan selam, maka saya sdh menggugurkan
pandangan tolol kalian! Dan contoh2 yg saya berikan diatas, biarpun hanya
‘rasanya’ (99% kemungkinannya) bukan baptisan selam, tetapi pd waktu semuanya
digabungkan, akan memastikan bahwa keharusan baptisan selam adalah omong kosong
dr org2 tolol!
Kesimpulanmu
dibangun atas hal2 yg sdh aku hancurkan semuanya. Kesimpulanmu jadi lucu, spt
atap rumah yg melayang di udara krn semua fondasi dan tiang2 betonnya sdh
dimusnahkan! Hehehe.
Paulus
mengulang baptisan Yohanes, bukan baptisan Kristen! Baptisan percik adalah
baptisan kristen, dan menggunakan nama
Allah Tritunggal, shg siapapun sdh dibaptis dg baptisan ini, lalu mengulangnya,
menghina nama Allah Tritunggal!
Saya setuju
kalimatmu yg terakhir.
Silahkan pembaca menilai mana
yg sesuai Alkitab dan mana yg ingin membangun doktrin tanpa dasar!
I Tes. 5:21 “Ujilah segala
sesuatu dan peganglah yang baik.”
7) Nama / sebutan Perjamuan Kudus salah, seharusnya Perjamuan
Tuhan. Istilah Perjamuan Kudus kita dapat dari Katolik. Perjamuan itu tidak
bisa menguduskan, jadi nama itu salah.
Tanggapan Budi Asali:
Saya setuju saja kalau digunakan istilah ‘Perjamuan Tuhan’, karena istilah
itu memang ada dalam Alkitab (1Kor 10:21 1Kor 11:20). Tetapi istilah
‘Perjamuan Kudus’ juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah. Bahwa itu
didapatkan dari Katolik merupakan omong kosong, yang tak akan bisa ia buktikan.
Dan siapa gerangan orang bodoh yang mempercayai bahwa Perjamuan Kudus itu
menguduskan? Itu merupakan fitnahan terhadap orang-orang yang menggunakan
istilah ‘Perjamuan Kudus’.
Tanggapan
Dji:
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri setuju
dan mengakui penggunaan yg benar adalah “Perjamuan Tuhan” bukan “Perjamuan
Kudus”. tetapi entah alasan apa akhirnya ia bilang penggunaan istilah
Perjamuan Kudus “juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah.” Beda istilah sudah tentu beda maknanya.
Apalagi orang awam yg tidak belajar theologi (atau orang agama lain) sudah
pasti ikut terpengaruh oleh “istilah yg
salah” itu. Sebagai orang Kristen yang
cinta Kebenaran dan menjunjung
tinggi Alkitab (Sola Scriptura) maka
seharusnyalah orang Kristen yg Alkitabiah menggunakan istilah-istilah yg
Alkitabiah pula. Bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div bisa berkata “juga tak masalah, karena itu hanya soal
istilah?” sangat mengherankan! Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sudah tahu istilah yg benar tetapi
tidak mau menggunakannya. Ada apa ini pak?..........(atau ada udang di balik
batu?).......
Tanggapan Budi Asali:
Kalau mau
ribut soal istilah, aku tanya: mengapa Suhento Liauw menggunakan istilah
‘sakramen’. Dimana istilah itu muncul dlm alkitab? Tidak ada! Juga dimana dlm
alkitab ada Gereja Baptis Independent??? Semua gereja berhubungan satu
dengan yg lain, bahkan merupakan satu kesatuan tubuh Kristus. Jadi bgm bisa
independent? Kalau tidak ada dlm alkitab, mengapa dia boleh gunakan? Dan
mengapa kami tak boleh gunakan istilah Perjamuan Kudus, krn tak ada dlm
alkitab?
Kalian juga
gunakan istilah Tritunggal, bukan? Ada di alkitab bagian mana? Mau SOLA
SCRIPTURA spt penafsiranmu di atas? Maka buang semua istilah ‘sakramen’ dan
‘Tritunggal’.
Bukan
apakah ada udang di balik batu yg perlu dipertanyakan, tetapi apakah ada otak
di kepalamu, nak!
8) Ia tahu cara penggunaan Urim dan Tumim, dan menjelaskannya.
Tanggapan Budi Asali:
Tak ada penafsir yang tahu dengan pasti tentang hal itu. Jangankan cara
menggunakannya, bahkan bagaimana bentuk dari Urim dan Tumimpun tidak ada yang
tahu. Entah Suhento Liauw belajar dari mimpi atau bagaimana?
Kel 28:30 - “Dan di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu haruslah kautaruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung Harun, apabila ia masuk menghadap TUHAN, dan
Harun harus tetap membawa keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di
hadapan TUHAN”.
Adam Clarke (tentang Kel
28:30): “‘Thou shalt
put in the breastplate of judgment the Urim and the Thummim.’ What these
were has, I believe, never yet been discovered. 1. They are nowhere described. 2. There is no
direction given to Moses or any other how to make them. ... 6.
That God was often consulted by Urim and Thummim, is sufficiently evident from
several Scriptures; but how or
in what manner he was thus consulted appears in none”.
Apa yang dikatakan oleh Bil 27:21 tidaklah menunjukkan cara penggunaan Urim dan Tumim.
Bil 27:21 - “Ia harus berdiri di depan imam Eleazar, supaya
Eleazar menanyakan keputusan Urim bagi dia di hadapan TUHAN; atas
titahnya mereka akan keluar dan atas titahnya mereka akan masuk, ia beserta
semua orang Israel, segenap umat itu.’”.
Tanggapan
Dji:
Di sini
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div “dengan
rendah hati mengakui bahwa ia tidak tahu bentuk Urim-Tumim dan cara
menggunakannya”. Makanya, lain kali undang Dr. Suhento Liauw ke gereja
seminar lagi, supaya jemaat dan semua orang Kristen menjadi semakin tahu.
Urim –
Tumim adalah dua alat yg dipakai Tuhan untuk menyatakan keputusan Tuhan. Urim –
Tumim penggunaannya jelas dalam 1 Samuel 14:41 “Lalu berkatalah Saul: “Ya, TUHAN, Allah Israel, mengapa Engkau tidak
menjawab hamba-Mu pada hari ini? Jika
kesalahan itu ada padaku atau pada anakku Yonatan, ya TUHAN, Allah Israel tunjukkanlah kiranya Urim; tetapi jika kesalahan itu ada pada umat-Mu Israel,
tunjukkanlah Tumim,” Lalu didapati
Yonatan dan Saul, tetapi rakyat itu terluput.(artinya Tuhan tunjukkan
Urim).” Ini adalah salah satu contoh cara
penggunaan Urim-Tumim dalam Alkitab.
Tanggapan Budi Asali:
Dasar anak
tolol, yg tak tahu apa yg dikatakan! Saya tak mengakui apapun, saya hanya
mengatakan tak ada penafsir, sejauh yg saya tahu, yg mengaku tahu bgm bentuk
dan bgm cara menggunakan urim dan tumim.
Dan anak
ingusan ini menganggap Suhento Liauw tahu, spt yg dia akui, dan anak ingusan
ini bahkan mau mengajar saya, dan menunjukkan satu ayat yg menjelaskan cara
penggunaan urim dan tumim.
Saya
beritahu kamu dulu, nak, bahwa ‘tahu’ dan ‘sok tahu’ adalah spt langit dg bumi!
Kamu
memberikan 1Sam 14:41??? Hahaha, sekarang saya tanya: menurut ayat itu bagaimana
bentuk urim dan tumim? Menurut ayat itu bagaimana alat itu menunjukkan Urim
atau menunjukkan Tumim? Tahu2 muncul tulisan di langit? Atau muncul suara yg
memberitahu? Atau bgm? Kalau memang ayat ini menjelaskan, coba tunjukkan bgm CARA
alat itu menunjukkan Urim atau Tumim!
Mengundang
Suhento Liauw? Hehehe, aku akan undang dia ke kebun binatang! Gereja ku hanya
mau undang pdt / pengkhotbah yg betul2 memberi pengetahuan, bukan pdt /
pengkhotbah yg menunjukkan ke-sok-tahu-annya! Kasihan juga Suhento Liauw,
saking tidak lakunya, sampai2 muridnya iklankan supaya laku! Aku sarankan,
belajar yg baik, dan mengajar yg baik, dan jangan pakai penafsiran
‘independent’, maka Allah akan buat kalian laku! Tetapi dengan cara kalian,
kalian hanya laku bagi org2 tolol, yg sebetulnya adalah kambing, dan bukan
domba!
9) Ia percaya bahasa Roh, nubuat, mimpi dari Tuhan, malaikat datang
beri petunjuk firman, karunia lakukan mujijat / kesembuhan; semua ini tak ada
lagi. 1Kor 13:8 ditafsirkan menunjuk pada selesainya penulisan Kitab Suci. Ia
membahas kata Yunani TON TELEION dalam ayat itu dan ia mengartikannya sebagai
‘the perfect thing’.
Tanggapan Budi Asali:
Sepanjang saya tahu, tak ada satupun Kitab Suci bahasa Inggris yang
menterjemahkan ‘the perfect thing’.
KJV: ‘But when that which is perfect is come, then that which is in part shall be done away’.
RSV: ‘but when the perfect comes, the imperfect will pass away’.
NIV: ‘but when perfection comes, the imperfect disappears’.
NASB: ‘but when the perfect comes, the partial will be done away’.
ASV: ‘but when that which is perfect is come, that which is in part shall be done away’.
NKJV: ‘But when that which is perfect has come, then that which is in part will be done away’.
Dan sekalipun memang ada penafsir-penafsir yang menafsirkan bahwa ini
menunjuk pada selesainya penulisan Alkitab, tetapi hanya sangat sedikit
penafsir yang menafsir seperti itu. Pada umumnya para penafsir mengatakan bahwa
ini menunjuk pada saat kita masuk surga / pada kedatangan Kristus yang
keduakalinya.
1Kor 13:8-10 - “(8) Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir;
bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan
lenyap. (9) Sebab pengetahuan
kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (10)
Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang
tidak sempurna itu akan lenyap”.
Kalau kata-kata ‘jika yang sempurna tiba’ (ay 10) dianggap menunjuk pada saat
Alkitab lengkap, bagaimana mungkin pada saat itu pengetahuan akan lenyap?
Bukankah dengan lengkapnya Alkitab, pengetahuan bukan saja tidak lenyap, tetapi
makin bertambah?
Tetapi kalau diartikan menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya,
maka itu memang memungkinkan, karena pengetahuan pada saat itu pastilah sangat
berbeda dengan pengetahuan kita di dunia ini. Jadi pengetahuan yang sekarang
ini, yang tidak lengkap / tidak sempurna, akan lenyap, digantikan oleh
pengetahuan yang sempurna / lengkap, yang sama sekali baru.
Adam Clarke (tentang 1Kor
13:10): “‘But when
that which is perfect.’ The state of
eternal blessedness; then that which is in part - that which is
imperfect, shall be done away; the imperfect as well as the probationary state
shall cease for ever”.
Tanggapan
Dji:
Kami
percaya setiap kata bahkan setiap huruf
yang diwahyukan (dinubuatkan) Tuhan dalam Alkitab mempunyai makna yang dalam.
Tidak boleh diterjemahkan sembarangan.
Tanggapan Budi Asali:
Siapa
bilang setiap huruf diwahyukan? Saya percaya seluruh alkitab diilhamkan, tetapi
tidak seluruhnya diwahyukan. Wahyu turun dr Allah kpd sang penulis, hanya
kalau penulis itu tak bisa mendapatkan hal itu dg cara lain. Misalnya waktu
Musa menuliskan Kej 1, ia hrs mendapatkan kebenaran itu dr wahyu Tuhan. Tetapi
misalnya pd waktu Musa menuliskan riwayat perjalanan mrk di padang gurun, ia
mengalami semua itu, shg tak dibutuhkan wahyu utk bisa mengetahuinya!
Berbeda dg
ilham, krn yg ini memimpin dan menjaga supaya tulisan itu betul2 infallible dan
inerrant (sama sekali tak ada salahnya, termasuk setiap hurufnya). Yg ini hrs
ada pd semua penulisan alkitab.
Dan apakah
diwahyukan sama dg dinubuatkan? Kalau tidak mengapa kamu tulis ‘diwahyukan
(dinubuatkan)’?
Dalam
seminar tersebut Dr. Suhento Liauw mengutip kata “TO TELEION” dari Alkitab
interlinear Hendrickson, bukan “TON TELEION” seperti yg Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div kutip, ini memperlihatkan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div telah salah kutip dengan menambah satu
huruf “N” pada kata “TO”, sehingga menjadi TON TELEION. Padahal yg dimaksud Dr. Suhento “TON TELEION”
dalam seminar adalah justru jika mengacu
kepada orang sempurna itu (dalam bentuk accusative), dan jika dalam bentuk Nominatif maka menjadi HO TELEIOS.
Tetapi dalam
teks bahasa asli Yunani Textus Receptus (TR) menuliskan “TO TELEION” yang
berarti ini mengacu kepada “barang”
bukan “orang”.
Ini
bukti bahan yg dipakai oleh Dr. Suhento Liauw waktu seminar di Surabaya dan di
tempat-tempat lain:
TO Teleion = Barang Sempurna itu
TON Teleion = Orang Sempurna itu
Maksud
Dr. Suhento Liauw jika yang dimaksud di sini adalah mengacu kepada Tuhan Yesus
(dalam bentuk Accusative) maka seharusnya bunyinya menjadi TON TELEION = Orang
Sempurna itu. Jika tidak percaya silahkan buktikan sendiri dengan membeli kaset
VCD rekaman seminar ini tersedia di GBIA Graphe.
Dr.
Suhento Liauw memang tidak mengutip kata “TO TELEION” yg diterjemahkan “the
perfect thing” dari Kitab Suci
bahasa Inggris manapun, karena beliau
mengutipnya dari Alkitab Interlinear Hendrickson, silahkan Bapak Pdt. Budi
Asali, M. Div untuk mengeceknya kembali dalam Interlinear Hendrickson. Dalam interlinear Hendrickson
menerjemahkan TO TELEION= “the perfect thing.”
Terjemahan
NIV, KJV, RSV, ASV, NASB, NKJV semuanya ini memang tidak menambahkan kata “thing” di situ, sehingga tidak jelas
“the perfect” di situ mengacu kepada orang
atau barang! Jadi, harus kembali
kepada bahasa asli Yunaninya. Silahkan cek Textus Receptus (TR) atau
Interlinear Hendrickson.
Mari
kita bedah kata “TO TELEION” menurut
kamus The New Analytical Greek Lexicon oleh Wesley J. Perschbacher : TO TELEION = Adjective (kata sifat), Gender: Neutral, Singular (tunggal), Accusative
(objek). Jadi, ini cocok diterjemahkan mengacu
kepada Alkitab (objek yg sempurna/barang yg sempurna). Adalah suatu pelecehan dan penghinaan jika menafsir I Kor. 13:10 “To
Teleion” yg Netral, Accusative (objek) dimaksudkan mengacu kepada “Tuhan Yesus”. Karena Tuhan Yesus bukan barang yang sempurna. Tuhan Yesus sudah sempurna sebelum dunia
ada, dan tidak perlu menunggu kedatangan kedua kalinya untuk menyatakan IA
sempurna.
Jika
bahasa Yunaninya di sini (I Kor. 13:10) mengacu kepada Tuhan Yesus, maka
seharusnya bunyinya: HO TELEIOS, bukan To Teleion. Tuhan Yesus adalah Subjek (Nominatif), Maskulin, tidak mungkin neutral
dan Accusative. Jadi, Tuhan Yesus tidak mungkin NEUTRAL (gender: netral), kecuali ada yg menganggap-Nya
“bencong/banci”. “banci/bencong” pun
masih ada gendernya kalau bukan Feminim maka ia Maskulin.
Jadi, kali ini saya bisa buktikan bahwa
apa yang dituliskan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas ini adalah
karena beliau tidak teliti atau salahpaham sehingga salah kutip!.
Tanggapan Budi
Asali:
1. Memang saya, tanpa sengaja, salah tulis, dan
shrsnya memang TO TELEION. Ini bukan saya ambil dr kata2 Suhento Liauw, tetapi
saya cari sendiri dlm alkitab interlinear saya, tetapi pd waktu menuliskan saya
kurang teliti. Kamu cuma membuktikan saya salah tulis, jadi jangan
menggelembung seakan2 sdh menemukan sesuatu yg luar biasa! Dan kesalahan tulis
saya itu tidak membawa pengaruh thdp jawaban saya yg lalu, krn saya
memang tidak membahas gramatika bahasa Yunaninya.
2. Suhento punya sumbernya utk melakukan parsing
(saya tak punya buku itu), tetapi saya ragukan bukunya dia itu, krn saya punya
buku lain yg juga melakukan parsing, dan ternyata berbeda dg parsing dr bukunya
dia! Dari buku ‘Analytical Greek New Testament’, oleh Barbara dan Timothy
Friberg, diberikan parsing sbb tentang kata TELEION dlm 1Kor 13:10 itu:
Adjective, Pronominal, -, NOMINATIVE (yg ini punyamu ‘accusative’
/ obyek), neuter, -, singular! Saya lihat lagi di sofware PC Study Bible
versi 5, ada PB interlinear yg disertai parsing, dan ternyata di situ juga
disebutkan nominative! Hmm, kok bisa berbeda ya sama bukunya dia? Saya
kok tak percaya ada penulis buku tolol spt itu. Dia ngawur saja, atau bohong,
atau bagaimana?
Kata TELEION itu memang
sebetulnya bisa akusatif, bisa nominatif, krn kata benda bentuk neuter memang bentuk
akusatifnya sama dg bentuk nominatifnya. Jadi kalau dilihat dr kata itu sendiri memang
bisa akusatif ataupun nominatif, tetapi kalau dilihat kata itu dlm anak kalimat dlm 1Kor 13:10 itu,
yg berbunyi ‘jika yg sempurna tiba’, maka jelas kata2 ‘yg sempurna’ adalah subyek, bukan obyek. Jadi, jelas yg
benar adalah Nominative bukan Accusative!
Krn itu kalau kata
ini dilihat dlm kamus / lexicon (The New Analytical Greek Lexicon oleh Wesley J.
Perschbacher), maka lexicon yg pd waktu melakukan parsing hanya menyoroti
kata itu, tanpa memperhatikan kontextnya / kalimatnya, maka bisa saja
lexicon itu mengatakan akusatif. Lexiconku, yg ditulis oleh Harold K. Moulton juga menuliskan akusatif.
Tetapi kalau suatu
interlinear (Alkitab
Interlinear Hendrickson) melakukan parsing, maka ia pasti melakukan parsing sesuai dg
kontextnya / kalimatnya, shg tidak mungkin menuliskan akusatif, krn dlm 1Kor
13:10, kata itu pasti adalah nominatif!
Kalau memang “Alkitab
Interlinear Hendrickson” milik Suhento itu tulis akusatif, suruh dia bakar saja itu buku!
3. Juga menurut Bible Works 7, TELEION ini bisa menunjuk
pd ‘thing’ ataupun ‘person’! Jadi Suhento ngawur lagi! Memang, krn TELEION itu neuter, kalau
digunakan utk orang, mungkin sekali orangnya harus bencong. Jadi mungkin cocok
utk Suhento, krn dia memang bencong. Buktinya takut debat dg saya, dan ajukan
anak2 dan murid yg masih bau kencur! Tetapi sekalipun neuternya cocok utk dia, kata itu sendiri,
yaitu ‘perfect’, tak cocok sama sekali untuk dia! Dia cuma perfect dalam
pengawuran dan fitnah / dusta! Hehehe.
4. Anda
menulis “Terjemahan
NIV, KJV, RSV, ASV, NASB, NKJV semuanya ini memang tidak menambahkan kata “thing” di situ, sehingga tidak jelas
“the perfect” di situ mengacu kepada orang
atau barang! Jadi, harus kembali
kepada bahasa asli Yunaninya. Silahkan cek Textus Receptus (TR) atau
Interlinear Hendrickson”.
Ada beberapa hal yg ingin saya berikan sbg jawaban ttg bagian ini:
a. Kalau
kembali pd bahasa Yunaninya, justru kata ‘thing’ itu tidak ada! Kalau itu ada
dlm interlinear Hendrickson, itu merupakan penafsiran!
b. Kalau
kata ‘thing’ tidak ada maka menjadi tidak jelas? Kalau alkitabnya memang tidak
jelas, biarkan tidak jelas. Dengan demikian penafsiran bisa bermacam2. Tetapi
kalau diperjelas oleh satu penafsiran, maka itu justru menyalahi bahasa
aslinya!
c. Anda
/ Suhento fanatik sekali dg TR???? Memangnya paling bagus? Nonsense! Aku juga
fanatik dg TR, tetapi singkatan dr ‘True Reformed’. Ini yg paling hebat!
Hehehe.
5. Saya tak mengerti apa sebab kata2 ‘yang
sempurna itu’ (the perfect) kok bisa dihubungkan dg Yesus??? Kalau saya
menafsirkan bahwa itu menunjuk pd akhir jaman, itu tidak perlu dihubungkan
dg Yesus, sbg ‘orang yg sempurna’, tetapi dihubungkan dg ‘keadaan
yg sempurna’ atau ‘kesempurnaan’ yg ada pd saat itu! Jadi, persetan dg semua
parsing yg kamu lakukan, itu tak ada gunanya sama sekali kecuali utk pameran
bahasa Yunani, padahal salah! Dan kalau mau diterjemahkan ‘the perfect thing’
tetap bisa menunjuk pd kesempurnaan yg terjadi pd akhir jaman itu! Bandingkan
dg kutipan2 yg saya berikan di bawah (point ke 10).
6. Para penafsir adalah org2 yg hebat dlm bahasa
Yunani, tetapi dlm bagian ini, saya melihat mrk tak mempedulikan parsing dr
kata TELEION itu, krn mrk tahu itu tak berguna. Yg menentukan adalah
kontextnya, yg tidak memungkinkan utk menunjuk pd lengkapnya alkitab, tetapi
pasti menunjuk pd akhir jaman, pd saat org2 percaya masuk surga.
7. Kamu tidak menjawab serangan / argumentasi
saya berkenaan dg ‘pengetahuan yg lenyap pd saat itu’! Kalau memang ini
menunjuk pd lengkapnya Alkitab, bgm mungkin pengetahuan lenyap??? Ayo jawab!
8. Ay 10: “Tetapi
jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”. Kalau ‘yg sempurna’ menunjuk pd alkitab lengkap, maka konsekwensinya
‘yang tidak sempurna’ harus menunjuk pada alkitab yang belum lengkap. Apakah
waktu alkitab menjadi lengkap, maka yang tidak lengkap lenyap? Jadi PB datang,
PL lenyap?
9. Saya tambah satu hal lagi, coba hubungkan dg
kontextnya, yg mana tafsiran yg lebih cocok. Baca ay 12: “Karena sekarang kita melihat dalam
cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka
dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti
aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”. Ini lebih cocok
menunjuk pd akhir jaman, atau pd lengkapnya alkitab?
Bdk. 1Yoh 3:2 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah
anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita
tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya,
kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam
keadaanNya yang sebenarnya”.
10. Saya akan berikan kutipan kata2 beberapa
penafsir:
Richard B. Hays: “In verse 8, to be sure,
the gifts listed are not allied with powers hostile to God; rather, they will
be abolished simply because they will no longer be necessary when the Lord
returns and the fullness of his kingdom is present. These gifts of revelation
are suited to the time between the times, when the church must walk by faith;
prophecy and gnōsis
are only “partial” (v. 9), giving believers a real but imperfect glimpse of
God’s future truth. When that which is complete comes, however, these partial
instruments of knowledge will no longer have any purpose, and so they will be
discarded by God (v. 10). (In dispensationalist Christian groups, it is
sometimes claimed that “the complete” [to
teleion] in v. 10 refers to the completion and
closure of the New Testament canon, so that the charismatic gifts were only for
the apostolic age and have now ceased to function in the church. This interpretation is simply nonsense.
There is nothing in the passage about “the New Testament” or about a future
revocation of revelatory gifts in the church. Paul had no inkling that Israel’s
Scripture would be supplemented by a new collection of canonical writings.
Verse 10 is simply a general maxim stating that the perfect supplants the
partial. Paul’s references to the abolition of the gifts [v. 8] are to be
understood in light of the patently eschatological language of v. 12: the
contrast between “now” and “then” is the contrast between the present age and
the age to come.)”. (dari Libronix).
Barnes’ Notes: “‘But when that which is perfect is come.’ Does come; or shall come. This
proposition is couched in a general form. It means that when anything which is
perfect is seen or enjoyed, then that which is imperfect is forgotten, laid
aside, or vanishes. Thus, in the full and perfect light of day, the imperfect
and feeble light of the stars vanishes. The sense here is, that "in
heaven" - a state of absolute perfection-that which is "in
part," or which is imperfect, shall be lost in superior brightness. All
imperfection will vanish. And all that we here possess that is obscure
shall be lost in the superior and perfect glory of that eternal world.
All our present unsatisfactory modes of obtaining knowledge shall be unknown.
All shall be clear, bright, and eternal”.
Bible Knowledge
Commentary:
“What Paul meant when he referred to the
coming of perfection is the subject of considerable debate. One suggestion
is that perfection described the completion of the New Testament. But verse 12
makes that interpretation unlikely. A few have suggested that this state of
perfection will not be reached until the new heavens and new earth are
established. Another point of view understands perfection to describe the state
of the church when God's program for it is consummated at the coming of Christ.
There is much to commend this view, including the natural accord it enjoys with
the illustration of growth and maturity which Paul used in the following verses”.
Catatan: penulis buku
tafsiran ini adalah John Walvoord, tokoh Dispensationalist!
Matthew Henry: “He
takes occasion hence to show how much better it will be with the church
hereafter than it can be here. A state of perfection is in view (v. 10):
When that which is perfect shall come, then that which is in part shall be done
away. When the end is once attained, the means will of course be abolished.
There will be no need of tongues, and prophecy, and inspired knowledge, in a
future life, because then the church will be in a state of perfection, complete
both in knowledge and holiness. God will be known then clearly, and in a manner
by intuition, and as perfectly as the capacity of glorified minds will allow;
not by such transient glimpses, and little portions, as here. The difference
between these two states is here pointed at in two particulars: 1. The present
state is a state of childhood, the future that of manhood: When I was a child,
I spoke as a child (that is, as some think, spoke with tongues), I understood
as a child; ephronoun—sapiebam (that is, "I prophesied, I was taught the
mysteries of the kingdom of heaven, in such an extraordinary way as manifested
I was not out of my childish state"), I thought, or reasoned, elogizomen,
as a child; but, when I became a man, I put away childish things. Such is
the difference between earth and heaven. What narrow views, what confused
and indistinct notions of things, have children, in comparison of grown men!
And how naturally do men, when reason is ripened and matured, despise and
relinquish their infant thoughts, put them away, reject them, esteem as
nothing! Thus shall we think of our most valued gifts and acquisitions in this
world, when we come to heaven. We shall despise our childish folly, in priding
ourselves in such things when we are grown up to men in Christ. 2. Things
are all dark and confused now, in comparison of what they will be hereafter: Now we see through a glass darkly (en
ainigmati, in a riddle), then face to face; now we know in part, but then we
shall know as we are known. Now we can only discern things at a great
distance, as through a telescope, and that involved in clouds and obscurity;
but hereafter the things to be known will be near and
obvious, open to our eyes; and our knowledge will be free from all obscurity
and error.
God is to be seen face to face; and we are to know him as we are known by him;
not indeed as perfectly, but in some sense in the same manner. We are known to
him by mere inspection; he turns his eye towards us, and sees and searches us
throughout. We shall then fix our eye on him, and see him as he is, 1 John 3:2.
We shall know how we are known, enter into all the mysteries of divine love and
grace. O glorious change! To pass from darkness to light, from clouds to the
clear sunshine of our Saviour's face, and in God's own light to see light! Ps
36:9. Note, It is the light of heaven
only that will remove all clouds and darkness from the face of God. It is at
best but twilight while we are in this world; there it will be perfect and eternal day”.
Calvin: ““Perfection,” says he, “when it will arrive,
will put an end to everything that aids imperfection.” But when will that perfection
come? It begins, indeed, at death, for then we put off, along with the body,
many infirmities; but it will not be completely manifested until the day
of judgment, as we shall hear presently. Hence we infer, that the
whole of this discussion is ignorantly applied to the time that is intermediate”.
Lenski: “This shall occur “when the
complete shall come.” That is τέλειον which has reached the τέλος
or goal in comparison with what is still undeveloped or on the way. Here the
incomplete state in which we now live
forms the contrast. We are able to know and to prophesy only in a partial and
an incomplete way. A complete state
will eventually come, τὸ τέλειον, when we shall attain the
goal for which we are now striving. In other connections τέλειος
denotes the state of mature manhood in
contradistinction from a νήπιος or παῖς.
See Trench. The aorist subjunctive ἔλθῃ marks the great future
moment when the goal shall be reached, namely the Parousia of Christ. Then this
entire state of imperfection which is
now evident upon the earth will be abolished, for it will have served its
purpose. An entirely new way of apprehending, of seeing, and of knowing shall
take its place. Even then we shall not know all things—omniscience belongs to
God alone, and even the angels do not know the deep things of God, which only
the Spirit of God searches. In heaven we shall know in a heavenly manner”.
Anthony C. Thiselton: “The climactic τὸ
τέλειον includes the double meaning the complete (NRSV) and wholeness (REB). Depending on the
specific force required by the context the word may also mean perfection (NIV, NJB) or perfect (AV/KJV, RV). On the
lexicography of the word, see above on 2:6, where it clearly carries the
different sense of mature
(usually of persons), as it does in its one remaining use in this epistle, ταῖς
δὲ φρεσὶν τέλειοι γίνεσθε (14:20). However, here there is also a
further hint of τέλειος as denoting a goal. For just as in 2:6 the wisdom
for the mature is not for those
who exhibit childish self-centeredness and immediacy, even so here Paul is
about to draw the same contrast with being infantile or childish
or childlike in v. 11a and the goal of mature adulthood. Hence it
combines the two related notions of fulfillment
or goal and the completed whole. No English word
alone can fully convey the meaning in this context. To translate solely as the end (Collins) is barely adequate”.
Catatan: buku tafsiran
ini berjudul “The First Epistle to
the Corinthians. A Commentary on
the Greek Text”. (dari Libronix). Tetapi tetap penafsir ini tidak bahas case,
gender dsb dr bahasa Yunaninya. Mengapa? Krn dia tidak mampu? Mustahil! Dia
tahu bahwa pembahasan spt itu tak ada gunanya. Dia lebih menekankan kontextnya,
perhatikan kata2nya yg saya garis bawahi!
Gordon Fee: “The nature of the
eschatological language in v. 12 further implies that the term “the perfect”
has to do with the Eschaton itself, not some form of “perfection” in the
present age.30 It is not so much
that the End itself is “the perfect,” language that does not make tolerably
good sense; rather, it is what happens at the End, when the goal has been
reached (see n. 22). At the coming
of Christ the final purpose of God’s saving work in Christ will have been
reached; at that point those gifts now necessary for the building up of the
church in the present age will disappear, because “the complete” will have come.
To cite Barth’s marvelous imagery: “Because the sun rises all lights are
extinguished.””. (dr Libronix).
Kesimpulan: Saya yakin bahwa kata2 ‘yg sempurna tiba’ memang
menunjuk pd kesempurnaan pd akhir jaman, shg jelas bahwa bahasa roh dan nubuat
baru akan berakhir pd akhir jaman, bukan pd saat alkitab lengkap (ay 8)!
10) Mulai saat Yesus mati sampai Kitab Suci
selesai ditulis rasul-rasul jadi Standard kebenaran.
Tanggapan Budi Asali:
Kok Petrus bisa salah, dalam Kis 10 dan Gal 2?
Kis 10:13-15,34-35 - “(13) Kedengaranlah olehnya suatu
suara yang berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14)
Tetapi Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan
sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua
kalinya suara yang berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah,
tidak boleh engkau nyatakan haram.’ ... (34) Lalu mulailah Petrus berbicara,
katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.
(35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan
kebenaran berkenan kepadaNya”.
Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku
berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa
orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara
yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan
menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan
orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga
Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu
kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran
Injil, aku berkata
kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara
kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara
yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.
Dan Yohanes bisa salah dengan menyembah malaikat?
Wah 19:10 - “Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk
menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: ‘Janganlah berbuat demikian! Aku
adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian
Yesus. Sembahlah Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat.’”.
Wah 22:8-9 - “(8) Dan aku, Yohanes, akulah yang telah mendengar dan
melihat semuanya itu. Dan setelah aku mendengar dan melihatnya, aku tersungkur
di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk
menyembahnya. (9) Tetapi ia berkata kepadaku: ‘Jangan berbuat demikian! Aku
adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, para nabi dan semua
mereka yang menuruti segala perkataan kitab ini. Sembahlah Allah!’”.
Tanggapan
Dji:
Rasul-rasul
jelas menjadi standar Kebenaran ketika Alkitab belum selesai ditulis (setelah
kematian Yesus). Petrus dan Yohanes bisa “SALAH” membuktikan
mereka memang tidak sempurna dalam
menjadi standar kebenaran, makanya
Tuhan janjikan akan mengirim yg sempurna
( I Kor. 13:10 To Teleion) mengacu
kepada Alkitab yg sempurna
(tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurang).
Tanggapan Budi Asali:
Jgn
membelokkan pembicaraan, nak. Kamu kira aku anak kemarin sore spt kamu shg bisa
dibelokkan? Kamu menghindari seranganku, bukan menjawabnya!
Kalau merupakan
standard, kan lucu kalau standard bisa salah? Standard hanya alkitab atau
kehidupan Yesus sendiri, tak pernah kehidupan manusia manapun!
11) Mat 11:13-14 - “(13) Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes (14)
dan - jika kamu mau menerimanya - ialah Elia yang akan datang itu.”.
Ini ditafsirkan, jika kamu mau menerima, ia adalah Elia, jika tidak mau
terima ia adalah Yohanes Pembaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’, yang tidak membutuhkan
tanggapan.
Tanggapan
Dji:
Mat.
11:13-14 adalah PERKATAAN LANGSUNG DARI
TUHAN YESUS sendiri. Dr. Suhento Liauw hanya mengutipnya saja dari Alkitab.
Silahkan para pembaca membuka Alkitab
sendiri dan baca sendiri Matius 11: 2-14 (tidak perlu repot-repot menafsir).
Bagaimana mungkin orang seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “Ini
ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’? Bapak Pdt. Budi Asali,
M. Div menghina perkataan Tuhan Yesus sendiri. Dr. Suhento Liauw tidak akan
terganggu dengan penghinaan yg lucu ini, hehehehe.....
Tanggapan Budi Asali:
Hehehe,
anak tolol ini makin lama makin lucu. Mat 11:13-14 memang kata2 Yesus, dan aku
tidak menganggap liar kata2 Yesus, tetapi penafsiran Suhento Liauw ttg kata2
Yesus itu!
Apa arti
kata2 ‘jika kamu mau menerimanya’? Apakah bisa dikontraskan dg ‘jika kamu tidak
mau menerimanya’? Hanya org tolol dan gila yg tafsirkan spt itu! Mrk memang
bisa ‘tidak menerima’, atau ‘menolak’ penjelasan Yesus bahwa Yoh Pembaptis
adalah Elia. Tetapi tidak bisa diartikan kalau mrk tak mau menerimanya maka
Yoh Pembaptis adalah Yoh Pembaptis! Ini yg saya maksudkan sbg tolol, gila,
dan liar!
Barnes’
Notes:
“‘If ye will receive it.’ This is a mode of
speaking implying that the doctrine which he was about to state was different
from their common views; that he was about to state something which varied from
the common expectation, and which therefore they might be disposed to reject” (= ‘Jika kamu mau menerimanya’. Ini
adalah cara berbicara yg menunjukkan bahwa doktrin / ajaran yg akan ia nyatakan
berbeda dg pandangan2 umum mrk; bahwa Ia akan menyatakan sst yg berbeda dr pengharapan
umum, dan yg krn itu bisa mrk terima atau tolak).
12) Karena mau gerejanya steril, Suhento Liauw
selalu khotbah sendiri.
Tanggapan Budi Asali:
Lucu sekali. Kalau dia yang khotbah pasti steril? Jadi ajarannya Suhento
Liauw itu inerrant / infallible? Dan bagaimana kalau dia mati? Anaknya sendiri
steril atau tidak? Apa mungkin dua orang punya theologia yang persis sama?
Tanggapan
Dji:
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div yang saya kasihi dalam Tuhan Yesus. Bagaimana mungkin menyuruh orang lain yg
tidak mengerti Alkitab (Kebenaran) untuk berkhotbah di mimbar Tuhan? Cara
satu-satunya menjaganya steril adalah menyuruh orang-orang yg sepaham (satu
doktrin) untuk berkhotbah di mimbar Tuhan, atau memang harus khotbah sendiri.
Tidak ada masalah dengan pernyataan Dr. Suhento Liauw.
Tanggapan Budi Asali:
Dia
mengatakan ‘khotbah sendiri’, nak! Jadi betul2 hanya dia sendiri.
Sekalipun saya org Reformed / Calvinist, saya tak keberatan org Arminian, yg
sehat pengertiannya (dlm arti ia tetap alkitabiah dan injili dan tak ngajar yg
nyeleneh2 spt Suhento Liauw), utk khotbah di mimbar saya.
Cara dia,
membuat kalian spt katak di bawah tempurung!
Tak
masalah? Tentu tidak bagimu. Bagi org bodoh pernyataan org bodoh yg lain
biasanya tak masalah, krn sama2 bodoh!
13) Kata ‘Katolik’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli
(Indonesia diterjemahkan ‘AM’), disamakan dengan gereja Katolik!
Tanggapan
Budi Asali:
Kata yang sama
belum tentu artinya sama, dan kalau artinya sama belum tentu menunjuk pada hal
yang sama.
Kata ‘Katolik’
memang artinya ‘am’ atau ‘universal’. Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman
Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang
kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang
tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh
dunia dan sepanjang jaman.
Encyclopedia
Britannica 2010 dengan entry ‘Catholic’: “(from Greek
katholikos, ‘universal’), the characteristic that, according to ecclesiastical
writers since the 2nd century, distinguished the Christian Church at large from
local communities or from heretical and schismatic sects. A notable exposition
of the term as it had developed during the first three centuries of
Christianity was given by St. Cyril of
Jerusalem in his Catecheses (348):the church is called catholic
on the ground of its worldwide extension, its doctrinal completeness, its
adaptation to the needs of men of every kind, and its moral and spiritual
perfection. The theory that what has been universally taught or practiced
is true was first fully developed by St.Augustine in his controversy with the Donatists
(a North African heretical Christian sect) concerning the nature of the church
and its ministry. It received classic expression in a paragraph by St. Vincent of
Lérins in hisCommonitoria (434), from which is derived the
formula: ‘What all men have at all times and everywhere believed must be
regarded as true.’ St. Vincent maintained that the true faith was that which
the church professed throughout the world in agreement with antiquity and the
consensus of distinguished theological opinion in former generations. Thus, the term catholic tended to
acquire the sense of orthodox. Some
confusion in the use of the term has been inevitable, because various groups
that have been condemned by the Roman Catholic Church as heretical or
schismatic never retreated from their own claim to catholicity. Not only the Roman Catholic Church
but also the Eastern Orthodox Church, the Anglican Church, and a variety of
national and other churches claim to be members of the holy catholic church, as
do most of the major Protestant churches”.
Tetapi istilah
‘Katolik’ juga digunakan oleh Gereja Roma Katolik, mungkin karena mereka
menganggap mereka adalah satu-satunya gereja universal. Itu sebetulnya
merupakan suatu penggunaan yang kontradiksi, karena ‘Roma’ merupakan sebutan
yang bersifat lokal, sedangkan ‘Katolik’ sebutan yang bersifat universal.
Bahwa mereka
menggunakan kata itu secara salah, itu urusan mereka. Tetapi kalau Suhento
Liauw melarang / menyalahkan orang Kristen menggunakan kata itu, merupakan
suatu kebodohan! Mengapa? Karena gereja-gereja yang dikecam oleh Gereja Roma
Katolik sebagai gereja sesat, termasuk gereja Protestan, juga mengclaim istilah itu bagi gereja mereka, karena
mereka menganggap gereja merekalah yang benar.
Tanggapan
Dji:
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri mengakui dan setuju atau menyatakan “tidak
salah”. “Jadi kata-kata
dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’
(Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini
menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan,
atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang
jaman.” (padahal yg
benar adalah yang kelihatan,
jemaat = orang percaya Yesus JELAS KELIHATAN).
Kalau
orang percaya itu adalah hantu maka ia
tak kelihatan.
Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div di atas menggunakan kata “tetapi KALAU Suhento Liauw melarang.......”
“Kalau ini, kalau itu dan kalau-kalau” nanti jadinya Pak! Janganlah membuat
asumsi “Kalau ........”
Tanggapan Budi
Asali:
Kalau tidak
tahu apa yg diomong lebih baik tutup mulutmu, supaya tak kelihatan goblognya!
Amsal 17:28
- “Juga orang bodoh akan disangka bijak
kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya”.
Sayangnya
kamu adalah org bodoh yg banyak bicara, shg makin berkilauan kebodohanmu!
Gereja yg
kelihatan itu bercampur antara lalang dan gandum, antara kambing dg domba,
ranting yg berbuah dan tidak berbuah, nak. Jelas bukan itu yg dimaksudkan dg
kata2 ‘Gereja yg kudus dan Am / Katolik’ dlm 12 Pengakuan Iman Rasuli!
14)Serang predestinasi dan katakan neraka bukan dicipta untuk manusia tetapi
untuk setan.
Mat 25:41 - “Dan Ia akan berkata juga
kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu
orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan
malaikat-malaikatnya.”.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini
berhubungan dengan debat tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven
Liauw + partnernya. Saya tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal
24 Agustus itu terlaksana.
Tanggapan
Dji: ini juga tidak perlu saya tanggapi, kecuali saya hanya bisa katakan: lihat
saja model bahasa ini (menunjukkan
siapa jati diri Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sesungguhnya).
Tanggapan Budi
Asali:
Lihat tanggapan
saya pd poin 2 di atas.
15) Dalam kebaktian tak boleh ada pemberkatan
pada akhir kebaktian. Pemberkatan ada pada jaman keimaman Harun, jaman sekarang
semua orang Kristen adalah imam, jadi tak boleh ada satu memberkati yang lain.
Pemberkatan nikah itu salah, seharusnya peneguhan nikah.
Tanggapan Budi Asali:
Ajaran ini betul-betul gila, dan tak sulit untuk membantahnya /
menghancurkannya.
a) Dalam jaman Perjanjian Lama, yang
memberkati adalah imam besar, tetapi berkat itu sebetulnya jelas bukan datang dari
imam besar itu sendiri, tetapi dari Tuhan. Jadi, imam besar itu hanyalah alat
Tuhan.
Bil 6:22-27 - “(22) TUHAN berfirman kepada Musa: (23) ‘Berbicaralah
kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel,
katakanlah kepada mereka: (24) TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;
(25) TUHAN menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih karunia;
(26) TUHAN menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.
(27) Demikianlah harus mereka meletakkan namaKu atas orang Israel, maka Aku akan
memberkati mereka.’”.
Lalu mengapa dalam Perjanjian Baru, pendeta tak boleh jadi alat Tuhan untuk
memberikan berkat dalam kebaktian?
Tanggapan
Dji: Tidak ada orang (termasuk Dr.
Suhento Liauw) yg mengatakan berkat itu dari manusia, jelas berkat itu dari
Tuhan baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.
Bedanya
dalam zaman Perjanjian Lama memang semuanya masih bersifat simbol, sehingga ada acara memberkati anak, dll.
Sedangkan dalam Perjanjian Baru semua orang percaya adalah sama di mata Tuhan,
bahkan setiap orang adalah imam yg
rajani. I Pet. 2:9 “Tetapi kamulah (setiap orang percaya) bangsa
yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah
sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang
telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:”
Jadi, setiap orang percaya sekarang
sudah bisa berdoa langsung kepada Tuhan Yesus atau minta berkat sendiri dari
Tuhan, tidak seperti dalam zaman Perjanjian Lama yg memerlukan seorang
imam. Justru atas dasar apa seorang
seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div merasa
layak minta berkat bagi orang lain?...... camkan ini Pak!.......
Tanggapan Budi
Asali:
Dia bicara ttg
berkat pd akhir kebaktian, nak, dan kamu lagi2 menyelewengkan pembicaraan!
b) Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen
adalah imam, dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati orang
Kristen yang lain, maka ingat bahwa dalam jaman Perjanjian Lama imam punya
tugas mengajar Firman Tuhan.
Mal 2:1-7 - “(1) Maka sekarang, kepada kamulah tertuju perintah
ini, hai para imam! (2) Jika kamu tidak mendengarkan,
dan jika kamu tidak memberi perhatian untuk menghormati namaKu, firman TUHAN
semesta alam, maka Aku akan mengirimkan kutuk ke antaramu dan akan membuat
berkat-berkatmu menjadi kutuk, dan Aku telah membuatnya menjadi kutuk, sebab
kamu ini tidak memperhatikan. (3) Sesungguhnya, Aku akan mematahkan lenganmu
dan akan melemparkan kotoran ke mukamu, yakni kotoran korban dari hari-hari
rayamu, dan orang akan menyeret kamu ke kotoran itu. (4) Maka kamu akan sadar,
bahwa Kukirimkan perintah ini kepadamu, supaya perjanjianKu dengan Lewi tetap
dipegang, firman TUHAN semesta alam. (5) PerjanjianKu dengan dia pada satu
pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya - pada pihak
lain ketakutan - dan ia takut kepadaKu dan gentar terhadap namaKu. (6) Pengajaran
yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya.
Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya
berbalik dari pada kesalahan. (7) Sebab bibir
seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab
dialah utusan TUHAN semesta alam”.
Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen adalah imam,
dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati orang Kristen yang
lain, maka konsekwensinya adalah: orang Kristen yang satu juga tak boleh mengajar
Firman Tuhan kepada orang Kristen yang lain! Semua orang Kristen harus menjadi
pengajar Firman Tuhan, dan lalu siapa pendengarnya?
Tanggapan
Dji:
MEMBERKATI ORANG LAIN dan MENGAJAR FIRMAN TUHAN adalah dua pekerjaan yg berbeda. Jangan
disamakan!. Dalam PL memang tugas imam untuk memberkati dan mengajar Firman
Tuhan, tetapi dalam PB tidak boleh ada orang Kristen yg berhak memberkati orang
lain, yang ada adalah mengajarkan
Firman Tuhan, seperti yang kita lakukan saat ini [atau adanya jabatan yg alkitabiah dalam gereja yaitu: 1. Gembala/Penatua/Penilik
jemaat, 2. Guru Injil (mengajar ke dalam), 3. Penginjil (mengajar/menginjil
keluar, 4. Diaken (pembantu gembala)]
Konsekwensi
yang Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div taruh di atas adalah suatu asumsi yg berlebihan dan “mengada-ngada”, apakah faktanya semua orang Kristen menjadi pengajar Firman hari ini?
Atau apakah memang sudah tidak ada yg jadi pendengar
Firman hari ini?. Bukankah ini adalah asumsi (konsekwensi) yang sangat berlebihan?.......Mari, lebih
berhikmat lagi Pak!.....
Tanggapan Budi Asali:
Lagi2 kalau
tak bisa menjawab, menyimpangkan pembicaraan. Itu cara kalian, termasuk Steven
Liauw (dlm menjawab serangan saya dlm tulisan di internet), Suhento Liauw (pd
waktu menjawab pertanyaan seorang pemuda ttg baptisan), dsb.
Dua itu
memang berbeda, dimana saya katakan sama? Tetapi ada persamaannya, yaitu sama2
mrpk tugas imam dlm PL. Kalau yg satu dilarang dlm PB krn semua org Kristen
jadi imam, maka konsekwensinya yg satunya juga hrs dilarang!
Org idiot
ini menyimpang tak karuan dan tak mengerti apa yg dibicarakan, tetapi mengajak
berhikmat. Hehehe. Aku tak sudi punya hikmat, kalau hikmat itu spt hikmatmu, yg
identik dg ketololan!
c) Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:
· Ro 12:14 - “Berkatilah siapa yang
menganiaya kamu, berkatilah dan jangan
mengutuk!”.
· 1Kor 4:12 - “kami
melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki,kami memberkati;
kalau kami dianiaya, kami sabar;”.
· Ibr 7:7 - “Memang
tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih
rendah diberkati oleh yang lebih tinggi”.
Tanggapan
Dji:
Ibrani 7:7 disimpan dulu, bahasnya di bawah nanti.
Kita
lihat 2 ayat ini dulu:
Roma
12:14 – “Berkatila ....” (KJV = BLESS)
I Kor.
4:12 “...kami memberkati.....” (KJV = we
BLESS).
“BLESS”
dalam kamus bahasa Inggris –Indonesia artinya: 1. Memberkahi, merestui. 2.
Mendoakan. –blessed ks. 1. Menyenangkan.
Jadi,
ayat-ayat ini jangan dijadikan alasan
untuk berkat-memberkati, tetapi lebih cocok diartikan:
Roma
12:14 “Berdoalah (kpd) siapa yg menganiaya kamu, berdoalah dan
jangan mengutuk!” ini cocok dengan perintah Tuhan Yesus: Mat. 5:44 “Tetapi Aku
berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan BERDOALAH
bagi mereka yang menganiaya kamu.” (saya akui bahwa saya mendoakan Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div ini supaya benar-benar dipakai Tuhan untuk memberitakan
Injil-Nya).
Tanggapan Budi Asali:
Kamu lagi
mabuk, nak? Berdoalah (kpd) siapa yg menganiaya kamu? Berarti kita menaikkan
doa itu kpd org yg menganiaya kita? Itu penyembahan berhala, nak!
Hmmm, ayatnya
berkata ‘berkatilah, kamu berhak mengubah jadi berdoalah! Nggak mau tunduk
Firman Tuhan, ya nak? Buat Firman sendiri? Maklum ‘independent’!
Nak, terus
terang saya tak yakin sama sekali kalau kamu anak Tuhan, Jadi jgn berdoa utk
saya, krn kalau org kafir berdoa utk saya toh tak akan didengar oleh Tuhan.
Kini
kita lihat Ibrani 7:7 “Memang tidak
dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.”
Coba pembaca sekarang juga,
buka Alkitab masing-masing: konteks di ibrani 7:7 ini berbicara siapa yg
lebih tinggi itu? siapa yg boleh memberkati itu? jawabannya:
Dia adalah Melkisedek.
Siapakah
Melkisedek itu?:
Kej.14:18
Melkisedek adalah Raja Salem
Ibrani
7:2 Melkisedek adalah Raja Salem, Raja Damai Sejahtera = Yesus Kristus adalah Raja Damai Sejahtera.
Ibrani 7: 3 “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak
berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan
Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya”.
Ibrani 6:20 “Di mana Yesus telah
masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai
selama-lamanya.” Siapakah Melkisedek sehingga Yesus Kristus menurut peraturan-Nya? Melkisedek adalah Yesus Kristus sebelum
datang dalam bentuk daging dan darah (sebelum menjadi manusia Yesus) = yang
disebut Theophany / Christophany.
Jadi,
bagaimana mungkin seorang Kristen (seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini)
bisa menggunakan ayat Ibrani 7:7 ini
sebagai ayat argumentasinya untuk memberkati orang lain?......
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm,
pengawuran yg luar biasa tolol dan gilanya! Hrs diakui Melkisedek adalah org
misterius, dan banyak hal tak diketahui ttg dia krn alkitab memang tak
menceritakan. Tetapi ada beberapa hal yg pasti ttg Melkisedek:
1. Dia adalah manusia sungguh2, raja Salem. Jadi
bukan theophany, nak! Kalau theophany itu hanya kelihatan sbg manusia, tetapi
bukan sungguh2 manusia!
2. Dia juga jelas bukan sama dengan Yesus!
Ibr 7:3 - “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya
tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama
dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.”.
Terjemahan
Indonesia ini salah pada bagian yang saya garis bawahi. Bandingkan dg
terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris:
KJV: ‘made like unto the Son of God’.
RSV: ‘resembling the Son of God’.
NIV: ‘like the Son of God’.
NASB: ‘made like the Son of God’.
Jadi sebetulnya
‘spt’ atau ‘menyerupai’, bukan ‘sama dengan’.
Kalaupun mau
diterjemahkan ‘sama dengan’, tetap harus dipertanyakan ‘sama dengan dlm hal
apa?’. Dan bagian selanjutnya dr ayat itu menjelaskan bahwa ia sama dg Anak
Allah / Yesus dlm hal keimaman yg kekal!
Kontext Ibr
7 memang ttg Melkisedek, tetapi dlm penceritaan fakta pd saat dia memberkati
Abraham, diberi suatu pernyataan yg sifatnya umum, yaitu yg lebih tinggi memberkati yg lebih
rendah! Krn sifatnya umum, maka dlm PBpun boleh yg lebih tinggi memberkati yg
lebih rendah (dg catatan berkat tetap dtg dr Tuhan, org yg memberkati hanya sbg
alat Tuhan).
Adam Clarke:
“That the superior blesses the inferior is a general proposition; but Abraham was blessed of Melchizedek,
therefore Melchizedek was greater than Abraham” (= Bahwa yg lebih tinggi memberkati yg lebih rendah adalah suatu dalil yg
umum; tetapi Abraham diberkati oleh Melkisedek, krn itu Melkisedek lebih
besar / tinggi dr Abraham).
Dlm PB,
Tuhan sendiri memberi jabatan gembala, pengajar dsb, (Ef 4:11) yg jelas
menunjukkan bahwa dlm PB tetap ada perbedaan pangkat gerejani. Jadi, tidak ada
yg salah dg pdt memberi berkat pd akhir kebaktian!
16)Nama Allah yang benar bukan YAHWEH tetapi YEHOVAH. Alasan: karena dalam
manuscript tertua yang gunakan huruf hidup (MT) namanya disebutkan YEHOVAH.
Tanggapan Budi Asali:
Ini lucu karena MT bukan manuscript! Dalam manuscript tak ada huruf hidup!Memang
YAHWEHpun belum tentu benar, tetapi YEHOVAH pasti salah, karena huruf
hidupnya dipinjam dari ADONAY (dan mungkin juga dari ELOHIM).
Saya akan memberi kutipan dari buiku saya sendiri tentang Yahweh-isme, yang
berbunyi sebagai berikut:
Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah’ / ‘Yehovah’?
Di atas sudah saya jelaskan bahwa setiap kali bertemu dengan nama YHWH,
mereka membacanya ADONAY (= Tuhan). Lalu pada suatu saat, ada orang-orang yang
memasukkan bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY, yaitu A - O - A ke
sela-sela dari YHWH itu, sehingga didapatkan YAHOWAH, dan seorang dosen saya
mengatakan bahwa dalam aksen Jerman (entah dari mana kok tahu-tahu ada aksen
Jerman), ini lalu berubah menjadi YEHOWAH atau YEHOVAH. Pulpit Commentary dalam
tafsirannya tentang Im 24:11 mengatakan bahwa perubahan YAHOWAH menjadi YEHOWAH
itu disebabkan karena: “the laws of the Hebrew language required the first a to be changed into
e, and hence the name Jehovah” (= hukum-hukum dari bahasa Ibrani
mengharuskan huruf a yang pertama untuk diubah menjadi huruf e, dan karena itu
menjadi Jehovah) - hal 383.
Catatan: perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, huruf V dan W adalah
sama.
The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’): “YHWH was
considered too sacred to pronounce; so ADONAY (my Lord) was substituted in
reading, and the vowels of this word were combined with the consonants YHWH to
give ‘Jehovah’, a form first attested at the beginning of the 12th century
AD” [= YHWH dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; maka ADONAY
(Tuhanku) dijadikan pengganti dalam pembacaan, dan huruf-huruf hidup dari kata
ini dikombinasikan dengan huruf-huruf mati YHWH untuk memberikan ‘Jehovah’,
suatu bentuk yang pertama-tama ditegaskan pada permulaan abad ke 12 M.] -
hal 478.
Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘God, Names of’): “The divine
name Yahweh is usually translated Lord in English versions of the Bible,
because it became a practice in late Old Testament Judaism not to pronounce the
sacred name YHWH, but to say instead ‘my Lord’ (Adonai) - a practice still used
today in the synagogue. When the vowels of Adonai were attached to the
consonants YHWH in the medieval period, the word Jehovah resulted” [=
Nama ilahi ‘Yahweh’ biasanya diterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan)
dalam versi-versi Alkitab bahasa Inggris, karena menjadi suatu praktek dalam
Yudaisme Perjanjian Lama belakangan, untuk tidak mengucapkan nama keramat /
kudus YHWH, tetapi mengatakan ‘Tuhanku’ (ADONAY) sebagai gantinya - suatu
praktek yang masih digunakan jaman ini dalam sinagog. Pada waktu huruf-huruf
hidup dari ADONAY diberikan pada huruf-huruf mati YHWH pada jaman abad
pertengahan, kata Yehovah dihasilkan].
a D o N a Y
¯ ¯ ¯
Y H W H ® YaHoWaH ® YeHoWaH / YeHoVaH
Encyclopedia Britannica memberikan penjelasan yang agak berbeda.
Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup yang
dimasukkan di sela-sela YHWH itu diambil bukan hanya dari kata ADONAY (=
Tuhan), tetapi juga dari kata ELOHIM (= Allah). Dari kata yang pertama
didapatkan A - O - A dan dari kata yang kedua didapatkan E - O - I.
Penggabungannya dimasukkan ke sela-sela YHWH. Untuk bunyi huruf hidup pertama,
yang diambil adalah E, untuk yang kedua diambil O, dan untuk yang ketiga
diambil A. Jadi, muncul YEHOWAH / YEHOVAH.
Encyclopedia Britannica 2007: “The Masoretes, who from about
the 6th to the 10th century worked to reproduce
the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH
with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial
name Jehovah (YeHoWaH) came into being” [= Para ahli Taurat
Yahudi, yang dari kira-kira abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk
mereproduksi text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup
dari nama YHWH dengan tanda-tanda huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani
Adonai atau Elohim. Maka, nama buatan YEHOVAH (YeHoWaH) tercipta].
a D o N a Y
¯ ¯ ¯
Y H W H ® YeHoWaH / YeHoVaH
e L o H i M
Louis Berkhof rupanya juga sependapat, karena ia berkata: “And
therefore in reading the Scriptures they substituted for it either ’Adonai
or ’Elohim; and the Masoretes, while leaving the consonants intact,
attached to them the vowels of one of these names, usually those of
’Adonai” [= Dan karena itu dalam membaca Kitab Suci mereka (orang-orang
Yahudi) menggantikannya atau dengan ADONAY atau ELOHIM; dan
ahli-ahli Taurat Yahudi, sementara mereka membiarkan huruf-huruf mati itu utuh,
melekatkan kepada huruf-huruf mati itu huruf-huruf hidup dari salah
satu dari nama-nama ini, biasanya huruf-huruf hidup dari ADONAY] - ‘Systematic
Theology’, hal 49.
Dari penjelasan ini bisa dinyatakan bahwa penyebutan YEHOVAH (atau dalam
bahasa Inggris ‘Jehovah’), sebenarnya pasti salah, karena bunyi
huruf hidupnya diambil dari kata ADONAY, atau dari ADONAY dan ELOHIM.
Tanggapan
Dji
:
Saya
tidak mau terlalu mengomentari ini, karena Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
sendiri menyatakan “belum tahu mana yg
benar”, sambil menyatakan penyebutan YEHOVAH “pasti salah”. Padahal sudah dikasih tahu oleh Dr. Suhento Liauw
tentang penyebutan yg benar.
Izinkan
saya tambahkan sedikit penjelasan: Mat. 5:18 “Karena Aku (Tuhan Yesus) berkata
kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan
ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Ini artinya Tuhan
pasti sanggup memelihara NAMA-NYA yg KUDUS dan keramat itu. Mana mungkin NAMA
TUHAN bisa hilang beberapa huruf hidup
dan tidak diketahui oleh Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div dan Louis Berkhof ?......
Saya
lebih percaya kepada Alkitab (kata-kata Tuhan Yesus) dari pada percaya kepada
Louis Berkhof atau yg lainnya.
Tanggapan Budi Asali:
Nak,
ketololanmu makin lama makin bersinar. Aku bukannya belum tahu, tetapi memang
tidak tahu, dan tidak bakal tahu, krn hal itu tidak mungkin diketahui, kecuali
pd saat aku nanti masuk surga.
Penjelasanmu
makin menunjukkan ketololanmu! Dan terutama menunjukkan ketidak-mengertianmu
akan bahasa Ibrani. Bahasa Ibrani dlm penulisannya tidak mempunyai huruf hidup,
nak. Semua 22 abjadnya adalah huruf mati. Dlm pengucapan tentu ada bunyi
huruf hidup, tetapi dlm penulisan tidak ada. Dlm bahasa Ibrani modern, dlm
penulisannya ditambahkan tanda2 (bukan
‘huruf’) yg menunjukkan bunyi pembacaan huruf hidupnya. Tetapi
tanda2 ini bukan asli dr Tuhan, nak. Itu penambahan org, dan tidak mutlak
benar.
Nama Allah
dlm PL hanya ditulis YHWH. Bgm bunyi huruf hidupnya? Musa dulu pasti tahu.
Tetapi pd suatu saat, org2 Yahudi menjadi takut mengucapkan nama keramat itu,
dan setiap kali bertemu nama itu dlm PL, mrk membacanya sbg ADONAY (= Tuhan).
Setelah beberapa ratus tahun, maka semua org yg tahu bgm membaca nama YHWH mati
semua, shg akhirnya tak ada yg tahu bgm membacanya! Paham, nak?
Makanya pd
waktu Suhento mengatakan manuscript yg pakai tanda2 yg menunjukkan bunyi huruf
hidup, itu adalah omong kosong. Itu
ajaran yg mendustai org! Tak ada manuscript yg pakai tanda2! Kalau
yg pakai tanda2 itu sudah yg cetakan, bukan lagi manuscript! Paham, nak? Dan
Suhento yg ngawur itu kasi tahu saya, dan saya hrs terima? Hehehe! Kalau kamu
terbiasa amin-kan kata2 pdt tolol tanpa memeriksa benar atau salahnya, baca Kis
17:11 yg di atas kamu kutip!
Jadi jgn
sok dg bilang ‘saya lebih percaya alkitab’ dsb, nak, itu makin menunjukkan
ketololanmu!
17) Ia percaya semua bayi yang mati masuk surga.
Dasar Alkitab yang ia berikan adalah 1Raja 14:13 - “Seluruh Israel akan meratapi dia dan menguburkan dia, sebab hanya dialah
dari pada keluarga Yerobeam yang akan mendapat kubur, sebab di antara keluarga
Yerobeam hanya padanyalah terdapat sesuatu yang baik di mata TUHAN, Allah
Israel.”.
Ia berkata anak Yerobeam ini belum akil balik / dewasa dan karena itu Tuhan
menemukan adanya sesuatu yang baik dalam dirinya (ia belum punya dosa dari
dirinya sendiri).
Tanggapan Budi Asali:
Sangat lucu, jadi dosa asal tak membuat Allah murka kepada seseorang. Kalau
begitu mengapa bayi bisa mati? Juga anak Yerobeam itu bukan bayi / anak kecil.
Kata Ibrani yang digunakan adalah NAAR, yang bisa berarti ‘boy’ (= anak laki-laki) ataupun ‘youth’ (= pemuda). Karena itu anak itu
sudah pasti punya dosa dari dirinya sendiri. Kalau dikatakan Allah mendapati
sesuatu yang baik dalam dirinya maka itu pasti menunjukkan anak itu sudah
beriman, karena tanpa iman tidak mungkin seseorang bisa memperkenan Tuhan.
Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin
orang berkenan kepada Allah.”.
Mungkin karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan penyembahan berhala
yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam), dan itulah hal yang baik yang ada pada
anak itu. Adanya hal yang baik ini pasti juga merupakan hasil pekerjaan Tuhan
dan kasih karuniaNya dalam diri anak itu, sehingga sekalipun ia dilahirkan
dalam keluarga yang brengsek, ia sendiri bisa beriman dan mempunyai kesalehan,
sehingga bisa memperkenan Tuhan.
Tanggapan
Dji:
Semua
dosa manusia (dosa seisi dunia) telah ditanggung Tuhan Yesus ( I Yoh. 2:2 “Dan
Ia adalah pendamaian untuk segala dosa
kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”),
tentu termasuk dosa bayi Yerobeam.
Tanggapan Budi Asali:
Jgn terlalu
cepat artikan ayat tanpa melihat kontext dan ayat lain dlm alkitab, nak! ‘Kita’ itu siapa, dan ‘dunia’ itu siapa?
Reformed
tafsirkan: ‘kita’ = org Kristen Yahudi, dan ‘dunia’ = orang2 pilihan di seluruh dunia.
Jadi, tidak benar kalau Yesus mati
utk dosa setiap individu dlm dunia mulai Adam sampai kiamat.
Manusia
yang belum akil balik (setelah dewasa) berdosa atas keputusannya sendiri (jadi
harus bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus yg telah menanggung semua
dosanya).
Jadi,
saya melihat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div hanya
bisa berkata (tentang bayi Yerobeam masuk Sorga): “Mungkin.....karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan
penyembahan berhala yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam)”. Sekali lagi
Theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menggunakan asumsi dan asumsi Mungkin (May be.....May be.....) dan
ini pun jika bayi di situ “dipaksa” diterjemahkan sudah dewasa (boy = anak
laki-laki).
Tanggapan Budi Asali:
Nulis kata
‘mungkin’ dlm bahasa Inggris itu disambung, nak! Bukan ‘may be’, tetapi
‘maybe’! Kalau tak becus bahasa Inggris jgn pakai bahasa Inggris, nak! Kalau
Steven Liauw samakan ‘freewill’ dg ‘free will’, muridnya samakan ‘may be’ dg
‘maybe’! Memang murid tak lebih dr gurunya!
Spt sdh
saya katakan diatas, kalau saya tidak pasti, saya tak mau sok pasti, spt yg
Suhento lakukan. Dan mengapa saya tidak pasti? Krn ayatnya memang tak menunjukkan
dg jelas. Tetapi pd waktu menafsirkan dg menghubungkannya dg ayat2 lain,
khususnya dg Ibr 11:6 itu, maka kalau ada sesuatu dlm diri anak itu yg
memperkenan Allah, ia pasti org beriman. Cuma apa ‘sesuatu’ yg menyebabkan
perkenan Allah itu, memang tak disebutkan!
Saya sdh
katakan bahwa kata Ibrani yg digunakan adalah NAAR, yg bisa berarti anak kecil
sampai pemuda (youth). Sbg contoh, 42 anak2 yg mengejek Elisa (2Raja 2:23)
dikutuk oleh Elisa, shg dibunuh semuanya oleh beruang. Kata ‘anak’ di situ juga
adalah kata Ibrani yg sama, yaitu NAAR. Apakah Elisa gila shg mengutuk anak2 yg
masih usia 2 thn, yg masih belum bisa dianggap bertanggung jawab atas
perbuatannya, shg mrk mati semua dibunuh beruang? Itu mustahil. Jadi, usia
anak2 itu tentu sudah cukup umur utk dianggap bertanggung jawab.
Yg jelas
ajaran Suhento ttg hal ini ngawur lagi!
18) Dalam pengajaran, Suhento Liauw ini sering
memfitnah orang:
a) Ia menunjukkan foto di koran, ada 4
orang, themanya kira-kira penyatuan / penyamaan Kristen dengan Katolik. Lalu
berkata: yang ini James Ryadi (memang benar), yang ini Stephen Tong (ngawur,
itu pasti bukan Stephen Tong). Lalu di koran itu ditulis nama Sekolah Tinggi
Theologia Reformed Injili Indonesia.
Tanggapan Budi Asali:
Ini saya protes dalam acara tanya jawab dan saya jelaskan: yang satu memang
James Ryadi, yang satu lagi Yakub Susabda, tetapi tak ada Stephen Tong, itu FITNAH! Dia agak malu, lalu bilang kalau
fotonya kabur jadi mirip Stephen Tong. Padahal fotonya nggak mirip sama sekali
dengan Stephen Tong! Dan kalau memang tidak tahu, lebih baik jangan omong
tentang kejelekan orang lain, atau itu harus dianggap sebagai FITNAH!
Tanggapan
Dji:
Saya sekali lagi MENYATAKAN RAGU dan INI
TIDAK BISA DIPERCAYA atas koment Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div
ini, karena lihat saja pernyataannya di atas: “Themanya kira-kira........(maaf, saya ulangi: “Themanya kira-kira....” )
Mengenai
foto di koran itu memang buram (tidak jelas siapa) dan itu memang koran tentang
STT Reformed Injili Indonesia, dan kata Dr. Suhento Liauw (ketika saya
konfirmasi langsung dengan beliau) beliau berkata: justru yang sebut “Stephen
Tong” itu adalah audiens seminar, bukan
Dr. Suhento Liauw yg menyebutnya.
Setahu
saya: Dr. Suhento Liauw bukanlah tipe orang yg demikian (suka fitnah), apalagi
seminar-seminar tersebut biasanya ada direkam, jauhlah kiranya beliau berbuat
demikian.
(untuk
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ketahui, bahwa: Kami semua mengasihi Bapak Pdt.
Budi Asali, M. Div, Bapak James Ryadi, Bapak Stephen Tong yg luarbiasa tetap semangat,
and we pray for them, we pray for all
Indonesian people)
Silahkan pembaca yg menilai sendiri saja! Siapa yg suka fitnah dan tanpa dasar
Alkitab! Dan siapa yg mengasihi sesuai perintah Tuhan!.
Tanggapan Budi Asali:
Bagian ini
akan saya jawab dalam file tersendiri, dg judul ‘Fitnah Suhento Liauw ttg Pdt.
Stephen Tong’.
b) Calvin / Calvinist ada jejak darah, dalam persoalan kematian
Servetus. Lucu, yang menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan!
Orang gila ini senang memfitnah!
Tanggapan Budi Asali:
Ini fitnahan yang lazim dalam kalangan Arminian! Entah mereka tidak tahu
sejarahnya atau pura-pura tidak tahu, itu bukan urusan saya. Tetapi siapapun
mau bicara tentang kejelakan orang, ia harus tahu bahwa apa yang ia bicarakan
itu pasti benar. Kalau tidak, itu merupakan FITNAH!
Perlu diketahui beberapa hal dalam persoalan penghukuman mati terhadap
Servetus dengan dibakar pada jaman Calvin:
1. Servetus dihukum mati bukan karena dia
anti Calvinisme, tetapi karena ia bukan saja tak percaya pada doktrin Allah
Tritunggal, tetapi lebih dari itu, ia menghujatnya mati-matian dengan
mengatakan hal itu sebagai ‘monster berkepala tiga’ dsb sehingga menimbulkan kemarahan dari semua orang Kristen dan bahkan
Katolik di seluruh dunia.
2. Calvin memang yang melaporkan dia
kepada pemerintah / polisi pada waktu ia secara berani mati muncul di Geneva.
Tetapi yang menangkap, mengadili, menjatuhkan hukuman mati dengan dibakar, dan
melaksanakan hukuman mati itu adalah pemerintah / pengadilan.
3. Calvin justru memintakan keringanan
supaya hukuman itu diubah dari dibakar menjadi pemenggalan, tetapi permintaan
Calvin ditolak oleh pengadilan.
Semua cerita ini ada dalam buku sejarah dari Philip Schaff (orang ini ahli
sejarah, dan ia bukan Calvinist), dan itu bisa saya buktikan.
Philip Schaff: “if we consider Calvin’s course in the light of the
sixteenth century, we must come to the conclusion that he acted his part from a
strict sense of duty and in harmony with the public law and dominant sentiment
of his age, which justified the death penalty for heresy and blasphemy, and
abhorred toleration as involving indifference to truth Even Servetus admitted
the principle under which he suffered; for he said, that incorrigible obstinacy
and malice deserved death before God and men” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 690.
Philip Schaff: “Calvin never changed his views or regretted his
conduct towards Servetus. Nine years after his execution he justified it in
self-defence against the reproaches of Baudouin (1562), saying: ‘Servetus
suffered the penalty due to his heresies, but was it by my will? Certainly his
arrogance destroyed him not less than his impiety. And what crime was it of
mine if our Council, at my exhortation, indeed, but in conformity with the
opinion of several Churches, took vengeance on his execrable blasphemies? Let
Baudouin abuse me as long as he will, provided that, by the judgment of
Melanchthon, posterity owes me a debt of gratitude for having purged the Church
of so pernicious a monster.’” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 690-691.
Philip Schaff: “Let us remember also that it was not simply a case
of fundamental heresy, but of horrid blasphemy, with which he had to deal. If
he was mistaken, if he misunderstood the real opinions of Servetus, that was an
error of judgment, and an error which all the Catholics and Protestants of that
age shared” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 691.
Philip Schaff: “It is not surprising that this book gave great
offence to Catholics and Protestants alike, and appeared to them blasphemous.
Servetus calls the Trinitarians tritheists and atheists. He frivolously asked
such questions as whether God had a spiritual wife or was without sex. He calls
the three gods of the Trinitarians a deception of the devil, yea (in his later
writings), a three-headed monster” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 718-719.
Philip Schaff: “Servetus charges the Reformed Christians of Geneva
that they had a gospel without a God, without true faith, without good works;
and that instead of the true God they worshipped a three-headed Cerberus” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 731.
Catatan: Cerberus =
anjing berkepala tiga yang menjaga Hades dalam mitologi Romawi dan Yunani
(Webster’s New World Dictionary, College Edition).
Philip Schaff: “He calls all Trinitarians ‘tritheists’ and
‘atheists.’ They have not one absolute God, but a three-parted, collective, composite
God - that is, an unthinkable, impossible God, which is no God at all. They
worship three idols of the demons, - a three-headed monster, like the Cerberus
of the Greek mythology. One of their gods is unbegotten, the second is
begotten, the third proceeding. One died, the other two did not die. Why is not
the Spirit begotten, and the Son proceeding? By distinguishing the Trinity in
the abstract from the three persons separately considered, they have even four
gods. The Talmud and the Koran, he thinks, are right in opposing such nonsense
and blasphemy” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 741-742.
Philip Schaff: “Shortly after the publication of the ‘Restitution,’
the fact was made known to the Roman Catholic authorities at Lyons through
Guillaume Trie, a native of Lyons and a convert from Romanism, residing at that
time in Geneva. He corresponded with a cousin at Lyons, by the name of Arneys,
a zealous Romanist, who tried to reconvert him to his religion, and reproached
the Church of Geneva with the want of discipline. On the 26th of February,
1553, he wrote to Arneys that in Geneva vice and blasphemy were punished, while
in France a dangerous heretic was tolerated, who deserved to be burned by Roman
Catholics as well as Protestants, who blasphemed the holy Trinity, called Jesus
Christ an idol, and the baptism of infants a diabolic invention. He gave his
name as Michael Servetus, who called himself at present Villeneuve, a
practising physician at Vienne. In confirmation he sent the first leaf of the
‘Restitution,’ and named the printer Balthasar Arnoullet at Vienne. This
letter, and two others of Trie which followed, look very much as if they had
been dictated or inspired by Calvin. Servetus held him responsible. But Calvin
denied the imputation as a calumny. At the same time he speaks rather lightly
of it, and thinks that it would not have been dishonorable to denounce so
dangerous a heretic to the proper authorities. He also frankly acknowledges
that he caused his arrest at Geneva. He could see no material difference in
principle between doing the same thing, indirectly, at Vienne and, directly, at
Geneva. He simply denies that he was the originator of the papal trial and of
the letter of Trie; but he does not deny that he furnished material for
evidence, which was quite well known and publicly made use of in the trial
where Servetus’s letters to Calvin are mentioned as pieces justificatives.
There can be no doubt that Trie, who describes himself as a comparatively
unlettered man, got his information about Servetus and his book from Calvin, or
his colleagues, either directly from conversation, or from pulpit
denunciations. We must acquit Calvin of direct agency, but we cannot free him
of indirect agency in this denunciation. Calvin’s indirect agency, in the
first, and his direct agency in the second arrest of Servetus admit of no
proper justification, and are due to an excess of zeal for orthodoxy” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 757-759.
Philip Schaff: “The final responsibility of the condemnation,
therefore, rests with the Council of Geneva, which would probably have acted
otherwise, if it had not been strongly influenced by the judgment of the Swiss
Churches and the government of Bern. Calvin conducted the theological
part of the examination of the trial, but had no direct influence upon the
result. His theory was that the Church
may convict and denounce the heretic theologically, but thathis condemnation
and punishment is the exclusive function of the State, and that it is one
of its most sacred duties to punish attacks made on the Divine majesty. ‘From the time Servetus was
convicted of his heresy,’ says Calvin, ‘I have not uttered a word about his
punishment, as all honest men will bear witness; and I challenge even the
malignant to deny it if they can.’One thing only he did: he expressed the wish
for a mitigation of his punishment. And this humane sentiment is almost the
only good thing that can be recorded to his honor in this painful trial” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 767-768.
Philip Schaff: “... the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled” (= ... keinginan Calvin untuk menggantikan api
dengan pedang ditolak) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 781-782.
Philip Schaff: “The severest charge against him is blasphemy.
Bullinger remarked to a Pole that if Satan himself should come out of hell, he
could use no more blasphemous language against the Trinity than this Spaniard; and Peter Martyr, who was present, assented and said that such a living
son of the devil ought not to be tolerated anywhere. We cannot even now read
some of his sentences against the doctrine of the Trinity without a shudder.
Servetus lacked reverence and a decent regard for the most sacred feelings and
convictions of those who differed from him” - ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 781-788.
Tanggapan
Dji:
Point b)
di atas menurut saya itu sudah bercampur-aduk
antara pernyataan Dr. Suhento Liauw dengan “kekesalan”
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri.
Hemat
saya pernyataan Dr. Suhento Liauw harusnya
begini: (silahkan Pembaca teliti dan cermat)
Dr. Suhento Liauw: b) Calvin / Calvinist
ada jejak darah, dalam persoalan kematian servetus (titik).
Tetapi karena tidak sabar dan tidak teliti
maka “bukti kekesalan” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini menggabungkannya
menjadi pernyataan Dr. Suhento Liauw juga. (Mohon kerelaan hatinya untuk koreksi
dan mengakuinya saja Pak? Ini terlihat jelas kok?) (saya tidak mau “menuduh”
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div melakukan Fitnah kpd Dr. Suhento Liauw, sekalipun
buktinya ini sudah kuat) saya
menganggap Bapak ini khilaf saja. Bahkan karena terlalu tidak sabar dan tidak
teliti (saya dapat memakluminya) Belum-belum
sudah bilang “Lucu, yang menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi
pengadilan! orang gila ini senang memfitnah!” padahal bagian ini (“Lucu,
yang menghukum mati Servetus .....dan seterusnya... !”) harusnya ini masuk ke dalam bagian Tanggapan Budi Asali.
Begitu toh Pak?....... monggo ditanggapi..... tapi kalau tidak ditanggapi ya
sudahlah...maklumkan sajalah...... (We love you brother.....)
Tanggapan Budi Asali:
Lagi2,
mendapatkan kesalahan penempatan sedikit saja sudah berkoar2 seakan2 kamu
menemukan sst yg layak mendapatkan hadiah nobel!
Oke,
kita kembali ke laptop....(versi Tukul “empat mata”)
Tanggapan
untuk point:
1. Servetus
dihukum mati dalam zaman Calvin (tidak ada yg bisa membantahnya), Servetus
memang pengajar bidat (sesat) yg tidak percaya kepada doktrin Allah Tri
Tunggal. Tetapi seberapa sesat pun seorang
Servetus maka ia tidak layak mendapatkan hukuman mati. Orang Kristen Alkitabiah memandang perbedaan penafsiran dan perbedaan
kepercayaan / keyakinan agama sebagai sesuatu yang lazim dan umum. Orang
Kristen Alkitabiah tidak boleh memberikan
“stempel” tanda setuju Servetus atau “servetus-servetus lain” untuk dihukum
mati karena perbedaan doktrin/perbedaan keyakinan.
Tanggapan Budi Asali:
Dlm PL Tuhan suruh hukum mati org sesat, tolol,
dan kamu bilang itu ‘tidak layak’? Baca seluruh Ul 13! Jgn beralasan itu jaman
PL. Yg mengajar ajaran sesat, itu dosa, dan dosa upahnya maut (Ro 6:23). Jadi
kalau dlm jaman PB tak dihukum mati, itu krn jasa penebusan Kristus maka Tuhan
berbelas kasihan. Tetapi kalau bicara soal layak atau tidak layak, saya yakin
mutlak, bahwa pengajar sesat (dan semua pemfitnah!) sangat layak dihukum mati!
Pembunuh layak dihukum mati atau tidak? Kalau
di Amerika biasanya pembunuh dihukum mati. Dlm jaman PL jg. Padahal
menyesatkanm org lebih hebat dosanya dp membunuh org. Krn menyesatkan =
membunuh secara rohani, dan memasukkan ke neraka org yg disesatkan!
Kamu tak mengerti alkitab, makanya meremehkan
penyesatan!
2. Bapak
Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri pun “mengakui” bahwa Calvin yg melaporkan
Servetus kepada polisi di Genewa. Walaupun memang pengadilan yg jatuhkan
hukuman mati, tetapi andil Calvin dalam melaporkan Servetus itu sudah menjadi bukti keterlibatan John
Calvin dalam kematian Servetus. Mudah dimengerti toh!.... Apalagi waktu itu
seorang John Calvin (tahun 1541-1564) sangat berpengaruh di Genewa.
Tanggapan Budi Asali:
Kalau negaranya Kristen, dan hukum Kristen
menyatakan bahwa penyesatan memang salah, bukan saja tak salah melaporkan penyesat,
tetapi itu justru mrpk ketaatan kpd pemerintah, dan itu sesuai dg alkitab (Ro
13:1).
Terlibat, bukan berarti salah, tolol! Terlibat
bisa positif, bisa negatif.
3. “John
Calvin justru meminta keringanan untuk Servetus” (Faktanya: Permohonannya tidak dikabulkan dan Servetus mati
dibakar). Ini kedengaran sangat memprihatinkan. Apakah John Calvin benar-benar meminta keringanan untuk Servetus? (kini
tinggal tanda tanya saja?)
Tanggapan Budi Asali:
Hehehe, aku yakin kamu tak mengerti bahasa
Inggris, makanya banyak kutipanku di atas dr ahli sejarah top Philip Schaff
tidak kamu baca sama sekali. Padahal dr banyak kutipan itu, ada satu yg aku
terjemahkan, dan itu adalah yg berhubungan dg kata2mu ini! Aku kutip ulang kata
ahli sejarah itu!
Philip
Schaff: “... the wish of Calvin to substitute the sword for
the fire was overruled” (= ...
keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.
Dan
kalau kamu menganggap kata ahli sejarah itu salah / tak bisa dipercaya, aku
ingatkan dua hal:
1. Schaff bukan seorang Calvinist!
2. Suhento mengecam para pengikut Yahweh-isme
yang tak mau terima kata2 dia yang mengutip dari dictionary, encyclopedia dsb.
Tanya kakek gurumu iktu, kalau tak mau terima kata2 ahli sejarah bgm????
19) Kesan yang didapat adalah: ia anggap dan
nyatakan gerejanya sebagai ‘the only true church’, dan anjurkan orang pindah ke
gerejanya! Katolik, Kharismatik, Calvinist, tokoh-tokoh reformasi (Martin
Luther, Calvin, dsb), semua digempur.
Tanggapan Budi Asali:
Saya menganggap semua orang yang menganggap gerejanya sebagai ‘the only
true church’, sebagai orang-orang sesat. Saksi Yehuwa mempunyai pandangan
seperti itu, dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh juga mempunyai kepercayaan
seperti itu, dan itu saya anggap sebagai salah satu bukti kesesatan mereka.
Saya sering mengecam banyak pendeta dan gereja sebagai sesat, tetapi saya
tidak pernah punya anggapan / pemikiran / kepercayaan bahwa gereja saya adalah
‘the only true church’!
Tanggapan
Dji:
Point
19) Sekali lagi ini terlihat lebih jelas “siapa
yg ngawur”? Kesan mestinya ditaruh pada bagian Tanggapan Budi Asali.
Tapi yah kita maklumkanlah..........
Adalah
hal yg baik dan sah-sah saja jika ada orang menganggap gerejanya yg paling
benar daripada gereja orang lain. Justru
adalah aneh jika ada gembala atau “pendeta” yg tidak
yakin bahwa gerejanya
paling benar! Perbedaan keyakinan agama saja merupakan sesuatu yg lazim dan
umum dalam dunia keKristenan, apalagi perbedaan “keyakinan gerejanya paling
benar!” ini mah hal yg biasa.....
Tanggapan Budi Asali:
Hehehe,
kamu tak punya prestasi apa2, kecuali mempersoalkan penempatan kata2 yg salah?
Kasihan deh lu!
Lagi2
menyimpang! Menganggap gerejanya paling benar beda sama sekali dg menganggap gerejanya
sbg ‘the only true church’ (= satu2nya grj yg benar). Kamu nggak ngerti Inggris
sama sekali ya, nak????
Demikianlah tanggapan dari saya. Terima
kasih.
Salam damai sejahtera buat kita semua dalam
Tuhan Yesus Kristus. Segala kemuliaan dan hormat hanya bagi Tuhan kita Yesus
Kristus. Amin!
Dari:
Dji ji liong, S.E / Mahasiswa Graphe International Theological Seminary)
Tanggapan Budi
Asali:
Dg tulisan konyol
itu kamu cuma bisa memberi kemuliaan kpd setan, nak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar